webnovel

Yang patah tidak akan mati

projects_gagal · ย้อนยุค
เรตติ้งไม่พอ
22 Chs

Memaafkan dan perlahan melupakan

Gulir waktu terasa cepat, meskipun langkah kaki kian melambat. Pagi datang beriringan dengan kokok ayam serta kicau burung yang saling melempar senyum. Perlahan tapi pasti sesak di dada karna dia mulai sirna. Meskipun hubungan yang kita lalui itu terbilang lama enam tahun menjalin kisah dengan cinta di dalamnya memang terbilang tidak biasa. Ketidak cocokan selalu menjadi alasan. Tapi yang pasti hubungan tanpa ikatan yang jelas berkemungkinan akan berujung menyakitkan.

Tidak semua memang, namun yang ku alami berakhir cukup perih. Tapi tidak apa aku sudah memaafkan namun memang belum bisa melupakan. Yang terpenting senyum kembali hadir meski tawa masih enggan singgah. Keesokan harinya aku bertemu dengan kawan lama, tidak banyak hanya tiga orang. Mereka bercerita tentang kehidupan, pilu ku perlahan hilang dan tak sadar tawa datang menyerang. Bersama mereka ingatan ku tentang dia sirna. Dalam hati aku bergeming "Maaf kawan saat aku jadi budak cinta aku melupakan mu, merasa yakin akan abadi bersamanya ternyata hati tidak bisa di prediksi, dia malah meninggalkan yang ingin menunggalkan."

Mungkin aku terkesan berlebihan, untuk seorang pria yang begitu mencinta wanitanya. Terserah pandangan mu bagaiman, namun saat ku bangun rasa dengannya, benar benar memang hanya dia yang aku cinta.

Kamu tau yang paling sulit dari melupakan dan meng ikhlaskam itu apa, bukan tentang seberapa cantiknya dia, bukan tentang apa yang selalu dia berikan tapi kebiasaan yang selalu dilalui bersama baik saat notifikasi mengetuk dengan kata atau saat tangan menggenggam dengan rasa. Tapi aku yakin aku pasti bisa. Hari itu aku merasa kembali seperti dulu. Tidak ada belenggu menyerbu, tidak ada beban menghampiri. Namun aku tau pasti, sepi akan datang bersama malam. Pagi bergerak begitu cepat, mentari pergi meninggalkan jejak, tidak terasa jam sudah mengetuk menggiringku untuk pulang. Kami beranjak pergi saling bersalaman ucapkan salam perpisahan. Ternyata saat kita terpuruk diam bukan menjadi pelarian, begitu banyak hal yang bisa kita lakukan untuk mengikhlaskan dan perlahan melupakan.