Pak Ihza sepertinya tak begitu saja percaya dengan kata-kata Huda.
"Mas ....Mas. Apapun itu, saya hanya bisa bilang dan mengingatkan untuk bersabar dan selalu ingat ke Tuhan," kata Pak Ihza sambil menepuk pundak Huda.
"Ya sudah, kalau begitu saya duluan ya," pamit Pak Ihza.
"Mari Pak, iya silahkan," jawab Huda.
Di depan kaca, dia menatap tajam wajahnya sendiri.
"Fokus! Ikhlaskan semua yang sudah terlanjur terjadi. Sadar Huda, jangan biarkan dirimu teraniaya karena harta. Memang, itu uang yang sudah kamu siapkan untuk pernikahan nantinya. Tapi apa kamu takut? Nanti akan kurang saat dibutuhkan? Kalau pikiranmu seperti itu, itu artinya dirimu meragukan Tuhan. Meragukan keberadaan Allah yang Maha Mencukupkan segala kebutuhan hamba-Nya," batin Huda, mencoba untuk menenangkan diri.
"Lagipula, aku salah juga. Kenapa malah pergi ke sini? Bukannya ke mushola? Dasar bodoh!" batin Huda mengumpat pada dirinya sendiri dalam hati.
Support your favorite authors and translators in webnovel.com