webnovel

Which One Should I Choose

Hanya gara-gara mimpi digigit ular, aku sekarang dijodohkan dengan seseorang. Perjodohan itu merupakan perjanjian atau surat wasiat antara mendiang Ayahku dan sahabatnya. Jika aku menolak perjodohan itu, maka aku harus membayar uang dalam jumlah banyak. Dari mana coba aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Dan atas dasar apa pula Ayahku menjodohkan aku dengan anak sahabatnya itu? Aku juga sudah menaruh perasaan kepada teman dekatku, kenapa harus pakai acara perjodohan lagi! Benar-benar frustasi aku sekarang, entah apa yang akan terjadi ke depannya. Yang mana harus aku pilih sekarang? Menolak perjodohan, menerimanya dengan pasrah, menyatakan perasaan kepada teman dekatku itu? Atau terjerat ke dalam perasaan cinta antara teman dekat dengan orang yang dijodohkan denganku? Tetap ikuti terus ceritanya!

LaveniaLie · วัยรุ่น
Not enough ratings
316 Chs

Bagian Dari Keluarga Kita Sekarang

Mata Carissa tidak henti-hentinya memandang sang Bibi dan berharap Pamannya segera pulang, karena ia ingin melakukan perpisahan sebelum berangkat ke rumah jodohnya. "Nak kamu kenapa?" tanya Rani.

"Menunggu Paman, kenapa Paman belum pulang juga ya?" tanya Carissa balik.

"Dia hari ini lembur, Nak. Karena ada banyak pekerjaan di kantor. Kata Paman, kamu cukup berpamitan kepada Bibi saja," jawab Rani.

"Baiklah kalau begitu Bi, aku pergi dulu ya. Paman dan Bibi jaga kesehatan baik-baik sampai aku kembali berkunjung nanti."

"Tenang saja Nak, kami berdua akan baik-baik saja. Semoga harimu menyenangkan ya, Nak." Carissa yang tidak kuat menahan kesedihannya, langsung memeluk Bibi Rani untuk terakhir kalinya. Setelah berpelukkan, Carissa pun masuk ke dalam mobil dan barang-barangnya di letakkan sang supir dari keluarga Pak Santoso di dalam bagasi. Mobil mewah itu pergi meninggalkan tempat tinggal Carissa, Bibi Rani hanya tersenyum dan melambaikan tangannya.

Lagi dan lagi, mata Carissa tidak berhenti melihat kearah Bibinya sampai tidak kelihatan lagi, saking jauh jaraknya. Pak Santoso sangat mengerti dengan apa yang dirasakan oleh Carissa, pasti ini cukup berat untuknya, apalagi hubungan Carissa dan Bibi serta Pamannya sangat dekat. Tapi apa boleh buat, memang ini yang harus dilakukan. Hal ini bertujuan agar Dirga dan Carissa saling mengenal satu sama lain.

Memang saat ini mereka berdua tidak saling mengenal dan tidak dekat, tapi biarkan saja waktu yang akan menyatukan mereka berdua. "Cengeng sekali dia, dasar lemah," gumam Dirga sambil memainkan handphonenya.

***

Tadi siang, jam 13.05.

"Halo Daniel, apakah boleh jika aku membawa keponakanmu ke rumahku. Dengan tujuan untuk memperdekat dan menyatukannya dengan Dirga dan alangkah baiknya juga untuk perkenalan lingkungan baru," ujar Santoso.

"Ya, halo juga Santoso. Tentu saja boleh, hanya saja itu butuh waktu untuk Carissa. Karena Carissa sendiri adalah anak dengan hati yang lembut sekali. Tolong bantu dia, jika dia kesulitan. Jika Carissa dalam kesuliatan, ia tidak akan muda untuk menyeritakannya pada orang lain," ujar Daniel.

"Baiklah kalau begitu, kamu pulanglah lebih awal hari ini. Karena aku akan ke rumahmu nanti sore dan menjemput Carissa," pinta Santoso.

Daniel menghela nafas pasrah dan melihat kearah kertas dokumen yang menumpuk di mejanya, "Maaf aku rasa tidak bisa, karena aku hari ini harus lembur. Ada banyak pekerjaan untukku hari ini, tolong maafkan aku," tolak Daniel.

"Baiklah, terima kasih atas izinmu."

"Sama-sama."

***

"Nak Carissa, sudahlah jangan sedih lagi ya. Anggaplah kami adalah keluarga barumu dan juga kalau kamu perlu apapun, tinggal kasih tahu saja ya," ujar Santoso tersenyum.

Carissa menoleh sedikit kepalanya kepada Pak Santoso dan tersenyum lemah, "Baiklah ... Terima kasih banyak."

Carissa berusaha menguatkan dirinya sekarang dan mungkin saja ia akan mendapatkan sesuatu yang indah nantinya, semoga saja begitu. Tidak lama kemudian, Carissa, Dirga, dan Pak Santoso sampai di sebuah rumah yang besar nan mewah sekali. Menurut Carissa rumah itu mampu menampung sekitar belasan orang. Tamannya juga tertata dengan rapi dan luas. "Luarbiasa, seakan diriku sekarang menjadi seorang Cinderella.

Pak Santoso mengajak Carissa untuk masuk ke dalam rumahnya dan sang supir pun membawa barang Carissa menuju kamarnya. "Selamat datang Carissa, ini adalah rumahmu sekarang. Mari Ayah antarkan kamu ke kamar," ajak Santoso. Suasana langsung sunyi saat Pak Santoso menyebut "mari Ayah antarkan."

"Apa Ayah serius dengan apa yang Ayah katakan tadi?" tanya Dirga terkejut.

"Iya, memangnya kenapa? Carissa adalah calon istrimu di masa depan. Carissa, mulai sekarang kamu panggil saya, Ayah ya," ujar Santoso.

Carissa melirik kearah Dirga dan tersenyum kikuk. "B-baiklah A-ayah," jawab Carissa.

"Sudahlah, jangan kaku seperti itu. Kamu kan sudah jadi bagian keluarga ini. Benar tidak Dirga?"

"I-iya," jawab Dirga singkat.

"Baiklah, ayo sekarang kita ke kamar Carissa," ajak Santoso. Carissa pun mengikuti langkah kaki Pak Santoso menuju kamarnya. Satu persatu anak tangga ia lewati dan Dirga sepertinya tidak terlalu menyukai kehadirannya. "Sepertinya aku harus siap dibenci dengan Pangeran Es itu," gumam Carissa.

Mereka semua pun berhenti di depan pintu berwarna putih. Dirga kebingungan sekali, "Bukannya tadi itu kamarku? Lah kamarku dan dia kok itu ya ... Bertetangga? Eh maksudnya bersebelahan?" gumam Dirga. "Nah ini kamar kamu, Carissa. Bagaimana dengan dinding dan dekorasinya?" tanya Santoso.

Carissa terpukau sekali dengan keindahan kamarnya itu, perpaduan cat dinding berwarna merah muda dan tertata rapi sekali barang-barang di dalamnya. "Aku suka sekali, Pak. Maksudnya, suka sekali Ayah. Ini indah sekali, terima kasih banyak Ayah," ujar Carissa senang.

"Lah kok? Kenapa kamarku bersebelahan dengan dia?" protes Dirga.

"Tidak boleh begitu Dirga! Kalau ada apa-apakan, Carissa bisa ke kamar kamu," jawab Santoso.

"Terserah!" Dirga pun pergi meninggalkan Ayah, Carissa, dan pak supir. Aku bisa merasakan apa yang dirasakan Dirga, dari sorot matanya, ekspresinya, tingkahnya, membuatku mengerti bahwa Dirga memang tidak menyukaiku dari awal. "Tidak apa-apa Carissa, Dirga memang seperti itu orangnya. Cepat atau lambat juga, pasti dia akan berubah, percaya sama Ayah ya," ujar Santoso berusaha menghibur Carissa.

"B-baiklah Ayah, kalau begitu Carissa mau menata barang-barang kamar dulu," ujar Carissa berusaha tersenyum.

"Nanti saja, sebaiknya kita makan malam dulu. Sukijar tolong letakkan barang-barang Carissa di dalam, ya dan tutup pintu kamarnya."

"Baiklah Tuan," jawab supir yang bernama Pak Sukijar itu.

Carissa pun mengikuti Pak Santoso turun ke lantai bawah menuju ruang makan. Di ruang makan, tampak sudah ada Dirga yang sudah makan duluan. "Kenapa kamu tidak menunggu kami?" tanya Santoso.

Dirga hanya diam dan fokus makan. "Duduklah Carissa," ujar Santoso. Carissa pun duduk tepat di depan Dirga. Carissa berusaha menenangkan dirinya sebaik mungkin dan mulai menyantap makan malam. Namun ada yang kurang, mata Pak Santoso tidak hentinya melihat kesana kemari, seakan mencari keberadaan seseorang. "Dimana adikmu itu?" tanya Santoso.

"Tidak tahu," jawab Dirga singkat.

"Sudahlah, anak itu pasti sedang bermain game. Paling sebentar lagi juga turun ke bawah," ujar Santoso kembali melanjutkan makannya. Baru saja disebutkan orangnya, Martin pun turun ke bawah dan duduk di samping Dirga. "A ... Yah." Matanya langsung membulat terkejut menatap Carissa yang duduk di depannya sekarang.

"Carissa, sedang apa kamu disini?" tanya Martin heran.

"Martin? A-aku?"

"Dia adalah bagian dari keluarga kita sekarang. Dirga dan Carissa sudah dijodohkan," jawab Santoso.

"Apa? Jadi? Dia kakak iparku dong!"

"Ya begitulah," kata Santoso. "Oh iya aku baru ingat kalau kalian berdua satu jurusan, kalian berdua sama jurusan psikologi kan?"

"I-iya," jawab Carissa dan Martin. Carissa semakin tidak enak hati dengan Martin, dirinya sendiri sangat menyukai Martin ketimbang Dirga. Tapi siapa sangka, takdir dan kisah percintaannya yang ia harapkan, sekarang sedang mempermainkan dirinya.

Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi ya (^^)

LaveniaLiecreators' thoughts