webnovel

Persediaan Makanan dan Masa Lalu

"BRASS"

"Dia adalah nama dari pedang yang aku gunakan, dia terbuat dari darah malaikat dan iblis yang di gabungkan menjadi satu."

"Normalnya, darah malaikat dan iblis mustahil untuk di satukan karena ketidak cocokannya, tapi yang menciptakan pedangku adalah seorang malaikat, dia adalah pandai besi terhebat di surga, dan karena alasan tertentu dia adalah seorang malaikat jatuh."

"Saat pertama kali bertemu malaikat itu, aku dan dia memiliki sedikit masalah, karena saat itu aku membenci malaikat, tapi dia bilang ingin membantuku dan memberikan ku pedang itu."

"Aku awalnya menganggap itu adalah jebakan, tapi setelah beberapa penjelasan dan pembicaraan santai akhirnya aku menerima pedang yang dia buat, lalu setelah itu dia pergi begitu saja dan sampai sekarang aku tidak bertemu dengan nya."

"Lalu, untuk kenapa pedang itu mempunyai kesadaran, itu karena malaikat itu membuat pedang nya dengan menyampurkan sedikit jiwa dari malaikat lain."

"Jadi kesadaran malaikat itu keluar dari jiwa itu."

"Ya~, mungkin seperti itu saja penjelasan tentang pedangku, untuk penjelasan yang lebih detail mungkin akan ku jelaskan di lain waktu."

"Baiklah, saatnya kembali di kelanjutan dari bab sebelumnya." Cain berhenti berbicara.

[.......]

Brass diam sejenak, lalu dia mulai berbicara.

[Hey, Cain, kenapa kau tiba-tiba menjelaskan soal diriku?, terlebih lagi kau juga menjelaskan latar belakangku, dan itu kau jelaskan dengan detail.]

Brass bertanya pada cain dengan kebingungan, Brass masih terus berbicara.

[Lalu kau juga tiba-tiba berbicara sendiri lagi.]

"Abaikan saja, ayo kita fokus dengan gedung yang hancur ini dan apa rencana kita selanjutnya."

[Apa kau mengalihkan pembicaraan?.] Brass curiga kepada cain.

"......." Cain tidak menjawab pertanyaan brass.

[Ha, terserahlah, jadi apa rencana kita.] Brass berhenti melemparkan pertanyaan kepada cain.

"Untuk sekarang ayo kita cek seluruh bagian dari gedung ini, mungkin saja ada makanan yang terselip." Ucap Cain.

[Baiklah]

Cain mengecek secara menyeluruh bagian dari gedung itu, dia memindahkan puing-puing gedung itu, lalu setelah beberapa jam dia mengecek, dia hanya mendapatkan beberapa biskuit.

"Aku hanya dapat ini." Cain memberitahu Brass

[Yaa, tidak masalah, biskuit itu kau simpan saja.]

"Baiklah"

Cain mengambil cincin dari saku celananya, cincin itu memiliki gagang berwarna silver dengan batu berwarna merah di atasnya.

Cain mendekatkan biskuit itu ke arah cincin, lalu dengan sekejap biskuit itu menghilang.

[Apa sudah kau masukkan?] Brass bertanya.

"Ya, sudah."

[Aku selalu ingin menanyakan ini, kenapa kau tidak pakai saja cincin itu?, agar lebih mudah, kau tidak perlu mengambilnya di sakumu.]

"Cincin ini tidak muat di tanganku, ini di buat untuk perempuan."

[Oh, jadi seperti itu.] Brass tiba-tiba merasa bersalah karena menanyakan itu.

Cain mulai berbicara.

"Tapi, cincin ini benar-benar hebat, dapat menyimpan apapun ke dalamnya, tidak peduli dengan ukuran benda yang di simpan."

Cain terus berbicara.

"Kalau aku ingat, yang memberikan cincin ini kepadaku adalah malaikat yang sama yang memberikan kau kepada ku Brass."

[Ah, si malaikat jatuh.]

"Ya, benar, dia bilang kalau cincin ini adalah penyimpanan tampa batas, jadi aku bisa memasukkan apapun kesini tanpa mengkhawatirkan penuhnya penyimpanan."

"Sangat praktis sekali, haha."

Cain memasukkan kembali cincin itu ke dalam saku celananya.

[Jadi, di sini sudah di pastikan tidak ada makanan atau minuman, bagaimana rencana kita selanjutnya?] Brass bertanya.

Cain diam sejenak, lalu dia mulai membuka mulutnya.

"Aku ingat di sekitar sini ada sebuah kota kecil, mungkin saja di sana ada beberapa makanan."

"Tapi aku belum melakukan pembersihan di kota itu, mungkin saja kita akan bertemu dengan banyak iblis di sana."

[Baiklah, tidak perlu membuang waktu langsung saja kita ke sana, dan iblis itu, seharusnya bukan masalah untukmu bukan?] Brass bertanya.

"Tentu saja." Cain membalas dengan percaya diri.

[Baiklah!, Langsung saja kita ke sana!] Brass berbicara dengan nada keras.

"Ya!" Cain membalas nya.

Cain dan Brass akhirnya memutuskan untuk menuju kota kecil itu.

Cain menuju ke kota itu dengan berjalan santai.

[Tunggu sebentar, Cain, kenapa kita berjalan santai menuju ke kota kecil yang kau bilang ini?] Brass bertanya dengan kebingungan.

Brass terus berbicara.

[Aku kira kau akan lari melesat dengan cepat karena lokasi kota itu yang cukup dekat.]

"Karena dekat makanya aku berjalan kaki, aku juga ingin menghemat staminaku." Cain menjawab pertanyaan Brass.

"Dan kalau misalnya kita bertemu dengan iblis berkeliaran di perjalanan, kita akan membunuh mereka semua, anggap saja sebagai bahan latihan."

[Terserahlah] Brass menjawab dengan nada kesal.

Cain dan brass kembali melanjutkan perjalanan setelah pembicaraan tadi.

Mereka melewati bukit dan bebatuan yang hancur karena perang.

Diperjalanan Cain melihat bangkai malaikat di atas bukit yang berada di sebelah kiri nya, bangkai malaikat itu memiliki wujud seperti kesatria , tapi di sini dia memiliki ukuran yang besar dan memiliki empat tulang sayap di punggungnya.

"Hey Brass, lihat di sebelah kiri kita." Cain menunjuk ke arah bangkai malaikat itu.

[Apa. Wow! apa itu, besar sekali, apakah itu bangkai iblis atau monster?] Brass terkejut melihat bangkai malaikat itu.

"Bukan, itu bangkai malaikat, aku kira kau tahu karena kau dulunya malaikat, sepertinya ingatanmu memang benar-benar kacau ya?"

[Yaa, sepertinya begitu.] Brass tiba-tiba murung.

Cain tiba-tiba merasakan perasaan dari Brass, Cain tidak bisa berbicara apapun, dia hanya diam saja.

[......] Brass diam sejenak, tapi dia mulai berbicara lagi.

[Berada di tingkatan apa malaikat ini? Apakah tingkat tinggi?] Brass bertanya.

"Sepertinya menengah kalau dilihat dari wujudnya, malaikat tingkat tinggi memiliki wujud yang berbeda dari itu dan juga dari jumlah sayapnya."

[Apa kau pernah melihatnya?, Wujud asli dari malaikat tingkat tinggi?] Brass bertanya kembali.

"Pernah, hanya sekali, tapi aku sangat bersyukur kalau itu menjadi pertama dan terakhir kalinya aku melihat wujud asli dari malaikat tingkat tinggi."

Cain terus berbicara.

"Kira-kira sebelum aku bertemu dengan mu, saat itu umat manusia masih belum punah, aku bertempur bersama rekan-rekan ku hanya untuk mengalahkan satu malaikat, saat itu ada sekitar 100 orang yang mengikuti pertempuran itu termasuk aku."

"kami bertempur di dalam kota besar yang sudah tidak di huni, kondisi dari kota itu juga sudah mengerikan."

[Tunggu sebentar, apa kau sedang memulai bercerita?] Brass tiba-tiba bertanya.

"Ya" Cain menjawab.

[Apa ceritanya panjang?] Brass bertanya lagi.

"Cukup panjang." Cain menjawab dengan cepat.

[Bagaimana kalau kita duduk terlebih dahulu.]

Lalu Cain duduk di bebatuan yang berada di dekatnya.

"Aku akan melanjutkannya."

[Baiklah] ucap Brass.

Malaikat yang kami lawan memiliki wujud seorang pria yang berumur sekitar 30 tahun, rambutnya berwarna putih dan matanya berwarna biru, dia memakai kemeja berwarna abu-abu dan celana panjang berwarna coklat dan dia memiliki 6 sayap di punggungnya.

Malaikat itu hanya melayang di atas kami, diam tidak melakukan apapun, tapi tatapannya fokus ke arah kami yang berada di bawah.

Malaikat itu tidak tahu kalau kami memasang jebakan di gedung-gedung itu.

Kami menjebak malaikat itu di sebuah jalan yang di samping kanan dan kiri jalan itu di penuhi dengan gedung-gedung yang besar, tempat itu benar-benar strategis.

Dengan jaring yang terbuat dari darah iblis, kami mengikat jaring itu di puing-puing gedung.

Rencana kami hanya untuk membuat nya jatuh ke tanah dan membunuhnya, rencana yang pengecut, tapi hanya itu cara kami melawan malaikat, karena perbedaan kekuatan malaikat dan manusia yang sangat besar.

Setelah waktu yang cukup lama, beberapa rekanku yang bertugas memasang jebakan memberikan sinyal kepadaku kalau jebakannya sudah siap.

Aku pun menganggukkan kepalaku, lalu rekanku yang ada di atas gedung pun menjatuhkan jaring itu dan mengenai malaikat itu.

Malaikat itu langsung jatuh ke tanah dan terjebak di jaring.

Kami secara perlahan mendekati malaikat itu dan dia terlihat tidak sadarkan diri.

Lalu salah satu dari kami menghunuskan pedangnya ke arah leher malaikat itu.

"Sepertinya dia pingsan, ini kesempatan kita, aku akan langsung membunuhnya." Ucapnya.

Ketika dia ingin membunuhnya tubuh malaikat itu tiba-tiba mengeluarkan cahaya yang sangat silau, Cain dengan cepat menutup matanya, dia mengintip sedikit dan melihat rekannya yang melihat cahaya itu secara langsung matanya terbakar dan mati.

"Arrrgggggg" Jeritan dimana-mana.

Cahaya itupun menghilang dan cain melihat masih ada beberapa rekannya yang masih hidup tapi jumlahnya berkurang cukup banyak.

Setelah cahaya itu hilang aku melihat salah satu rekanku menunjuk ke arah belakangku.

"Hey, Cain lihat kebelakang mu." Ucapnya.

Aku pun berbalik kebelakang dan melihat wujud dari malaikat itu berubah.

Cain terkejut melihat wujud dari malaikat itu, tubuhnya tidak bisa berhenti bergetar karena dia pertama kali melihat yang seperti itu.

[Seperti apa wujud malaikat itu?] Brass memotong.

Cain diam sejenak sambil memasang ekspresi kesal, lalu dia mulai membuka mulutnya.

"Aku baru akan menceritakannya, jadi tolong diam."

[Baiklah, silahkan lanjutkan.]

Cain melanjutkan ceritanya.

Jadi, wujud malaikat itu kalau bisa aku katakan menakutkan, ukurannya menjadi besar, bahkan lebih besar dari gedung yang mengelilingi kami.

tubuhnya menjadi seperti tulang dengan lubang besar di dadanya, dia memiliki 3 wajah, dengan wajah manusia di tengah lalu di samping kanan dan kirinya wajah hewan.

matanya berwarna biru menyalah dan di ke-enam sayapnya ada mata besar berwarna biru lalu dia juga memegang sebuah pedang besar.

"Kira-kira dia seperti itu, saat itu aku tidak melihatnya dengan jelas karena dia terlalu besar dan aku sedang ketakutan."

[W-wow itu cukup menyeramkan.] Brass membalas ucapan Cain.

"Baiklah aku akan melanjutkannya lagi."

[Aku terlalu meremehkan kalian, manusia, bahkan menggunakan cara seperti ini untuk melawan kami?, malaikat?] Ucap malaikat itu dengan nada sombong.

[Kalau begitu aku akan membuat ini cepat.]

Malaikat itu mengangkat pedangnya ke arah samping, Cain yang melihat itu sadar dan berteriak ke arah belakang.

"Lari!!"

Malaikat itu menghempaskan pedangnya ke arah Cain dan rekan-rekannya, efek dari serangan itu membuat angin yang sangat kencang seperti badai dan bangunan di depan kami hancur.

Cain selamat dari serangan itu, tubuhnya tertimpa puing-puing bangunan, dia mengalami luka berat dan banyak dari rekannya yang mati.

"Ugh, malaikat s*alan!" Ucap cain.

Malaikat itu mendekat dan dia mulai membuka mulutnya.

[Jadi tersisa 2, seharusnya kalian tidak ikut campur dalam perang ini, beginilah jadinya nasib kalian.]

[Aku akan membiarkan kalian hidup, tapi sampaikan ini pada manusia yang lain.]

[Jangan ikut campur lagi dengan perang ini atau kalian akan mengalami hal yang lebih buruk dari ini.]

[Sejujurnya aku tidak ingin melakukan hal ini, karena kami diperintahkan untuk tidak menyerang atau membunuh manusia.]

Malaikat itu pun berubah menjadi wujud manusia kembali dan terbang pergi.

"Malaikat yang cerewet." Ucap Cain.

Tiba-tiba seseorang muncul dihadapan Cain, di tubuh orang itu terdapat banyak luka-luka.

"Hey Cain, apa kau tidak apa-apa?" Orang itu mulai berbicara.

"Ah, pak tua, jadi kau selamat, dan tidak!, ada batu besar menimpah tubuh ku, bagaimana aku tidak apa-apa!?" Cain membalas omongan pak tua itu dengan nada kesal.

"O-oh, baiklah-baiklah tenang, aku akan mengeluarkanmu dari situ."

Pak tua itu lalu mengangkat puing-puing bangunan yang menimpa Cain, lalu Cain berhasil keluar.

"Jadi, pak tua, hanya tinggal kita berdua ya?"

Cain bertanya.

"Ya, dari sekitar 100 orang dan hanya tersisa 2 orang, di pertempuran ini kita kalah telak karena kejadian tidak terduga." Pak tua itu menjawab.

"Ya, benar." ucap Cain.

Aku dan pak tua itu memanggil bantuan dari markas untuk membawa kami kembali ke sana.

Tak lama kemudian helikopter datang dan kami langsung menaikinya, kamipun kembali menuju markas.

dari helikopter aku melihat efek dari serangan malaikat itu, dan efeknya menyebabkan separuh kota hancur rata.

"Selesai!, kira-kira seperti itu ceritanya." Ucap Cain sambil menepuk tangannya.

[Wow, aku bingung ingin bilang apa, tapi itu sebuah pengalaman yang hebat.]

"Ah! Benar juga, kita saat ini sedang menuju sebuah kota, tapi kita malah berlama-lama disini." Cain tersadar.

[Hari sudah gelap bagaimana kalau kita bermalam disini dan melanjutkan perjalanan besok pagi?]

"Aku tidak sadar kalau sudah malam, kalau begitu aku akan melihat sekitar, untuk mengecek tempat ini aman atau tidak."

[Baiklah]

Cain tiba-tiba menghilang dan tidak lama kemudian dia kembali lagi.

"Tempat ini aman, kalau begitu kita akan bermalam di sini."

Lalu Cain dan Brass memutuskan untuk bermalam di tempat mereka saat ini, dan melanjutkan perjalanan besok pagi.