webnovel

CALON PENGANTIN

Xabiru menatap Gadis tanpa kedip saat calon istrinya itu keluar dari ruangan ganti dengan mengenakan pakaian pengantin. Gaun dengan sentuhan ruffle sukses membuat penampilan Gadis semakin mempesona. Perpaduan antara rok ruffle dengan gaun mermaid sangat tepat untuk Gadis yang memang sudah menawan.

"Mas!"

"Hm, eh iya sayang."

"Duh, Mas Xabiru sampai nggak kedip. Cuco kan, design eike. Ini belum kena sentuhan make up udah cetar. Apalagi kalau sudah kena make up, ulalala pasti jauh lebih cetar, eike yakin. Nanti rambutnya buat ala princess Elsa, kasi mutiara dan mahkota, aduh nggak sabar eike liatnya, cin," komentar designer pakaian langganan Xabiru yang memang gayanya sedikit kemayu itu.

Xabiru tertawa kecil melihatnya, kemudian ia menghampiri Gadis perlahan.

"Kau cantik sekali," bisiknya di telinga Gadis membuat calon istrinya itu tersipu malu.

"Anggap aja eike nyamuk," komentar sang designer itu lagi saat melihat mereka berdua bermesraan.

Xabiru hanya tertawa terbahak-bahak,sementara wajah Gadis sudah memerah karena merasa malu.

"Ya sudah, besok bawa ke hotel. Dan tim make up juga harus sudah siap ya. Lusa aku mau pernikahanku berjalan dengan lancar," kata Xabiru.

"Tenang saja bos."

Setelah selesai dengan fitting pakaian, Xabiru mengajak Gadis ke sebuah toko perhiasan dan memilih satu set berlian yang terdiri dari kalung, anting, gelang dan cincin.

"Kau akan memakainya di pesta pernikahan kita nanti. Tolong dua set ya, Mbak," kata Xabiru.

"Dua set?"

"Untuk Ibumu, sayang. Aku ingin melihat beliau juga tampak bersinar di pesta pernikahan kita nanti."Gadis kehilangan kata-kata. Ia hanya mampu menatap Xabiru dengan tatapan penuh rasa terima kasih.

Setelah semua selesai, mereka pun kembali ke hotel. Saat Xabiru memberikan perhiasan yang tadi mereka beli kepada Kirana, wanita itu tampak begitu terharu dan kedua netranya langsung berkaca-kaca.

"Terima kasih banyak, Nak. Rasanya ini terlalu berlebihan untuk ibu."

"Tidak, Ibunya Gadis berarti ibu saya juga. Jadi,saya memiliki kewajiban untuk membahagiakan ibu dan juga Gadis. Saya berjanji akan selalu menjaga Gadis dengan baik, bu."

"Lusa kalian akan menikah, ibu berharap kalian berdua akan bahagia dan pernikahan kalian akan selalu rukun dan langgeng tanpa adanya orang ketiga."

"Amin!" sahut Xabiru dan Gadis bersama-sama.

**

Sementara itu, sepulang dari hotel Melinda langsung mampir ke sebuah mini market untuk membeli bahan makanan. Nanti malam ia akan menjamu tamu istimewa. Sejak Xabiru memutuskan untuk menikahi Gadis dan membuat Melinda kehilangan calon menantu impian, ia bertekad untuk memilih calon suami yang tidak kalah saing dengan Xabiru untuk Dara.

Dan, piihannya jatuh kepada Jerry. Seorang pengusaha muda yang tak kalah sukses dengan bisnis propertynya. Selain itu Jerry juga adalah pemilik waralaba dari rumah makan yang cukup terkenal. Sehingga, tidak kalah untuk urusan keuangan.

Setelah selesai berbelanja, Melinda pun langsung pulang. Namun, dia merasa terkejut saat melihat Hans ada di ruang keluarga dengan wajah penuh kemurkaan.

"Loh, Mas. Kok sudah pulang?"

Tanpa menjawab pertanyaan sang istri, Hans pun langsung berdiri dan menampar Melinda dengan kuat.

"Aw! Apa salahku, Mas?!" seru Melinda.

"Masih bertanya apa kesalahanmu? Aku menyuruhmu untuk memberikan hadiah kepada Gadis. Bukan menghina dia dan Kirana!" hardik Hans.

Melinda menelan salivanya, 'Pasti anak kemarin sore itu sudah mengadu pada Hans,' gumam Melinda.

"Gadis ke kantorku bersama Xabiru. Dan dia mengembalikan perhiasan ini! Apa kau bisa memberikan barang dengan baik tanpa menimbulkan kekesalan? Tanpa menimbulkan keributan? Mungkin benar kata Xabiru, selama ini aku hanya mendengar dari sebelah pihak. Dan selama ini hanya ucapanmu yang aku dengarkan. Sekarang aku sangsi mana yang benar dan mana yang dusta dari semua yang telah kau katakan selama ini."

"A-aku, aku hanya terbawa emosi karena anak perempuanmu itu bersikap tidak sopan kepadaku. Dia memang tidak pernah bisa menghargai orang lain yang lebih tua. Aku jadi terpancing emosi dan akhirnya aku melemparkan perhiasan itu pada Gadis."

Hans mengembuska napasnya dengan kasar. Ia merasa sangat kesal.

"Kekacauan selalu terjadi jika kau berhubungan dengan putrimu yang satu itu. Mengapa tidak kau lupakan saja dia sebagai anakmu. Toh, kau masih mempunyai empat anak yang lain dariku, kan? Jadi, lupakan saja dia."

"Sekali anak tetaplah anak. Dari dulu sampai sekarang dan sampai kapanpun dia adalah tetap anakku, darah dagingku!"

"Kalau kau memang menganggapnya anak, kau tidak pernah juga memperhatikannya, kan? Jadi, tanpa kau sadari sebenarnya kau memang sudah membuangnya!"

"Kau...!"

Tangan Hans sudah terangkat kembali, namun apa yang dikatakan Melinda benar. Selama ini dia memang kurang memperhatikan Gadis. Bahkan, terkesan ia pilih kasih. Hans mengempaskan tubuhnya ke atas sofa. Perlahan ia menarik napas panjang dan melepaskannya. Pikirannya benar- benar kalut luar biasa sekarang. Ada setangkup penyesalan yang ia rasakan. Namun, semua tidak ada gunanya. Penyesalan selalu akan datang terlambat.

"Ayah sudah pulang!"

Hans menoleh, tampak Arsea berlari menghambur ke dalam pelukannya. Anak itu rupanya baru saja terbangun dari tidur siangnya.

"Hai, Nak. Kemarilah," kata Hans.

"Aku mendengar suara Ayah. Jadi aku terbangun, kenapa Ibu duduk di lantai?"

"Tidak, ibu tadi terjatuh karena membawa banyak sekali belanjaan," dusta Melinda. Ia pun segera bangkit dan membawa belanjaannya ke dapur, meninggalkan Hans bersama Arsea.

Melinda benar-benar merasa kesal luar biasa. 'Lihat saja nanti, aku akan membalasmu,' gumam Melinda dalam hati. Ia pun kemudian fokus untuk menyiapkan makan malam untuk menyambut calon menantu yang baru.

**

Jerry adalah seorang pemuda yang tampan dan mapan di usianya yang baru 31 tahun. Ayahnya memberikan banyak modal untuknya membangun bisnis setelah ia menyelesaikan kuliahnya di luar negeri. Dara yang hendak dijodohkan dengan Jerry hanya mampu untuk duduk dan tidak kuasa untuk melawan pada kehendak ibunya. Dalam pertemuan dua keluarga itu, Melinda lah yang mendominasi pembicaraan.

"Dara ini cantik sekali, ya." puji mama Jerry sambil menatap Dara.

"Tentu saja, jeng. Dia ini kuliahnya saja rajin sekali. Sebentar lagi lulus dan dia akan langsung bekerja di perusahaan ayahnya, iya kan, Mas?"

"Iya, betul dia akan bekerja di perusahaan saya nantinya."

"Bukannya ada anak lelaki ya, jeng Mel?"

"Anakku itu mandiri. Dia nggak mau tinggal enak, katanya laki-laki itu perlu berjuang dari bawah."

"Kalau soal itu benar, Jeng. Jerry juga dulu berjuang dari bawah meskipun modal dari Papanya. Tapi, tanpa keuletan tidak akan bisa seperti sekarang, toh."

"Betul sekali."

"Jadi, bagaimana jeng, soal perjodohan anak-anak kita?"

"Aku tidak mau, bu!" sahut Dara tiba-tiba membuat semua mata menatap ke arahnya.