webnovel

BAB. 3 PESAN LELUHUR WARISAN BUDAYA

Saat usianya menginjak masih di kisaran Dua Puluh Dua tahun, menyelesaikan Pendidikan Strata tingkat Satu, menjadi Tokoh Pemuda yang sangat di Hormati dan di Segani di Desa Kelahirannya.

Dengan Pengetahuan, wawasan dan keterampilan yang dimiliki menjadi isyarat agar dirinya merantau ke negeri seberang yang lebih maju akan cakrawala.

Mendapat tamparan keras, karena sebab penolakan dari ayah dan ibunya sebagai orang tua yang masih sangat mampu membantu memenuhi kebutuhan hidupnya supaya semua keluarga dapat rukun dalam satu atap tempat tinggal.

Namun demikian namanya Narendra Sanggrama dengan penuh tekad dan keyakinan akan tetap melangkahkan kakinya ke negeri seberang sebagaimana rencana mulanya.

Tepatnya di daerah Jawa Tengah, Narendra Sanggrama membaur dengan kearifan lokal, selain becocok tanam sayuran, padi juga beternak di desa tempat kakek neneknya berada.

Narendra Sanggrama memberikan dampak positif karena ikut serta campur tangan dalam kompetisi pemilihan pemenangan calon kepala desa.

Terlalu pakar dalam menata, dan mengelola pemerintahan Narendra Sanggrama adalah orang yang ahli dalam strategi politik yang sebelumnya juga sempat memenangkan pemilihan kontestasi anggota dewan perwakilan daerah di Selatan Sumatera, mengingat hal tersebut adalah bagian kelamnya yang tidak di ceritakan yang justru menjadi aib daripada politik panas akan membuat banyak perpecahan di semua pihak demi kekuasaan.

Narendra Sanggrama di majukan menjadi Kepala Tim Pemenangan Kepala desa di Tempat kakek neneknya di Jawa Tengah, wilayah teritorial yang terkemuka akan bukit morotopo.

Pamannya yang tidak lain memberi dukungan penuh agar selama mendiami desa kakek neneknya dapat memberi banyak perbedaan yang positif.

Analisisnya yang tajam pada saat itu memenangkan calon kepala desa bernama Dharma Kusuma melalui strategi tiga calon pemecah suara lawan membuat nama Narendra Sanggrama di kenal masyarakat setempat.

Figur yang baik, program yang tepat sasaran, dan komunikasi yang terjalin adalah kunci daripada pemenangan kepala desa, yang semua kebijakan nantinya harus di wujudkan karena menjadi harapan rakyat dalam proses pemilihan penentuan kepala desa.

Kakak sepupunya yang bernama Panji Prawira ikut menyanjung bakat yang dimiliki oleh sang adik, berharap adiknya dapat maju dan berkembang dalam kehidupan di masa mendatang sudah barang tentu harus dipersiapkan sejak dini.

Panji Prawira mengajak Narendra Sanggrama ke Bukit Morotopo yang penuh dengan mitos, mistis dan energi spiritual kepercayaan masyarakat jawa tengah di sekitaran wilayah tersebut.

Selain dianggap dapat menenangkan pikiran, merileksasi otak, dan menjernihkan pikiran bukit morotopo adalah bagian dari budaya yang harus di jaga akan kelestariannya.

Tersebutlah sejarah bahwa di bukit morotopo adalah bukit yang pernah di diami raja-raja di tanah jawa dahulu yang mengasingkan diri guna berharap anak cucu kelak dapat lebih baik lagi dalam melestarikan dan mewujudkan nilai-nilai luhur cita-cita bangsa.

Perjalanan yang terjal terasa tidaklah mudah dilalui, kaki bukit yang di daki dari dasar mencapai lebih dari Tiga Kilometer atau bisa diperkirakan Tiga Ribu Kaki dari pada puncak bukit tersebut.

Semua yang dipercaya dan di yakini memiliki keinginan yang kuat dan bersih akan mampu sampai tanpa terasa lelah dan letih.

Mulanya Panji Prawira dan Narendra mengunjungi Bukit Morotopo hanya sebagai bentuk rekreasi religi yang sama sekali tidak mempunyai tujuan yang kuat untuk dapat berharap sesuatu hal apapun seperti halnya masyarakat yang datang pada umumnya.

Melewati pemukiman warga, daerah terasiring, jalan persawahan dengan sepanjang jalanan di kaki bukit yang berliku-liku tajam tak pernah menyurutkan hati dan niatan mereka berdua.

Setelah tiba di kaki bukit mendakilah keduanya berjalan selangkah demi selangkah yang tanpa terasa saat perjalanan mendaki mereka berdua mendengar suara adzan berkumandang di tengah hari hingga kemudian selepas adzan, mereka berdua yang masih terus secara berangsur-angsud mendaki puncak bukit morotopo terjadilah hal-hal mistis yang amat nyata.

Panji Prawira rupanya di masuki sosok leluhur bangsawan dari garis keturunan mereka berdua.

Tidak terlihat seperti orang yang sedang kerasukan, dengan suara yang terbata-bata dan terkesan ngawur justru saat di masuki roh leluhur dari bangsawan silsilah leluhur mereka Panji Prawira yang dengan Jelas Roh tersebut menekankan suara pada kerongkongan tenggorokan mengisyaratkan wahyu atau wangsit bagi kepercayaan budaya jawa, bukan dalam perilaku kejang-kejang tidak jelas dan lain sebagainya.

Narendra Sanggrama sudah membaca isyarat yang datang dengan cara yang halus sebagaimana seperti keduanya sedang asyik berbicara santai saja.

Panji Prawira yang di masuki roh bangsawan jawa secara silsilah adalah bangsawan jawa yang bergaris darah menurun kepada mereka mengungkapkan bebedapa Pesan terkait kata tersirat tentang masa depan Narendra Sanggrama, Pertama Narendra Sanggrama alangkah lebih baik apabila menata kehidupan di bagian pulau jawa, Kedua Narendra Sanggrama sepanjang kiprahnya hanya akan mendapati cinta sejati gadis berdarah sumatera dan jawa saja, ketiga Narendra Sanggrama paling baik berkarir dan berkontribusi dengan pengalaman yang kelak di dapat untuk kepentingan masyarakat jawa dan menikahi gadis berdarah jawa laksana akan mendapati anugerah berupa kemuliaan, kehormatan dan kemakmuran dalam menata kehidupan ke delan yang lebih baik.

Semua pesan telah tersampaikan secara tiba-tiba keduanya seperti tidak terjadi hal apapun sepanjang jalan mendaki bukit morotopo.

Sesampainya di Puncak Bukit Morotopo keduanya disambut baik oleh Juru Kunci Bukit Morotopo, ada hal yang jelas di ketahui oleh juru kunci bahwa selama perjalanan menuju ke puncak terjadi sesuatu hal terhadap keduanya.

Secara mistis Narendra Sanggrama yang di ceritakan memiliki darah langsung melalui dua jalur sekaligus antara ayah dan ibunya yang masih keturunan bangsawan leluhur jawa terlihat di dampingi secara tak kasat mata oleh yang di sebut pendamping halus penuntun Narendra Sanggrama.

Lantas selanjutnya Panji Prawira dan Narendra Sanggrama melakukan Ibadah Sholat Zuhur terlepas keduanya bersuci dengan air wudhu yang telah tersedia di sekitaran Puncak Bukit Morotopo.

Narendra Sanggrama dengan dingin menyaksikan keanehan yang nyata melihat tokek sejenis binatang melata yang hinggap di dinding tempat bersuci air wudhu sebesar ukuran buaya dewasa, namun dirinya hanya tersenyum seraya bersuci dengan air wudhu di tempat yang telah di sediakan.

Melalukan Sholat bersama dengan khusyuk dan tawaduk kemudian mengirim do'a kepada leluhur mereka, Narendra Sanggrama sempat di tegur oleh pengunjung yang juga khusyuk melakukan perjalanan religi dibukit morotopo bahwa seandainya pulang hendaklah jangan terburu-buru.

Pulang dengab pikiran yang segar membuat mereka berdua seperti tidak ada beban pikiran dengan jiwa yang sejuk menuruni puncak bukit morotopo.

Beberapa saat sebelum turun, yang masih dalam perjalanan ke arah bawah bukit morotopo dari berbagai arah tiba-mereka di datangi oleh gerombolan orang-orang yang tidak jelas dari mana sumber asalnya.

Gerombolan tersebut secara gamblang meminta rokok yang ada di kantong Narendra Sanggrama seraya menuruni bukit hendaklah Narendra Sanggrama juga merokok sebagai tanda bahwa mereka juga adalah sama seperti Narendra Sanggrama, makhluk ciptaan yang Maha Kuasa yang juga menyukai Rokok pada umunya.

Tanpa panjang lebar dan memikirkan hal tersebut, sejenak menghidupkan rokok sembari tersenyum Narendra Sanggrama mengajak Panji Prawira bergegas menuruni Bukit Morotopo.

Selama perjalanan berekreasi atau melakukan jejak rohani Narendra Sanggrama secara Halus di pandang oleh orang yang Halus dalam memandangnya secara batin adalah orang yang spesial.

Keesokan harinya Narendra Sanggrama menyampaikan maksudnya kepada sanak keluarga dan kerabat di tempat kakek neneknya di Jawa Tengah, sekitaran Bukit Morotopo tentang keinginannya yang ingin melanjutkan perjalanan merantau ke negeri seberang dengan tujuan tertentu.

Sebelum meninggalkan kampung halaman kakek neneknya Narendra Sanggrama menemui pamannya yang mengasingkan diri di suatu tempat yang juga berada dekat dengan daerah kakek neneknya.

Benar bukan kepalang memang ada hal yang ingin di sampaikan oleh pamannya yang mengasingkan diri, Narendra Sanggrama diminta agar menjadi pemuda yang gigih dan tak berputus asa, jangan pulang sebelum tujuan seorang Narendra Sanggrama tercapai. Meninggalkan daerah Bukit Morotopo di Jawa tengah singgahlah hingga beberapa bulan di daerah Semarang Kota, Narendra Sanggrama menjadi Dosen Muda atau Junior Teacher yang mengajar Mahasiswa dan Mahasiswi di Universitas Katolik Semarang dengan Pembelajaran studi Komunikasi, Teknik Komputer Jaringan, Pancasila, Public Relation, dan Hubungan Kemasyarakatan Sosial.

Hanya beberapa bulan saja, sekalipun keadaan sehari-hari dapat terlaksana dengan baik, mendapati rumah dinas, dan berbagai keperluan hidup seadanya karena upah minimum yang masih kecil di daerah jawa memang nyatanya Narendra Sanggrama Harus mencari Pengalaman yang lebih menantang di kemudian hari meskipun dengan resiko daya saing yang tinggi di Kota yang Lebih Maju.

Untuk itulah Narendra Sanggrama memutuskan mengarahkan kompas perjalanan melalang-buana ke daerah Metrololitan Ibukota Jakarta.