Aku mengeluarkan kunci rumah yang diberikan bibi Lily padaku semalam, menghela napas sebentar, sebelum memutuskan membuka pintu depan. Begitu masuk, aku menutup pintu itu hingga tertutup rapat. Bunyinya langsung bergema di seluruh penjuru rumah, tapi saat gema itu hilang, rumah ini seolah-olah kembali pada keadaannya yang semula, hanya keheningan dan kekosongan.
Samuel hanya membantu membawa barang bawaanku. Setelah itu, dia memutuskan untuk pergi karena memiliki sebuah urusan, meninggalkanku sendiri ditempat terpencil ini.
Dan untuk beberapa lama, aku diam di ruang depan yang gelap. Rasanya aku ingin ditemani, tapi aku juga ingin sendirian.
Dari suatu sudut yang gelap di rumah itu, tiba-tiba sebuah jam berdentang, suaranya memunuhi seisi rumah dan membuatku sedikit terkejut. Setelah rasa terkejut itu hilang, aku mulai mencoba untuk melihat-lihat isi rumah ini.
Di ujung ruang depan, tepatnya di sisi kiri, terdapat sebuah tangga lebar dari kayu, dan di dekat tangga, ada sebuah lorong yang mengarah langsung ke dapur utama. Ada beberapa ruangan lain, tapi semua pintunya tertutup. Aku menekan saklar lampu ruang depan, seketika cahaya terang memenuhi ruangan, dan kupikir tidak ada salahnya memeriksa setiap ruangan satu persatu.
Akibat dari perkataan Samuel tempo lalu dan tatapan khawatir bibi Lily, membuatku menjadi berkhayal macam-macam tentang keadaan rumah ini. Tapi mungkin saja ini hanyalah sebuah rumah tua yang dipenuhi sarang laba-laba dibeberapa sudut, dan beberapa debu yang masih menempel.
Aku mulai berkeliling ke ruang santai, ruang tamu, ruang makan, dan ruang kerja, aku tidak menemukan sesuatu yang aneh maupun tidak menyenangkan. Selain ruangan-ruangan itu terasa sangat lembap, dan menebar bau yang sedikit tidak sedap dimana-mana, yang lazimnya terjadi apabila rumah dibiarkan tidak terurus dalam waktu lama, entah kapan kali terakhir orang suruhan bibi Lily membershikan rumah ini. Yang aku tahu, pasti sudah cukup lama, mungkin sekitar beberapa minggu lalu.
Perabotannya terlihat kuno. Namun, aku yakin masih sangat kuat, bagus, dan cukup terawat, meskipun sebagian besar perabotan rumah itu jelas-jelas jarang digunakan, mungkin sudah bertahun-tahun. Di setiap ruangan, terdapat lemari berpintu kaca yang berisi beberapa buku tua, ada juga lukisan-lukisan besar yang terlihat suram, serta beberapa potret yang juga tampak suram.
Terlihat hari sudah beranjak malam, dan entah mengapa aku mulai merasa lelah. Tapi, aku memutuskan untuk berkeliling sebentar lagi di dalam rumah, melihat-lihat setiap ruangan secara sepintas sembari menghapalnya, tapi tidak ketemukan satu pun yang menarik dari rumah ini. Rumah ini hanya tampak menakjubkan dalam satu hal--yaitu lokasinya ditempat yang terpencil. Dari setiap jendela--terdapat jendela besar dan tinggi dibeberapa ruangan--tampaklah pemandangan danau yang membeku dan pepohonan yang mengelilingi rumah.
Dan matahari sudah terbenam, sinarnya redup, badai salju terlihat mulai semakin tebal. Aku memutuskan menurunkan semua kerai jendela, membiarkan ruangan terisi oleh cahaya lampu. Aku tidak habis pikir, bagaimana seseorang sanggup melalui hari-hari dalam sepinya rumah ini, apalagi jika harus tinggal selama bertahun-tahun. Aku pasti sudah gila--dan aku masih tidak berpikir untuk apa ibuku membeli rumah yang berada sangat jauh dari kota. Tapi ada suatu perasaan aneh yang terasa saat menempati rumah ini sendiri, sebuah rasa nyaman, tanpa kebisingan suara kendaraan maupun orang-orang yang saling berteriak.
Tapi sudah cukuplah untuk hari ini. Aku memutuskan membawa koperku ke ruang kamar tidur, membiarkan barang bawaan lain di ruang depan, karena besok Samuel akan kemari untuk membantuku. Memilih kamar yang terlihat paling bersih dan layak untuk kutempati sepanjang malam yang sunyi ini.
Setelah membersihkan diriku, aku memutuskan menaiki tempat tidur yang terasa sangat nyaman. Meskipun terlihat sudah tua, tapi tempat tidur ini masih dikatakan layak untuk kutiduri. Beberapa selimut tebal yang bersih kutemukan sebelumnya disebuah lemari tua disudut ruangan ini.
Kantuk pun mulai menyerangku, aku menarik selimut menutupi tubuhku. Mulai memejamkan mataku, dan memikirkan hal apa yang akan aku lakukan selama tinggal disini. Mungkin aku bisa melanjutkan tulisan untuk bukuku selanjutnya, meskipun aku belum seterkenal ibuku, tapi aku tidak kalah hebat dengannya. Dan kantuk pun mulai menyerangku, memutuskan untuk menyerah dan membiarkan diriku terbawa ke alam mimpi. Ditemani suara dari badai salju yang semakin kencang diluar sana. []