webnovel

Chapter 56

Lizzy mengerutkan kening tidak percaya dengan bualan Sandrov. Dia bertanya-tanya perumpamaannya seperti seekor belut.

"Belut? Makhluk yang suka menggeliat-geliat dan licin seperti lem?" tebak Lizzy suara meninggi.

"Kau tahu belut rupanya. Mengejutkan."

"Oi!"

Lizzy berpikir keras supaya bisa akrab dengan pemuda di penjara. Dari tampangnya, Sandrov terlihat tidak menyeramkan seperti biasanya. Hanya saja, tubuhnya dipenuhi luka lebam. Baik itu bekas cambukan atau sayatan dari orang-orang menyiksanya. Lizzy tidak dapat berkomentar soal ini.

"Seandainya saja Rastophier di sini," gerutu Lizzy.

"Rastophier?"

"Kau tidak tahu ya. Biar kuceritakan!"

~o0o~

Lizzy bercerita bahwa Rastophier ini dulunya seorang ksatria yang loyal terhadap Kerajaan. Bahkan dia menaruh hati pada seorang putri. Akan tetapi, dia dikhianati dan dibunuh oleh Kerajaan. Bahkan dituduh telah melakukan perbuatan pelecehan seksual terhadapnya. Akhirnya, Rastophier meninggal dunia secara tragis. Sampai muncullah seorang laki-laki bernama Rey.

Rey terbangun di sebuah hutan yang jauh dari hutan kematian. Hutan itu di penuhi pohon raksasa dengan tangga kecil yang melingkar menuju ke atas. Ribuan peri kecil membawa lentera terbang menerangi hutan itu. Rey terduduk di atas rumput yang sangat lembut. Tubuhnya yang sebelumnya penuh luka kini hilang tak berbekas, bahkan tenaganya kembali pulih seperti semula.

"Aku ada di mana nih?" Rey mengedarkan pandangannya bingung.

"Kau sudah bangun, Rey?" Seorang wanita cantik berkulit putih pucat, rambut pirang dengan mahkota biru di atas kepalanya berdiri di depannya. Tubuhnya seakan memancarkan cahaya hingga membuat Rey terpesona akan kecantikannya. Wanita itu tersenyum manis, ia mengulurkan tangannya membantu Rey berdiri yang juga disambut oleh Rey.

"Apa kau tidak ingin tahu kau ada di mana?" tanyanya dengan suara yang sangat lembut.

"Aku ada di mana?" ulang Rey.

Wanita itu mengajak Rey berjalan mengelilingi hutan. Rey bisa melihat peri-peri kecil berterbangan di atas pohon, hutan itu terlihat indah dan damai. Sekilas Rey merasakan ketenangan di sana.

"Ini adalah hutan para peri," tutur wanita itu, "dan aku adalah Dewi Cahaya sekaligus keajaiban, Ghulene. Sekarang, aku adalah penjaga dan pelindung hutan ini."

Mereka berjalan berdampingan, melewati sungai kecil bertabur bunga yang jatuh dari atas pohon di sepanjang arus.

"Bagaimana bisa aku sampai di sini? Bukankah aku seharusnya ada di hutan kematian bertarung melawan para monster milik the Blind Angel Snake?" tanya Rey dengan suara rendah, mengikuti tiap langkah Dewi Cahaya, Ghulene.

Ghulene mengekspresikan diri untuk tersenyum. Dia berbalik pada Rey dan berkata, "Aku yang membawamu kemari."

Ia mengangkat tangannya lalu daun-daun di atas pohon jatuh dan berputar di telapak tangannya, seakan menari membentuk pusaran di sana.

"Ini adalah duniaku! Seluruh kehidupan di sini bergerak atas perintahku," ujarnya menatap Rey. "Aku tahu rohmu sedang tersesat, dan the Blind Angel Snake mencabut nyawamu. Seharusnya, aku memerintahkan gereja atau pahlawan untuk membunuh makhluk itu," dia melanjutkan.

Ghulene mengangkat sedikit tangannya dan daun-daun itu terbang begitu ringan mengikuti para peri.

"Tapi kau harus tetap menyelesaikan pertarungan itu karena itu adalah kekuasaannya," kata Ghulene bernada berat.

"Tapi aku tidak bisa mengalahkan semua pasukan the Blind Angel Snake. Apalagi, monster yang dilahirkan olehnya sangatlah kuat. Sampai aku pasrah dengan nasib yang ada," sahut Rey, "apalagi sekarang aku harus melawan mereka seorang diri dan bertarung dengan sahabatku sendiri. Bukankah hidupku itu sangat tidak adil?"

Rey menundukkan kepala, mengingat terakhir kali Rastophier juga berusaha membunuhnya hingga jatuh ke jurang.

"Apa kau cemas dengan Rastophier?" tanya Ghulene bernada pelan dan lembut.

Rey mengangkat wajahnya terkejut. "Apa kau tahu apa yang terjadi padanya sehingga tiba-tiba dia beralih menyerangku?" desaknya penasaran.

Ghulene tersenyum, mengambil langkah menuju jembatan menyeberangi sungai itu. "Rastophier sudah terkena mantra sihir milik Dewa Zeorg, yang ada di pikirannya hanya bagaimana agar dia membalas dendam pada Haiden, saudaranya."

Rey mengerutkan keningnya. "Haiden?" ulangnya.

"Benar. Rastophier memiliki masa lalu yang cukup menyedihkan, terutama pada Haiden. Dan saat ini, ia melihat sosok Haiden pada dirimu atas perbuatan Zeorg," Ghulene mengungkapkan.

Rey teringat cerita Rastophier mengenai alasan dia mati. Mungkin Haiden yang dimaksud Ghulene adalah alasan kenapa Rastophier mengalami hal buruk itu.

"Lalu apa yang harus aku lakukan? Apa aku juga harus melawannya?" tanyanya.

Sesungguhnya bertarung melawan Rastophier bukanlah hal baru namun jika harus sampai menghabisinya ia tak akan mampu. Mereka sudah menghabiskan waktu bersama terlebih Rastophier memiliki pedang Gungnir yang pasti tidak mudah untuk Rey kalahkan.

"Secara harfiah, tentu kau harus mengalahkannya. Bagaimana pun juga kini dia ingin membunuhmu dan jika kau mati kau tidak akan bisa kembali ke dunia asalmu," jawab Ghulene.

Rey berhenti, sekali pun ia bisa mengalahkan Rastophier belum tentu dia dapat lolos dari para monster itu.

"Apa kau tidak bisa membantuku untuk keluar dari permainan Dewa Zeorg?" pintanya.

Ghulene berbalik pada Rey, menatapnya tajam. "Aku tidak berhak ikut campur apa yang ada di dalam kekuasaan Dewa lain, karena kami memiliki dunia masing-masing. Jika aku terlalu banyak ikut campur, itu sama saja menghancurkan keseimbangan yang sudah ditetapkan."

Rey tertunduk lesu. Dirinya mengaku tidak tahu harus kepada siapa lagi meminta bantuan. Terutama Ghulene yang menolaknya karena tidak mau ikut campur.

"Tapi aku akan membantumu mendapatkan kembali sahabatmu," tutur Ghulene.

Ghulene mengambil sebuah kristal dari para peri yang mendekatinya. Kemudian, Dewi itu memberikannya pada Rey.

"Itu adalah Diamond Light milik kerajaan peri, kau akan membutuhkannya untuk mencari jalan keluar dari hutan kematian. Selain itu, tunjukkan kristal itu pada Rastophier saat dia benar-benar berada dekat denganmu maka mantra Dewa Zeorg akan musnah," Ghulene menjelaskan.

Rey menatap Diamond Light yang ada di tangannya. "Terima kasih," ujarnya.

Dewi keajaiban pun tersenyum puas. "Sekarang sudah saatnya kau kembali dan menyelesaikan tugasmu, kalahkan mereka dan kembalikah ke tempat asalmu," katanya sambil mengangkat tangannya di depan wajah Rey.

Rey melihat sebuah cahaya terang menyilaukan mata dan semua menjadi tak terlihat. Tiba-tiba ia terperanjat dan mendapati dirinya sudah berada di hutan kematian.

Tempat itu tetap sama seperti terakhir kali sebelum ia tak sadarkan diri. Berkabut dan senyap. Rey berusaha bangun tapi ia merasakan tubuhnya terasa berat dan sakit. Ia teringat, luka di tubuhnya cukup banyak.

Dengan bertumpu pada pedang pemberian Rastophier, ia berdiri. Tiba-tiba Rastophier melompat dari atas menyerangnya menggunakan pedang, Rey menahan pedang Rastophier di lehernya hingga ia jatuh tersungkur ke belakang.

"Sial! Tenaganya terlalu besar," erangnya mempertahankan posisi pedang itu agar tidak sampai memotong lehernya.

Rey menoleh ke samping mencari Diamond Light pemberian Dewi Keajaiban, kristal bening itu terjatuh tak jauh darinya saat Rastophier menyerangnya tiba-tiba. Tetapi, dia tidak tahu bagaimana cara menggapai benda kecil itu.

"Aku akan menghajarmu kalau kau sudah sadar!" tukasnya sambil mendorong Rastophier sekuat tenaga.

Rastophier terjatuh ke belakang dan Rey menendang dadanya menjauh. Rey segera berguling mengambil kristal tersebut, saat ia berbalik Rastophier sudah ada di depannya. Rastophier mengacungkan pedangnya siap menikam Rey, Rey menutup matanya sambil menunjukkan Diamond Light kepada Rastophier. Dia terpaku, matanya silau melihat cahaya dari kristal itu lalu pikirannya yang kosong kembali seperti semula. Dia terkejut saat sadar ia tengah berada di atas tubuh Rey yang sedang memejamkan matanya sambil mengacungkan pedang.

"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Rastophier.

Rey membuka mata, bersirobok dengan tatapan bingung dari Rastophier. Ia hendak membuka mulutnya tapi sadar jika mata pedang Rastophier masih di depan mukanya.

"Bisakah kau jauhkan pedangmu dari wajahku?" pintanya yang langsung dituruti oleh Rastophier.

Rastophier menarik badannya dari atas tubuh Rey, ia duduk di sampingnya. Rey bernapas lega, kristal pemberian Ghulene berhasil mematahkan mantra Dewa Dewa Zeorg. Rey menegakkan punggungnya. "Persephone memberimu mantra agar kau membunuhku," ucapnya tanpa memandang Rastophier.

Rastophier terperanjat mendengarnya. "Benarkah?" tanyanya tak percaya.

Rey mengangguk. Tiba-tiba raut wajahnya berubah kesal mengingat apa yang barusan Rastophier lakukan padanya. "Apa kau tidak ingat barusan kau hampir membunuhku dengan pedangmu?" gusarnya.

"Maaf!" ujar Rastophier dengan raut wajah bersalah.

Rey menghela napas kasar. Ia menatap ke depan memandang pohon-pohon di hutan yang hangus terbakar ulah para monster elemen api.

"Aku sempat berpikir kita tidak akan bisa keluar dari tempat ini. Keinginanku untuk kembali ke tempat asalku rasanya sangat mustahil. Jadi aku akan menemanimu," ungkap Rey setelah memikirkan apa saja yang sudah mereka lalui di hutan kematian.

Rastophier menepuk pundaknya pelan. "Jangan takut! Aku berjanji akan membantumu keluar dari tempat ini apa pun yang terjadi," tukasnya yakin.

Rey menoleh dan mengangguk mantap.

"Apa kau tahu ke mana kita harus pergi?" tanya Rastophier.

Rey mengeluarkan kristal miliknya, menunjukkannya pada Rastophier. "Ini adalah Diamond Light, aku tidak sengaja bertemu dengan Ghulene, Dewi Keajaiban. Dia akan memberikan ini padaku agar bisa menunjukkan jalan keluar dari sini."

"Bagus! Kalau begitu kita segera pergi," tukas Rastophier sambil berdiri.

Mereka kembali berjalan menyusuri hutan dan keluar dari jurang. Sampai di atas mereka di sambut oleh monster tinggi besar. Rey melakukan posisi siaga dengan Rastophier di sampingnya.

Monster itu memukul ke tanah, Rey dan Rastophier melompat ke arah berlawanan. Rey berguling menghindari serangan, ia segera bangun mengacungkan pedangnya ke depan.

"Aku punya hadiah untukmu, Rey!" tukas monster itu dengan suara beratnya.

Monster itu menyatukan telapak tangannya, saat ia memisahkan tangannya terbentuklah sebuah cambuk yang terbuat dari api. Rey tercengang. Monster itu tertawa lebar melihat raut wajah takutnya.

"Persiapkan kematianmu!" ujarnya lalu mencambuk dan membakar pohon serta tanah di depannya.

Rastophier mengambil langkah menuju Rey namun langkahnya tertahan ketika ia merasakan kehadiran lain di belakangnya. Ia berbalik, beberapa Ksatria tengah berdiri menatapnya tajam.

Rastophier mengurungkan niatnya, ia menghadap ke arah para Ksatria itu yang tidak mungkin membiarkannya pergi begitu saja.

"Pangeran Rastophier dari kerajaan Legolas. Saat pertama kali kita bertarung, kami yakin kau juga adalah seorang Ksatria. Namun ketika kami melihat pedangmu, kami tahu kau bukan Ksatria sembarangan," ungkap salah satu dari mereka dengan suara rendah.

Rastophier bungkam, ingin tahu apa yang para Ksatria dengan kemampuan pedang tingkat tinggi itu inginkan.

"Sayang sekali, kami kemari untuk membunuhmu sekaligus mencoba seberapa kuat pedang yang kau miliki," sambungnya.

"Bagus! Kalau begitu aku tidak akan sungkan," balas Rastophier. Ia menggenggam kuat pedangnya, mengaktifkan Blue Sword Light.

"Kau sangat berani meskipun kami bukan Ksatria sembarangan. Kami adalah roh dari para Ksatria terdahulu, jadi jangan salahkan kami jika kau tidak bisa bangkit lagi," sahut Ksatria itu.

"Tidak akan!"

Para Ksatria itu maju dan menyerang Rastophier secara bergantian. Pertarungan antara pengguna pedang pun terjadi. Ksatria itu melesat dengan cepat dan lincah menyerang Rastophier, Rastophier hampir tak dapat mengimbangi mereka. Ia seakan melawan ribuan pedang dari mereka.

Rastophier terdesak mundur, ia bertumpu pada pedangnya. Napasnya tersengal-sengal kelelahan.

"Kau tidak akan mampu mengalahkan Shadow Swords milik kami," ujar mereka.

Rastophier melihat Rey dari sudut matanya. Sahabatnya itu tampak bisa mengatasi cambuk api milik monster itu, ia tak perlu khawatir meski Rey sulit mengalahkannya. Rastophier kembali mengangkat pedangnya.

"Aku tidak akan menyerah!"

Ia maju dan menyerang mereka. Para Ksatria itu pun semakin mempercepat gerakan pedangnya, beberapa kali Rastophier terkena serangan. Tangan dan tubuhnya terluka mengeluarkan darah namun ia tetap bertahan menyerang mereka menggunakan Lv Infinite.

Perbedaan jumlah membuat Rastophier harus berjuang lebih keras. Tenaganya terus berkurang seiring makin lama ia menggunakan kekuatannya.

"Ugh!" Lagi-lagi ia tergores oleh pedang dari salah satu milik mereka.

Rastophier tetap bertahan untuk berdiri dan melawan serangan mereka semampunya. Pandangannya mulai mengabur, konsentrasinya hilang semakin banyaknya luka yang ia terima.

"Kau sudah kalah, pangeran!" ujar mereka.

Rastophier bertumpu pada pedangnya, ia terbatuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya. "Cih, apa kalian tidak bisa melihat aku masih sanggup berdiri. Itu artinya aku belum kalah," balasnya.

Salah satu dari mereka maju, dengan gerakan cepat ia melesat ke arah Rastophier sambil mengarahkan pedangnya. Rastophier ambruk, kesadarannya tinggal sebagian.

"Kau adalah seorang Ksatria hebat, sayang sekali kau harus tewas!" tukas salah satu dari mereka.

Mereka menaiki kuda lalu meninggalkan Rastophier begitu saja. Rastophier melihat ke arah Rey, mengangkat pedangnya dan melemparnya tepat ke jantung monster itu. Monster itu terserap ke dalam pedangnya sambil meraung, meninggalkan serpihan api di depan mata Rey.

Rey terkejut melihatnya. Diaa menoleh pada Rastophier saat pedang itu kembali pada pemiliknya. Rey berlari menghampiri Rastophier yang tergeletak di tanah.

"Hei, apa yang terjadi padamu?" Rey duduk di samping Rastophier.

Rey mengamati sekujur tubuh Rastophier dipenuhi luka. Ia menebak sahabatnya itu pasti baru saja melewati pertarungan yang sangat hebat.

"Sepertinya aku tidak bisa menepati janji untuk membantumu sampai keluar dari tempat ini," kata Rastophier dengan lemah.

"Tidak! Bertahanlah, aku tidak akan keluar dari sini tanpamu. Kita akan keluar bersama-sama, aku tidak akan meninggalkanmu di sini," sahut Rey cemas.

Rastophier mengambil pedangnya, menyerahkannya pada Rey. "Ambillah! Ini akan berguna untuk membantumu mengalahkan mereka semua," tukasnya.

Rey menerima pedang Gungnir pemberian Rastophier. Ia menunduk sedih, "Aku minta maaf. Aku sudah banyak merepotkanmu."

Rastophier tersenyum tulus dan menepuk bahu Rey. "Kau sudah banyak memberiku pelajaran mengenai persahabatan dan keyakinan, kau pantas mendapatkan apa yang bisa kuberikan termasuk pedang Gungnir," terangnya kemudian matanya terpejam.

Rey menggenggam kuat pedang milik Rastophier, menatap jasad sahabatnya. "Aku pasti bisa keluar dari hutan ini dan menagih Dewa Zeorg untuk menghidupkanmu kembali," janjinya.

~o0o~

Kabar kematian Rastophier sudah terdengar sampai pada Dewa Zeorg bahkan ia tahu semuanya. Ia tertawa lebar di dalam kerajaannya. Sudah sering Dewa kematian itu menyaksikan kematian para petarungnya tanpa diliputi rasa bersalah. Akan tetapi, kematian Ksatria ini sungguh lebih menyenangkan baginya. Zeorg semakin yakin, apa yang ada di dalam kekuasaannya akan selalu berakhir sesuai keinginannya.

"Tak perlu menunggu lama untuk kematian manusia itu, sebentar lagi rohnya seutuhnya akan menjadi milikku," tukasnya bangga.

"Permainanmu belum selesai Zeorg, jika kau ingin tahu." Tiba-tiba suara lain menyahut di belakangnya.

Zeorg mempertahankan posisinya membelakangi tamu tak diundang tersebut. "Siapa kau? Berani ikut campur dalam urusanku dan membawa Ksatriaku ke duniamu," tanyanya.

Zeorg membalikkan badan, menatap Dewi Keajaiban, Ghulene yang berdiri tak jauh darinya. Bisa dia rasakan kekuatan besar dari wanita cantik berkulit pucat di depannya, dari tubuhnya memancarkan cahaya.

"Aku adalah seorang Dewi, utusan dari langit. Sekarang, aku tinggal di dunia peri untuk membimbing manusia. Kau sudah menyalahi aturan dengan menahan roh manusia agar tetap berada di kerajaanmu selamanya," balas Ghulene dengan suara lembutnya.

"Apa yang sudah masuk ke dalam kerajaanku tidak ada yang boleh keluar!" ujar Ghulene, ia mengeluarkan trisula miliknya. "Kau sudah berani masuk dan ikut campur apa yang menjadi urusanku, tidak akan kubiarkan kau turun tangan terlalu jauh!" Zeorg memperingatkan.

Tiba-tiba aura kegelapan menyelimuti Ghulene, cahaya putih dari tubuhnya berubah gelap. Matanya yang semula teduh tak memiliki ekspresi melotot tajam ke arah Zeorg. Rambutnya mengembang seiring besarnya kekuatan yang ia keluarkan. Menunjukkan bahwa dirinya pun ikut marah. "Aku tidak akan membiarkan kau semena-mena pada manusia yang masih hidup dan mengubah peraturan para Dewa," tantangnya dengan suara tegas.

Zeorg mengeluarkan petir dari trisula miliknya, menembakkannya pada Ghulene. Dewi Keajaiban mengibaskan petir-petir itu dengan mudah, ia mengangkat telapak tangannya dan dari sana cahaya yang begitu besar menghantam kekuatan Hades yang segera di tahan olehnya.

Kedua kekuatan itu tak ingin kalah, mereka sama-sama menunjukkan kehebatan mereka sampai langit di atas kerajaan Zeorg bergemuruh dan membuat pusaran yang cukup besar. Kekuatan mereka terasa sampai di langit, hingga ajudan yang selalu menemaninya, bertugas untuk menghentikan mereka berdua.

Ajudan itu memiliki baju zirah yang sangat tebal, memiliki energi sihir yang meluap-luap. Sampai memotong koneksi dua kekuatan itu dengan kekuatannya. Dewi Keajaiban menahan serangannya begitu pula dengan Zeorg.

"Hentikan!" seru Ajudan mendorong kedua pihak ke sisi berlawanan.

Ajudan itu berlutut sejenak. Dewa Kematian Zeorg memerintahkan padanya untuk berdiri diantara mereka berdua. "Kalian tidak ingin menarik perhatian para Dewa di langit dengan kekuatan kalian, bukan?" tegurnya.

Ghulene kembali ke wujud aslinya, Zeorg pun juga menghilangkan trisula miliknya.

"Aku hanya ingin kau menyerah dan mengembalikan roh manusia itu ke dalam tubuhnya," ujar Dewi Keajaiban dengan suara lembutnya.

"Aku akan mengembalikan rohnya jika dia berhasil keluar dari Hutan itu, tapi jika dia sampai tewas dan gagal ... kau tidak boleh ikut campur lagi dengan urusan kematian para roh," jawab Zeorg.

Dewi Keajaiban tersenyum manis. "Aku tidak akan ikut campur dengan semua urusan kematian."

Kemudian kilau cahaya mengiringi kepergian Dewi Ghulene.

"Kita akan lihat, seberapa kuat kemampuan manusia itu untuk bisa keluar dari sana," tukas Zeorg menatap Rey yang berjuang melalui hutan Kematian dengan menggenggam sebuah tombak kutukan.

Tidak lama kemudian, the Blind Angel Snake mulai dipanggil oleh Dewa Zeorg. Memerintahkan untuk menghisap jiwa para manusia yang membangkang.