webnovel

Chapter 43

Kiyoyasu mundur ke samping kanan. Merasakan pedangnya bergetar sangat kuat. Energi kegelapan menyertainya. Dia mencengkram gagang pedang Odachi. Tepat pada Yoriaki Nagasaki yang dirasuki oleh The Blind Angel Snake.

"Katakan padaku. Bagaimana bisa kau terbebas dari sini? Apa kau punya trik?"

"Trik? Trik katamu bilang? Kau pikir aku menggunakan ini untuk melawanmu. Tidak, tidak, tidak! Aku tidak menggunakan trik sama sekali. Aku melakukan perjanjian dengan orang itu!"

Orang itu katamu bilang? Gumam Kiyoyasu dalam hati. Sebuah pedang Odachi diayunkan secara horizontal, mengerahkan segala kemampuannya disertai sebuah hentakan kaki. The Blind Angel Snake menyemburkan racunnya. Kiyoyasu berguling ke arah kanan. Pedang Odachi dicengkram kuat, kedua kakinya merapat. Sorot kedua matanya tertuju pada The Blind Angel Snake. Kiyoyasu mengayunkan sembari berlari. Dia meyakini, makhluk seperti The Blind Angel Snake tidak suka dikendalikan. Tetapi, dia utarakan dalam hati. Semburan beracun dari makhluk itu, nyaris mengenai Kiyoyasu. Tetapi, dia melontarkan sebuah tali pada The Blind Angel Snake. Besi yang sangat tajam, berubah meleleh. Yoriaki berteriak lantang, menyebut nama Kiyoyasu berulang lagi. Sadar bahwa orang itu telah dikendalikan. The Blind Angel Snake. Dia teringat saat dirinya berhadapan dengan makhluk itu. Rupanya, Kiyoyasu kalah telak. Muramasa yang hendak membantunya, merebut kembali senjata yang dipegang olehnya. Walau demikian, dia memberikan kesempatan kedua pada Kiyoyasu untuk melatih diri.

Sejak itulah, Kiyoyasu berkelana untuk berlatih kemampuan serta mencari sebuah portal Unknown Origin Dungeon. Selain itu, Kiyoyasu menerima permintaan quest dari Dark Guild dengan nickname 'Kuro no Yami' beserta menerima quest dengan nama asli. Kiyoyasu terus berburu, membunuh hingga menerima tawaran untuk melindungi klien. Sampai dirinya mendapatkan sebuah quest. Lebih tepatnya, quest untuk menyelamatkan para siswa di sekolah akademi Daponia. Kebetulan, lokasinya cukup dekat. Sehingga hanya membutuhkan setengah jam untuk berlari. Quest yang dipilih adalah Astraldi, makhluk astral yang sudah membunuh penyihir berjubah merah. Dia mengambil kertas tersebut, memberikannya pada guild perihal misi tersebut.

"Kau pasti Kiyoyasu bukan?"

Sebuah respon dari Kiyoyasu berupa anggukan. Dia disuruh oleh ketua guild cabang untuk masuk ke dalam. Ketika masuk ke dalam, seorang pria dengan dua pengawalnya sedang meminum secangkir teh. Menikmati aroma yang dihidangkan. Mengenakan jubah emas dengan laki-laki berkumis. Rambut pendek dan hanya memiliki telinga satu. Tepat di sebelah kanan. Kiyoyasu tidak berkomentar soal cacatnya telinganya. Sebisanya untuk mengalihkan perhatiannya. Dia menunjukkan sebuah monster berukuran mini. Menyerupai seekor kelelawar dengan sayap ukuran kecil. Selain itu, bola matanya hanya memiliki satu buah di bagian tengah. Mengibas-kibas sambil menunggu perintah dari beliau. Memperlihatkan sosok transparan baru-baru ini. Kiyoyasu mendengarkan dengan seksama.

"Kau mungkin bertanya-tanya soal keberadaan mereka bukan?"

"Y-ya."

"Baguslah. Kalau begitu, kupersingkat saja," ucapnya menaburkan sihir padanya.

~o0o~

"Bohong kalau saya tidak apa-apa," ujar Tiecia membalas berupa senyuman paksa.

Wanita berusia 40an, berambut keriting mengenakan jubah lengkap dengan topi berwarna hitam. Wajahnya berbentuk segi empat, bermata coklat muda dan menatap pada salah satu guru berjubah merah dan para siswi. Sedangkan siswa lainnya berbondong-bondong memeluk atau mengecek kondisi mental para siswa yang melihat makhluk astral. Sadar bahwa mereka dapat menarik perhatian sekitarnya, gadis berambut pirang berancang-ancang untuk pergi.

"Seandainya ibu bertanya lagi, bisa langsung ke kamar asrama saya bu. Nanti saya akan jelaskan. Mau tenangin diri sejenak," gumamnya terburu-buru.

"Tunggu …"

Namun Tiecia tidak menoleh sedikit pun ke belakang. Tahu bahwa ada geng Sapphire menghampiri siswa di belakangnya. Aku tidak ingin dekat-dekat dengan mereka. Bisa-bisa, mereka menyalahkanku atas kematian di sekitarku. Aku harus bersembunyi, gumamnya dalam hati. Hingga Tiecia melihat dua pemuda sedang keluar dari batang kayu berukuran besar. Tepatnya di tengah-tengah koridor. Anehnya, orang-orang tidak menyadari kehadiran mereka. Tiecia mengekspresikan keheranannya sekaligus bingung melihat situasi semacam ini.

"Apa kau tahu maksudnya bukan?"

"Ya. Aku disuruh untuk basmi mereka bukan?"

"Betul sekali. Aku akan—"

Tanpa basa-basi, Kiyoyasu beranjak dari kursinya. Salah satu ksatria menggeram dengan sikap pria itu.

"Duduk! Atau akan kuhabisi—"

Sayangnya, sorot matanya terbelalak tajam. Celananya merembes sampai kucur ke tanah. Menimbulkan bau yang menyengat. Dari sudut pandang ksatria, aura intimidasinya menunjukkan bahwa kemampuannya tidaklah menumpul. Sebaliknya, pria itu tidak segan-segan menghabisinya tanpa keraguan sedikit pun. Ketua Guild cabang yang melihatnya, terdiam sembari mengusap keringatnya. Kiyoyasu pun pergi, membuka knop pintu tanpa keluar dari mulutnya setelah itu. Pintu didobrak dari dalam. Berjalan dengan santai. Aura yang terpancar dari anggota badannya, membuat para pemburu tidak bisa mendekatinya. Itu semua teknik yang diajarkan dalam klan Ogasawara.

Selama dalam perjalanan, dia terus berpikir bagaimana cara menyusup ke dalam sekolah akademi tanpa ketahuan orang lain. Hingga akhirnya, dia memiliki sebuah ide.

~o0o~

"Kau ingin menyusup ke sekolah?" tanya Latros.

"Yup. Aku mendapatkan informasi, bahwa sebuah portal misterius telah muncul tanpa diketahui oleh sekolah akademi. Karena itulah aku telusuri sekaligus orang yang menemukannya," jawab Latros.

Keduanya berinteraksi di sebuah hutan kabut. Hanya terdiri dari para hewan dan monster dalam keadaan tidak bernyawa. Segerombolan laba-laba memakannya hingga menyisakan tulang. Mereka menghisap dan mengunyah tanpa henti. Sampai ribuan tulang menggunung. Kiyoyasu dan Latros berjalan dengan santai.

"Tapi menyamar menjadi siapa?" tanya Latros.

"Nanti kau juga akan tahu sendiri. Selama pedang Muramasa bersamaku dan si cebol Kitsune, kita bunuh mereka tanpa ragu."

"Siapa yang kau sebut cebol?" bentak dari ras Kitsune, Baitsuna.

Latros mundur beberapa langkah. Memperhatikan Baitsuna yang mengibaskan ekor ke wajah Kiyoyasu. Merasa sebal dikatain cebol. Latros kebingungan menanggapi percakapan di antara keduanya.

"Cebol, rubahlah aku jadi sosok guru nih."

"Ogah!"

"Kenapa?" kata Kiyoyasu suara lantang.

"Soalnya kau menyebalkan, memanggilku cebol tanpa mempertimbangkan perasaanku."

Tiba-tiba, Kiyoyasu mencubit pipinya mengerutkan keningnya. Sorot kedua matanya tertuju pada Baitsuna. Mengabaikan keberadaan Latros yang mengangkat satu kakinya. Helaan napas dibuang oleh Baitsuna. Percuma saja berdebat dengan orang semacam dia. Dia memosikan diri untuk berdiri tegap. Kedua kakinya ditaruh dekat pinggang. Menyipitkan matanya pada Latros dan Kiyoyasu.

"Bagaimana kalau menyamar jadi Profesor Tristan?" usul Baitsuna.

"Aku menolak. Orang itu akan mencercaku seperti kereta kuda melaju kencang tanpa henti."

"Bagaimana dengan Pengajar secara acak? Kalau tidak salah, Profesor Read kah? Kebetulan, beliau ada keperluan di luar sekolah. Jadi—"

Namun, Kiyoyasu menutup mulutnya. Memerintahkan kepada Baitsuna untuk tidak mengaktifkan sihir penyamaran. Kemungkinan besar, dirinya ketahuan oleh Profesor Watts. Dia berdecak lidah kesal. Terpaksa keluar dari tempat persembunyian. Dia tidak ingin memaksakan diri untuk lebih jauh lagi. Terlebih Profesor Watts muncul.