webnovel

Chapter 32

Issac berlari merangkul Tiecia. Dengan langkah cepatnya, dia terus berlari. Pria berambut silver mencoba untuk menghindari dari para penganut Dark Infinity. Terlihat Reynold sedang menendang salah satu penganut tanpa ampun. Suara tertawa terbahak-bahak sangatlah nyaring. Dia terlihat antusias seperti bukan Reynold biasanya. Sebuah ayunan dari arah kanan, memotong badannya hingga terbelah dua. Salah satu penganut muntah darah, menyebutkan sebuah doa untuknya. Pria berbadan besar mengenakan jubah menemui Reynold. Retakan kedua telapak tangan mematikan mental orang baru jika dia terkena serangan.

Reynold mencengkram pedang gergajinya. Bersiap untuk menyerang segerombalan pria penganut agama Dark Infinity. Sebuah ayunan pedangnya ditangkis dengan mudah. Malaan, Pria berbadan besar bersiap menyerang tiga kali serangan secara acak. Reynold membenci pria semacam itu.

"Merepotkan," keluh Reynold.

Berulang kali Reynold mundur sampai mencari celah untuk melawan balik. Dia melemparkan botol berisikan cairan alkohol. Kemudian, kain tersebut disumbatkan ke arah pria berbadan besar. Pecahan kaca terdengar. Menghasilkan kobaran api yang sangat besar.

"Trik yang sama tidak akan ber—" sebuah ayunan di kala Reynold dari sisi kanan, memotong badan dan leher pria berbadan besar dalam sekejap.

Cipratan darah mengenai pakaian yang dimiliki Reynold. Membetulkan topi bundarnya, menarik ke langit. Mencabutnya tanpa memberikan ampunan pada musuh yang menyerang Reynold. Erangan dari mulutnya, terpancar begitu jelas dari wajahnya. Dalam lubuk hatinya, Reynold tahu bahwa menjadikan dirinya sebagai umpan bukanlah keputusan terbaik. Akan tetapi, Tiecia di sini hanyalah gadis berambut pirang. Belum lagi, ada Issac bersamanya. Meyakini bahwa pria berambut perak bisa dipercaya untuk jaga Tiecia. Tidak lama berselang, dua pria berjubah menggeram saat Reynold menginjakkan kaki kanan ke wajah pria berbadan besar.

"Siapa lagi yang kuhabisi? Mumpung tanganku gatal ingin mengalahkan musuh terkuat!"

Di sisi lain, ketika Issac membuka knop pintu di belakang Reynold, tidak ada seorang pun mengejarnya. Menganggapnya sebagai kesempatan emas untuk bersembunyi di dalam. Knop pintu diputar ke kanan, suara decitan pintu terdengar di depan Issac, mengatur ulang merangkul lengan Tiecia. Napasnya tidak karuan. Mencoba untuk melawan rasa nyeri yang dialami gadis berambut perak. Tanpa pikir panjang, Issac langsung masuk ke dalam sebuah ruangan bersama Tiecia. Pintu itu menghilang dalam sekejap.

Pria berambut perak melirik sekelilingnya. Terlihat banyak sekali sebuah tabung berisikan organ dalam tiap monster. Tidak ada tulisan numerik maupun huruf bahasa Epuni. Sebuah tabung tersambungkan melalui Menelusuri sebuah pipa penyambung di sana. Banyak sekali rak buku yang tersusun rapi. Simbol Dark Infinity tertulis di atap langit. Mendengar suara desahan dari mulut Tiecia. Sadar bahwa dia tidak bisa berdiri terlalu lama, Issac memutuskan untuk membantu dia duduk. Kedua kakinya diluruskan serta melemaskan ototnya. Tongkat sihir miliknya dikeluarkan. Mengacungkan ujung tongkatnya berupa air penghangat untuk Tiecia.

Pria berambut perak menyarungkan kembali tongkatnya. Berjalan melihat dinding penuh retak. Buih-buih gelembung mengaburkan organ dalam yang ada di dalam tabung. Sampai-sampai, sebuah patung berupa The Blind Angel Snake terpampang. Di bagian tengahnya memunculkan sebuah permata berwarna merah terang. Saat disentuh, benda itu terpental seperti buah jeli. Issac mengerutkan keningnya.

"Kau pasti penyusup bukan?"

Issac mengacungkan tongkatnya kepada pria tua memegang tongkat. Suara langkah sepatunya menuruni anak tangga. Pria berambut perak mengacungkan tongkat ke depan. Sorotan kedua bola matanya tertuju pada pria itu. Mengenakan topeng hidung mancung dan mata samping kanan. Berjalan lambat dan memancarkan aura kegelapan di sekelilingnya. Sarung tangan hitam dilepaskan, ditaruh di atas meja. Memiliki bekas kebakaran dan simbol menandakan bahwa dirinya merupakan sekte agama Dark Infinity.

"Siapa kau?" tanya Issac.

"Tidak sopan tidak mengatakan salam kepada Dewa Zeorg, Dewa kematian dan kegelapan. Anak muda sekarang tidak pernah bersikap sopan kepada orang lebih tua. Benar begitu … Tuan The Blind Angel Snake."

~o0o~

Sementara itu, Nesseus yang baru saja duduk di atas singgasasa, merasakan energi yang tidak asing. Kedua matanya terbelalak tidak percaya. Mulutnya terbuka lebar. Rambut birunya dengan bola mata sama dengan perbedaan pada bekas luka pada mata kanan.

"Yang Mulia Nesseus!" teriak salah satu prajurit berlutut dengan napas ngos-ngosan.

"Ada apa?"

"The Blind Angel Snake … The Blind Angel Snake mengamuk."

"A—"

Sudah kuduga makhluk itu akan bangkit cepat atau lambat, gumam Nesseus dalam hati. Dia tidak bisa memungkiri, bahwa ada sebuah pemicu mengakibatkan monster The Blind Angel Snake telah bangkit. Garukan kepala di atas mahkota Nesseus. Tidak percaya bahwa manusia telah melakukan hal itu.

"Edgard, bawakan senjata itu kepadaku."

"Tunggu sebentar Yang Mulia. Anda mau ke mana?"

"Kau tunggulah di sini, Perdana Menteri. Aku akan menemui Raja brengsek itu. Dia harus diminta pertanggungjawabannya."

"Kalau begitu, izinkan saya untuk menemani anda, Tuanku."

Nesseus menoleh pada seorang pria muda. Masih hijau, tetapi entah bagaimana dia tidak memiliki keraguan terhadap suatu kasus. Berambut hijau rerumputan, kulit krem dengan telinganya sirip ikan. Pada bagian punggung, terdapat sirip yang tajam. Memegang tombak trisula dari logam besi Arthriium. Logam yang didapat dari batu berwarna hijau kebiru-biruan.

"Baiklah, Sandrov. Siapkan kereta kuda untuk ke kuil segera."

"Yang Mulia Nesseus!"

Perdana Menteri berusaha mencegah beliau untuk melawan monster The Blind Angel Snake. Tetapi, jika sudah memantapkan hati, Nesseus tidak akan bisa dihentikan. Selain itu Sandrov dipilih karena seorang pembantu atau melayani kebutuhan dalam Kerajaan yang dibangun Nesseus.

Keduanya menuju pintu keluar. Dijaga oleh dua pengawal berzirah emas. Mereka berdua merapatkan kedua alas kakinya. Bersiap siaga sembari memberikan penghormatan pada Nesseus. Sandrov yang melihatnya, hanya bisa terheran-heran. Dia juga mendengar cibiran dari para pengawal dan juga para bangsawan. Ejekan dan hinaan terlontar ke telinga Sandrov. Langkah kakinya berhenti, mengepalkan telapak tangannya.

"Ngapain sih dia itu ikut bersama Yang Mulia Nesseus?"

"Mengganggu pemandangan saja."

"Orang yang tidak memiliki kemampuan bertarung, sebaiknya berhenti saja melayani Raja dan fokus menangkap ikan."

Kata-kata itulah yang sering terdengar ke lubang telinga Sandrov. Tetapi, dia mengabaikan bisikan negatif ke arahnya. Sebaliknya, Sandrov penasaran dengan Nesseus yang terus berjalan menuju ke sebuah ruangan.

Sandrov memperhatikan pintu depan dari beton. Kuil berbentuk segi empat dengan ornamen para pahlawan menyegel makhluk terkuat, The Blind Angel Snake. Tidak ada seorang pun yang jaga di sana. Membentang dengan panjang 280 kaki atau sekitar 85,3 meter. Luasnya sendiri sekitar 95 kaki atau 29 meter. Sebuah patung dari Dewi Kikmera, mengacungkan tombak trisula sambil memperlihatkan kegagahan selayaknya seorang Dewi. Sebuah tulisan dalam bahasa Epuni yang berbunyi, 'Sang Penyelamat Samudra dan Kehancuran'.

Telapak tangannya ditadahkan ke depan. Memejamkan kedua bola matanya. Pintu gerbang telah terbuka. Dia bersama Nesseus mulai masuk ke dalam. Derapan langkah kaki menginjakkan sebuah kuil besar. Setiap mereka melintas, banyak sekali patung yang berjejeran di sana. Karpet merah dibentangkan. Membentuk silang lantaran berada ada empat pintu secara terpisah. Dia memilih jalan lurus, menyentuh bagian bola pada rantai emas. Sandrov mengerutkan kening. Mengikutinya dari belakang.

"Aku akan mengambil senjata."

"Senjata anda bilang?"

"Aku tidak bisa mempercayai manusia sekarang. Kau tahu kenapa?"

Gelengan kepala dari Sandrov. Mencoba berpikir keras untuk menjawab pertanyaan dari Nesseus. Lirikan kedua mata tertuju pada sebuah kotak yang ditutupi kain putih. Di depan mata, terdapat sebuah kode sandi dalam bentuk angka. Dia menekannya, tertiuplah hembusan angin dari kotak tersebut. Muncullah sebuah tombak trisula yang dia kenakan selama ratusan tahun. Nesseus menarik napas. Mencengkram erat tombak trisula tersebut. Keluarlah pusaran angin dan air. Menyatu menjadi sebuah partikel energi yang dahsyat. Sandrov terkesima dengan senjata yang digunakan. Untuk kali pertama, dia melihatnya dengan mata kepala sendiri. Tetapi bagi Nesseus, senjata yang dia pakai adalah pemberian dari Raja terdahulu. Tombak trisula miliknya sudah patah. Dan dia tidak ingin memberitahukannya pada siapapun.