webnovel

Chapter 25

Sejak insiden dari makhluk Astraldi menyerang sekolah akademi Daponia, Kepala Sekolah Clay memutuskan untuk meliburkan pelajaran selama dua hari. Diberikan waktu untuk berkumpul bersama keluarga masing-masing. Kemudian, mereka diharuskan kembali ke sekolah akademi di hari ketiga. Sedangkan siswa atau siswi yang domisili sangat jauh dari kota, disarankan untuk tetap tinggal di asrama yang sudah tersedia. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan akan adanya investigasi dari Kerajaan.

Kepala Sekolah Clay memberikan suntikan moral berupa muncul untuk kali pertama setelah 100 tahun lamanya. Serta memberikan mantra pelindung bagi para siswa yang hendak pulang ke rumah. Kepala Sekolah Clay memerintahkan kepada para pengajar untuk menaruh golem mini di setiap tas yang mereka pakai selama pulang. Memastikan siswa maupun siswi aman selama dalam perjalanan.

Terkecuali Andrew yang kondisinya berbaring di ruang kesehatan. Dijaga oleh golem bersama Suster Pond. Berusia 45 tahun, dengan rambut panjang diikat. Ditutupi oleh kain hitam dan topi putihnya. Wajahnya penuh keriput dan beberapa bulu halus ada di pipinya. Jubah panjangnya menutupi seluruh anggota badan. Termasuk sarung tangan dan sepatu hitam tanpa hak tinggi. Ke mana-mana, selalu membawa kalung dengan simbol Dewa Ila di pergelangan tangan kirinya. Memperhatikan setiap pasien yang terluka maupun sakit. Setiap kali ada orang yang hendak dirawat di ruang kesehatan, beliau selalu sempatkan waktu untuk mengecek. Mondar-mandir ke sana kemari. Memastikan kondisinya baik-baik saja. Di waktu senggang, Suster Pond membaca buku tentang kesehatan. Buku terakhir yang beliau baca mengenai kutukan. Bukan ranah bidangnya memang. Setidaknya, Suster Pond tidak ingin dicap sebagai orang kurang terkini.

Ketika Tiecia membawa Andrew ke ruang kesehatan, ada perubahan yang nampak pada wajah pasien. Terlihat pucat dengan kedua mata berkedip secara terus menerus. Seolah-olah dirinya sedang mengalami mimpi buruk berkelanjutan. Menoleh ke samping kiri dan kanan secara spontan. Keringat dingin di sekitar wajahnya. Suster Pond menyeka keringat seraya memperhatikan cek suhu tubuhnya.

"Tidak berhasil kah?" gumamnya.

Suster Pond mengaku kesulitan untuk menemukan cara yang tepat dari efek sampingnya, tepat setelah Andrew belum sadarkan diri. Tiba-tiba, sebuah ketukan pintu dari luar. Pintunya dibuka oleh Profesor Read dan Profesor Tristan. Mereka bersama tiga siswa dan seorang pria misterius, lengkap dengan pakaian dan senjata yang aneh.

"Profesor Read! Profesor Tristan!"

"Bagaimana dengan keadaan Andrew?" tanya Profesor Tristan tanpa basa-basi.

Suster Pond beranjak dari kursi dengan nada gugup. Beliau menggeser ke samping kanan. Menunjukkan hasil yang didapat. Issac dan Reynold menatap Andrew dengan kasihan. Teringat saat Reynold menendang pemuda itu. Dia meyakini, tewasnya Glenn dan Zack di tangan para monster undead. Reynold saat itu mengambil sebuah tindakan lebih awal. Yaitu menendang tubuh Andrew ke luar portal. Mendengar suara tubuhnya terpental ke lantai koridor. Sisanya, Reynold dan Issac bergegas mengalahkan segerombolan undead dan monster lainnya di Aeckland Stronghold.

Entah kenapa, Suster Pond merasa aneh dengan interaksi antara dua pengajar dengan ketiga siswa. Termasuk pria di sampingnya hanya bersiul disertai mendongak ke atap langit. Kedua tangannya menaruh ke belakang kepala. Menikmati percakapan yang membosankan.

"Profesor, siapa pria yang ada di belakang para siswa itu?"

"Namanya—"

Tiba-tiba, telapak tangan kanan berjabat tangan dengan Suster Pond. Jabatan tangannya sangat kasar dan tidak beradab. Serasa orang itu sedang mempermainkan beliau. Anehnya, beliau merasakan adanya energi sihir elemen di sekujur telapak tangannya.

Setelah itu, pria berpakaian ninja itu berkeliling mencari sesuatu. Melangkahkan kedua kakinya, melirik ruangan yang jadul. Dindingnya diberi keramik. Supaya tidak mudah hancur. Kedua bola mata pria berpakaian ninja penasaran. Melirik setiap sudut ruangan yang ada. Dua buah lampu di depan bola mata. Terdapat juga jam dinding ditaburkan dengan bubuk sihir. Begitu nampak dan jelas. Pria berpakaian ninja mengerutkan kening. Menghampiri jam dingin tersebut. Bentuk persegi panjang berdiri tegap, memiliki motif bunga pada bagian tengahnya. Dua sisi diukir dalam bentuk tiang. Sedangkan bagian bawahnya transparan. Menampilkan sebuah pendulum yang diayunkan horizontal. Waktu sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Suara roda gerigi berputar ke kanan. Ketika telapak tangan kanan menyentuh kaca pendulum, suara orchestra dan alat musik instrumental terdengar. Berdendang sambil bernyanyi dengan penuh kesedihan. Pria berpakaian ninja mengerutkan kening. Issac dan Reynold tersentak dengan lagu instrumen tersebut. Termasuk Tiecia yang merasakan alunan musik itu. Keempatnya memejamkan kedua bola matanya. Membayangkan kesedihan yang dialami oleh tiap-tiap orang. Issac yang diusir oleh warga, Reynold pun mengalami hal serupa. Tiecia sering dibuli oleh orang-orang sejak kecil. Sampai pria berpakaian ninja merasakan kemarahan yang memuncak. Jantung berdegup kencang.

"Tuan Kiyoyasu!" jerit Profesor Read.

Namun, perkataan yang dialami oleh salah satu pngajar di sekolah akademi Daponia, tidak lantas terbangun. Anehnya, Tiecia yang baru saja bersama kedua pengajar, seketika menerima efek akibat Kiyoyasu.

"Besok temui aku jam 4 pagi di halaman sekolah. Dan bawa barang berhargamu pada kami. Jika tidak, siap-siap saja kau akan kuhancurkan saat itu juga! Apa bisa dimengerti?"

"Kau, mau pacaran denganku? Itu menjijikkan. Sana pergi kau, kutu air!"

"Dia itu iblis! Iblis yang menyamar sebagai manusia dan memakan orang-orang tidak bersalah!"

"Bagaimana rasanya keluargamu dibunuh olehku? Apa kau ingin balas dendam kepadaku?"

Berulang kali dengan kata-kata dan nuansa serupa. Reynold, Issac, Tiecia dan Kiyoyasu mengalami masa lalu yang cukup tragis. Suster Pond menoleh ke Profesor Read dan Profesor Tristan. Terbelalak kaget saat mereka berempat mengalami efek serupa. Berbeda dengan ketiga pengajar dan perawat tersebut.

"Bagaimana ini, Profesor Tristan?" tanya Suster Pond.

"Kita harus segera menghentikan jam dinding itu!"

"Tidak perlu! Biar kami atasi sendiri!" sanggah Reynold.

"Tapi—"

Meski mencegah ketiga muridnya melakukan tindakan ceroboh, entah bagaimana Profesor Tristan mempercayai tindakan dari Issac. Pemuda berambut perak memijat kepalanya sendiri. Menepuk kedua pipinya untuk fokus. Setelah itu, menarik napas dalam-dalam melalui pernapasan paru-paru. Berjalan dengan hati-hati. Menyentuh ke dalam jam dinding. Telapak tangan kanan mendapatkan sesuatu. Terasa keras dan kuat. Hingga dia berhasil mendapatkan benda yang ada di dalam jam itu. Keluarlah batu berwarna ungu. Memiliki duri yang kecil-kecil seperti seekor hewan laut. Menggelinding terus menerus. Berputar melingkar tepat berada di atas telapak tangannya. Pemuda berambut perak memberikannya kepada Profesor Read. Menyerahkan kepada beliau merupakan keputusan tepat. Seketika, suara itu mulai menghilang. Suster Pond merespon cepat dengan memberikan segelas air ke tiap siswa termasuk orang asing. Satu tegukan ditelan ke dalam tenggorokan. Tiecia, Reynold, Issac dan pria berpakaian ninja menenggaknya tidak berirama. Akan tetapi, segelas saja tidaklah cukup bagi Reynold dan Issac. Suster Pond memberikan satu gelas lagi. Menunggu satu dari dua orang akan berbicara.

"Aku … ada di mana?"

Suara pelan dari Andrew, yang terbaring di kasur. Suster Pond menghampirinya. Mengecek kondisi anak yang malang. Profesor Read dan Profesor Tristan duduk sejenak di kursi.

"Kau berada di ruang kesehatan, Andrew."

"Betul yang dikatakan Profesor Carr. Kondisimu sudah membaik kok," ucap Profesor Read mengiyakan perkataan Profesor Tristan.

Namun, reaksi Andrew berbeda 180 derajat. Sebaliknya, kedua bola matanya melirik ruangan kesehatan sangat asing. Kedipan kedua matanya secara spontan.

"Siapa kalian?"

~o0o~

Suster Pond mengecek retina, pupil melalui tongkat sihir milik beliau. Tongkat sihirnya diayunkan sembari memperhatikan perkembangan terkini dari Andrew. Sambil menunggu, Profesor Read dan Profesor Tristan duduk sambil menerangkan mengenai kisah mereka saat pertama kali bertemu. Di mulai dari pertemuan keduanya hingga menemukan sebuah istana benteng dan penjara bawah tanah yang bernama Edgeville Prison dan Aeckland Stronghold. Setelah Reynold dan Issac telah selesai berganti cerita, kedua pengajar merenung. Sedangkan Tiecia membuka mulutnya. Tidak percaya dengan apa yang barusan dia dengar. Gadis berambut pirang mendongak pada kedua laki-laki itu. Begitu beratnya mereka berjuang untuk bisa bertahan hidup.

"Tapi kalian pasti akan kembali ke sana lagi bukan?" tanya Profesor Read.

"Betul. Oleh sebab itulah, aku tidak ingin memberitahukan ini kepada siapapun. Termasuk pengajar lainnya."

"Wow! Keputusanmu untuk merahasiakan hal ini sudah terlambat, kawan."

"Apa maksudmu Kiyoyasu?" tanya Profesor Read mengerutkan kening.

Kiyoyasu menduga reaksi dari kedua pengajar. Pria berpakaian ninja berbalik badan. Bergegas untuk menutup pintunya. Pria itu mendongak setiap celah jendela pada bagian atas. Memastikan tidak ada yang mendengarnya. Kemudian, makhluk kecil berbentuk ikan koi terbang mengepakkan siripnya. Membiarkan makhluk itu berkeliling sembari memantau pergerakan mencurigakan. Dia pun berbalik. Keluarlah sebuah gulungan dari kertas. Gulungan itu menyebar ke area tertentu. Memproyeksikan sebuah gambaran peta dan sebuah peristiwa tidak biasa. Mereka memperhatikan secara seksama. Dimulai dari gerakan para ksatria dari Kerajaan Azucec. Hingga Kerajaan Oritus mencari keberadaan sebuah portal Unknown Origin Dungeon. Reynold dan Issac terdiam sembari memperhatikan gambar bergerak.

"Bagaimanapun juga, kedua kerajaan benar-benar ceroboh. Jika sampai mereka mengetahui salah satu portal itu berada di sekolah akademi Daponia, mereka menganggap tempat itu sebagai sarang monster. Dan pihak anggota dewan penyihir pasti mengeksekusi kepala sekolah beserta para muridnya," jawab Kiyoyasu.

Tiecia, Profesor Read dan Profesor Tristan menelan ludah. Yang terakhir mengepalkan tangan kanan, meninju ke meja dengan wajah mengeras. Profesor Read tidak bisa membantu untuk menenangkannya. Kedua lengannya gemetaran.

"Kenapa ini bisa terjadi? Apa yang membuat mereka berpikir demikian?" kata Tiecia.

"Aku tidak tahu. Tapi, aku masih memikirkan ketiga pangeran itu. Elliot, Walter dan yang terakhir Anton."

"Anton?" tanya Issac menaikkan kedua alisnya.

Kiyoyasu melihat reaksi dari pemuda berambut perak. Ekspresinya sedikit berbeda dari apa yang dipancarkan. Pria berpakaian ninja mengeluarkan pedang katana miliknya. Menarik napas dalam-dalam. Keluarlah sihir berelemen angin. Meniup area sekitarnya. Berputar badan sambil mengarahkan serangan secara horizontal. Suara jeritan terdengar dari arah kiri. Profesor Read dan Profesor Tristan bergegas menghampirinya.

"Itu kan—"

"Kemampuan sihirku. Bisa dibilang, aku mengaktifkan ikan koi untuk melakukan pengecekan setiap ruangan. Rupanya keputusanku sudah tepat," jawab Kiyoyasu.

"Luar biasa," puji Reynold disertai bibirnya menukik ke atas. Memperlihatkan kerutan pada dagunya.

Kedua pengajar itu berjalan cepat. Melihat sosok seorang pembunuh dalam keadaan tidak bernyawa. Lehernya mengalami pendarahan cukup banyak. Mengakibatkan dia sudah meregang nyawa. Kedua pengajar itu tidak menyangka bahwa kemunculan Kiyoyasu akan memberikan sedikit informasi mengenai Unknown Origin Dungeon. Akan tetapi, permasalahannya terletak pada Issac dan Reynold. Ketiganya sedang berdiskusi sesuatu. Tiecia kebingungan dengan arah pembicaran mereka.

Di sisi lain, Prince Elliot menggebrak meja ketika mendengar berita dua orang telah terbunuh. Zack dan Glenn. Menyisakan Andrew yang berbaring di ruang kesehatan. Dia pun menuliskan sebuah surat. Memerintahkan Ayahnya untuk mulai bergerak. Salah satu pelayan mendengar panggilan dari Prince Elliot. Menerima secarik surat beserta simbol Kerajaan Azucec.

"Cepat kirimkan surat ini segera! Aku tidak ingin membuang-buang waktu di sekolah terkutuk ini!"

"Baik Pangeran!"

Setelah pelayan tersebut pergi, Prince Walter yang sibuk membaca sebuah buku, ditutup dengan keras. Mendongak pada Prince Elliot. Senyuman bibir miring dari wajahnya.

"Kau pasti merasa kesal bukan?"

"Tentu saja! Harusnya mereka itu mengikuti Issac sialan itu! Dasar tidak berguna!" umpat Prince Elliot.

"Tidak perlu marah begitu, Elliot. Yang penting sekarang, bagaimana cara menyingkirkan pria bernama Issac. Supaya dia disalahkan atas kesalahannya sendiri. Itu paling penting," usul Prince Walter.

Prince Elliot mengangguk-angguk setuju. Dia duduk sejenak, merileksasikan sejenak sambil memejamkan kedua bola matanya. Bibirnya menyunggingkan miring ke kanan. Tidak sabar rencana apa yang dipikirkan oleh rekannya itu. Dari celah pintu, suara bantingan kursi, buku dan lain-lain telah dilakukan oleh Maisie. Amarah yang tidak berhenti.