webnovel

Chapter 08

Beberapa tahun setelah terkena kerasukan dari energi sihir hitam dan seekor laba-laba, wajah Reynold mulai berubah. Kedua bola matanya mengeluarkan pupil menghitam. Seperti seekor laba-laba sedang mencari mangsanya. Bedanya, Reynold menggigit tangan dia sendiri. Menahan rasa lapar dengan mencabik-cabik tubuhnya hingga memerah dan penuh darah. Malam harinya, Reynold menyembunyikan wajah dan sekujur tubuhnya, mengambil beserta makan buah-buahan yang ada di atas pohon. Kadang sayuran apabila masih lapar. Itu pun mengambilnya dari orang lain tanpa seizin pemilik.

Rumahnya sudah tidak layak ditempati. Penuh retakan pada tiap dinding. Atap rusak dan berlubang dekat dengan kamar tidurnya. Jaring laba-laba mulai tampak. Bergoyang-goyang lantaran seekor kupu-kupu berhasil ditangkap oleh makhluk berkaki delapan itu. Sinar rembulan diarahkan pada Reynold. Anak kecil mengunyahnya dengan lahap dan menyisakan sisa-sisa di mulutnya. Bola matanya melotot tajam. Memperlihatkan pantulan yang berjumlah delapan bayangan. Sejatinya, dia belum puas mengambil makanannya. Tetapi sadar dirinya tidak boleh pilih-pilih makanan.

Delapan bola mata berkedip kembali setelah mendelik cukup lama. Kedipan mata Reynold lebih cepat dari biasanya. Melirik di kamar tidurnya. Mendongak pada atap langit. Teringat saat Reynold berlari kencang. Melarikan diri karena menerima berita kematian orang tua Reynold. Reaksi syok pada wajahnya begitu jelas. Orang-orang yang mengabarkan tidak kuasa menahan tangisan. Mereka bertanggung jawab atas kematian orang tua Reynold. Tetapi, itu bukanlah kesalahan mereka. Melainkan iblis yang membunuh orang tua Reynold.

"Nak, aku tahu apa yang kau inginkan. Tapi percayalah. Aku tidak ingin melihatmu mati di tangan mereka. Setidaknya, lepaskan kami untuk melawan iblis."

"Tapi Ayah—"

"Berjanjilah untuk selalu jaga diri ya, nak …"

Reynold tidak mampu berkata apa-apa saat itu. Walau demikian, kehangatan yang terpancar itu mampu dirasakan. Kedua telapak tangannya mencengkram punggung beliau. Baik Ayah maupun Ibu Reynold tidak akan melepaskan pelukan erat dan hangat. Saling bergumam sembari membacakan lantunan doa dari bahasa Epuni.

"Nak, Ayah akan memberikanmu sebuah pelindung."

"Pelindung?"

Ayah Reynold memberikan sebuah toples berisikan energi sihir hitam dan seekor laba-laba. Toples itu dimantrai sihir oleh Ibunya. Tekanan sihir begitu dahsyat. Sampai tidak diperbolehkan untuk keluar. Reynold berkedip melihat isi tersebut. Laba-laba itu berjalan cepat merayap sebuah kaca di dalam toples. Melotot tajam pada Reynold. Ekspresinya terkejut ngeri. Bisa-bisanya, orang tuanya membawa barang itu di depan dia.

"Ayah tahu jika toples ini sangat tidak bagus untukmu. Tapi percayalah … Ayah ingin kau menjaga ini untuk melindungimu dari bahaya."

"Tapi aku tidak mau Ayah! Aku tidak ingin menggunakannya!" bantah Reynold memukul dada bidangnya.

Namun, Ayah Reynold nampaknya tidak begitu senang dengan jawaban putra semata wayang. Rambut coklatnya tertiup angin kencang. Merasakan sudah saatnya untuk segera pergi. Tidak bisa berlama-lama karena akan berbahaya jika musuh telah datang kemari.

"Ayah berjanji, begitu sudah pulang nanti … Ayah akan menjelaskan semua dan kegunaannya. Untuk saat ini, percayalah pada Ayah!" kata beliau menyunggingkan senyum.

Reynold tidak mampu membalasnya dengan kata-kata. Tangisan pun pecah. Mendongak ke langit disertai derasnya air mata. Memohon untuk tidak pergi. Termasuk pada Ibu Reynold. Kedua orang tuanya menitikkan air matanya. Diusaplah air mata dengan jari telunjuknya. Bersiap untuk pergi melakukan perjalanan.

Setelah itu, Reynold melihat kepergian orang tuanya. Meninggalkan dia seorang diri. Langkah derapan kaki mereka semakin berat. Berjalan tanpa menoleh ke belakang. Putra semata wayangnya menangis histeris. Mencengkram toples yang digenggamnya.

Dasar pembohong, keluh Reynold dalam hatinya. Ayah dan Ibu telah meninggalkanku sendirian. Dan aku menerima kekuatan berupa kutukan yang Ayah berikan kepadaku. Sampai tidak memiliki teman lagi! tambahnya disertai kepalan tangan.

Pagi hari, Reynold menyisir setiap hutan yang dia pijak. Memungut buah-buahan di area sekitar hingga keranjang terisi penuh. Tanpa alas kaki, rambut berantakan, serta wajah dan pakaian lusuh. Hembusan angin kencang meniup daun pohon kelapa. Suara derasnya ombak terdengar meski jaraknya sampai puluhan kilometer. Orang yang memiliki sensitif terhadap lautan akan mudah terdengar dan berlari menuju ke sana. Masih beruntung tidak ada yang tersesat selama memiliki indera pendengaran yang tajam.

Semenjak mendengar berita orang tuanya meninggal, Reynold selalu mengurung di kamar. Menutupi semua yang ada sinar pantulan cahaya matahari tanpa terkecuali. Badannya terus menggigil. Tidak pernah berhenti.

Ketika Reynold, dia memikirkan sosok orang tuanya terus memberikan kehangatan untuk Reynold. Pesisir lautan begitu menenangkan. Sampai dia menikmati indahnya pecahnya ombak di sebelah. Membayangkan nuansa di mana Reynold menghabiskan waktu bersama orang tua tercinta. Duduk dan bermain pasir. Menendang dan mencipratkan genangan air yang ada. Serta membangun istana pasir dan melemparkan batu, beradu siapa yang menang teknik melempar terbaik. Antara Ayah Reynold dan dirinya. Di saat mereka mengadakan kemping, beliau bersama Ibunya menceritakan petualang ketika berada di lautan bersama para petualang lainnya. Merasa senang karena berhasil mendapatkan apa yang selama ini Ayah Reynold dan dirinya idamkan. Tepukan tangan gembira silih berganti. Sampai cuaca sudah mulai dingin dan gelap.

Reynold ingat betul orang tua mereka mengajak berpetualangan, berburu monster dan mendapatkan teman baru dari sesama petualang. Canda tawa membekas di hati Reynold. Sampai diajarkan teknik pedang oleh mereka sejak dini.

Namun, itu semua hanyalah terakhir Reynold. Dia terus melangkah, memanjat dan mengambil barang punya orang lain demi bertahan hidup. Serta mengambil barang-barang yang ada. Tidak peduli itu manusia sekali pun. Rambut Reynold tertiup angin mengenai ponunya. Terdiam sejenak. Meraba-raba kedua telapak tangan dalam pengaruh energi sihir. Semakin kuat dia rasakan, semakin takut Reynold akan mempengaruhi atau sekedar menyakiti. Dia menjauh sampai bersembunyi di dalam hutan.

Delapan bola matanya terbuka secara paksa. Reynold menarik napas dalam-dalam. Paru-parunya memompa secara cepat. Nyaris mengalami sesak napas. Keringat bercucuran pada wajahnya. Dia beranjak dari kasur kayunya. Mengamati wajahnya secara perlahan-lahan. Membuka kedua mulut disertai menarik wajah hingga berlumuran darah. Dia berteriak kencang seraya menggeram. Membungkukkan badan dan mencengkram kedua lengannya. Berteriak sekencang-kencangnya. Kedipan bola mata tidak berhenti sampai disitu.

Hingga suara ketukan terdengar dari luar. Reynold menoleh dengan cepat. Energi sihir hitamnya menyala-nyala. Reynold bangkit berdiri. Menuju ke pintu dengan badan berdiri tegap. Kepala tertunduk secara cepat. Jemari-jemarinya digerakkan, membuka pintunya. Saat tiga orang pemuda berpakaian renang tersentak kaget. Energi hitam membungkam mulunya. Menyeret mereka hingga pintunya terbuka secara paksa. Suara histeris ketiga pemuda itu melolong. Sayangnya, rumah tersebut tertutupi oleh sihir kedap suara. Ketiga pemuda tadi menjerit minta tolong disertai kedua kaki bergerak melepaskan diri. Sayangnya, tubuh ketiga pemuda itu dijadikan sebagai santapan makanan oleh Reynold. Menyisakan tulang-tulang di depannya.

~o0o~

Membawa shotgun jenis lama selalu ditenteng oleh segerombolan pemburu. Berjalan menapaki hutan menuju lautan Meriley. Masing-masing dari mereka mengenakan baju terbuat dari kulit hewan seperti bulu domba. Lalu dijahit sedemikian rupa.

"Apakah sudah sampai, Bridge? Ini sudah puluhan kilometer lho. Tapi area hutan menuju laut Mesriley belum kunjung sampai. Apa kau yakin?" tanya salah satu pemburu berkumis tebal.

"Kau tidak perlu khawatir lah! Lagipula, aku tahu persis ada orang kemari dan berencana kembali ke habitat semula. Dan ini jalan yang kumaksud."

Pria bernama Bridge memegang senjata api shotgun. Berjalan disertai kedua kaki menjinjit pelan. Ke mana-mana, shotgun selalu ditenteng di punggungnya. Mengenakan topi dan baju kulit domba. Sepatu pun dari kulit hasil buruan hewan seperti buaya dan rusa. Meski tidak dalam jumlah banyak, campuran itu membuat para pemburu nyaman dengan hasil buruannya.

Bridge memimpin pasukan pemburu sejummlah enam orang. Mereka bermaksud menginginkan hewan besar seperti beruang dan harimau, untuk dijadikan sebagai suvenir bagi keluarga yang menunggunya.

Sesaat mereka berada di tengah-tengah hutan, suara desiran ombak terdengar kencang. Bridge merasa tempat yang mereka jelajahi sudah benar. Menurut orang-orang, Meriley Ocean memiliki keunikan tersendiri. Yaitu suara ombaknya menggema sampai hutan. Mereka menganggap itu adalah pemberkahan dari Dewi Kikmera, Dewi Lautan dan Samudra. Warga sekitar lautan Meriley memberikan sesajen atau persembahan berupa daging monster hasil buruannya kepada Dewi Kikmera. Beliau sangat antusias dengan pemberian dan pengorbanan daging dari daratan. Itu terjadi setaip 6 bulan sekali diadakan semacam festival bernama Kikmera Festival. Festival ini memiliki aneka ragam acara seperti lomba berenang, melaut hingga berlomba-lomba mendapatkan hasil tangkapan ikan terbanyak. Serta menarikan sebuah tarian untuk Dewi Kikmera. Sedangkan upacara penutup yaitu upacara pengorbanan dengan ratusan makanan, dikirimkan melalui kapal sampai ujung dunia. Bridge dan para pemburu jadi tidak sabar ingin memberikan hadiah untuk keluarga dan Dewi Kikmera.

Tiba-tiba, suara lantang terdengar dari arah timur. Bridge berhenti sejenak untuk menyisir hutan.

"Kalian semua kemarilah!"

Para pemburu langsung bergegas ke asal suara teriakan tersebut. Bridge tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Shotgun miliknya diturunkan. Disusul rekan sesamanya. Mereka menemukan seorang laki-laki sedang berjalan terguntai-guntai. Dilempari batu oleh para anak kecil. Nampaknya, anak itu memohon itu menghentikan melempari batu. Tetapi ditolak oleh mereka. Tindakan mereka semakin ngelunjak. Batu besar dilempari. Tidak ada seorang pun yang mendekatinya. Wajah dia ditutupi oleh jubah tebal. Memohon ampun karena tidak dapat menghentikan aksinya. Para pemburu yang melihatnya, menghampiri warga sekitar. Dengan ekspresi geram, salah satu pemburu mendekati dia. Memeluknya sambil melindungi anak itu. Pelukan tersebut mendapatkan sorotan yang tajam. Terutama kalangan dewasa. Telapak tangannya mengambil sebongkah batu. Dilemparilah batu tersebut ke punggung pemburu. Dibela oleh pemburu lainnya. Sedangkan pemburu satunya menodongkan senjata pada warga pesisir lautan.

"Apa yang terjadi? Bisakah kalian berhenti melempari orang tidak bersalah?"

"Dia itu iblis! Iblis yang menyamar sebagai manusia dan memakan orang-orang tidak bersalah!"

Namun, perkataan warga sekitar tidak diindahkan oleh pemburu. Dan anak itu menutup kedua bola matanya. Membisikkan sesuatu ke lubang telinga pemburu bernama Bridge. Kedua bola matanya terkejut. Melotot tajam pada anak itu. matanya terpejam. Membayangkan sesuatu apabila terjadi nantinya. Dia pun memberikan baju dan lain-lain. Serta memberikan sebilah pisau untuk pertahanan diri. Menerimanya dengan tulus sambil membungkukkan badan. Dia pun pergi tanpa sepatah kata pun. Salah satu pemburu menghampiri Bridge.

"Apa yang dia katakan kepadamu?"

"Dia akan pergi. Karena merasa berhutang budi sudah diselamatkan. Sebagai gantinya, anak itu tidak akan menginjakkan kaki kemari."

Akhirnya, warga sekitar bernapas lega. Mereka pun langsung bubar. Mereka tahu, tidak ada gunanya mengejar anak itu jika memang sukarelawan pergi dari desa.

Namun bagi Bridge, dia berpikir sebaliknya. Anak itu mengatakan sesuatu padanya. Perkataan yang telah meluluhkan hati dia.

"Aku akan pergi dan tidak akan menginjakkan kaki. Dan berencana untuk mengubah dunia. Tunggulah aku Paman!"

Senyuman bibir dari Bridge. Menyarungkan kembali senjata apinya. Pergi berbalik badan tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Beberapa jam setelah Reynold meninggalkan desa di pesisir laut Meriley, dia mengunyah makanan pemberian dari pemburu Bridge. Selain itu, dia tidak ingin terlibat sama orang-orang yang sudah menyakiti perasaannya. Tidak peduli perbuatan baik yang dilakukan keluarganya, malah dibalas dengan perlakuan buruk. Amarahnya tidak kuasa membendung. Berniat melampiaskan begitu sudah menjadi lebih kuat dan hebat. Kepalan tangan yang digenggam mengerat.

Hingga muncullah sebuah portal di depan mata Reynold. Wajahnya terbelalak tidak percaya dengan apa yang barusan dia lihat. Reynold mengucek-ucek kedua bola matanya. Anehnya, bola mata Reynold kembali normal setelah menjumpai portal misterius. Portal tersebut berwarna abu-abu. Merubah wujudnya dalam bentuk sebuah pintu dari kayu. Genggaman tangan kanan menyentuh permukaan pintu tersebut. Dirinya langsung tersedot ke dalam portal tersebut. Sekaligus Reynold berubah secara total. Dari fisik hingga kemampuan sihirnya. Serta pintu yang tidak sengaja kesentuh, akan menghubungkan dirinya dengan dungeon bernama Unkown Origin. Serta mengubah nasib Reynold menjadi seorang monster sesungguhnya.