Waktu terus berjalan namun ada sesuatu yang masih mengganjal sehingga terasa berat dalam melangkahkan kaki. Saat Anya. membuka mata, ia ada di depan kelas. Ia mengajar bahasa inggris. Tepat di depan matanya, puluhan remaja yang sedang memperhatikan materi yang dia ajarkan.
"Ada pertanyaan?" tanya Anya.
"Bu, bedanya gerund dengan V plus ing?" tanya salah seorang murid perempuan. Anya tersenyum lalu menjawabnya. Dia melakukan kegiatan belajar mengajar seperti biasa. Ada banyak pekerjaan yang harus ia lakukan hari ini dan seterusnya. Namun rasanya ia Hidup bagaikan robot karena hanya itu itu saja yang dilakukan setiap hari. Ada yang hilang dalam hidupnya. Seharusnya Bobby ada di sana tapi kabar tentang bobby tidak terdengar sama sekali.
Dia mengajar sampai jam istirahat kemudian hari itu jadwalnya kosong. Dia memesan ojek online untuk mengantarnya ke tempat makan. Anya tidak pernah bisa mengendarai sepeda motor sehingga dia selalu diantar ke manapun. Dia jadi tidak nyaman untuk melakukan segala hal tapi apa boleh buat, dia harus mengeluarkan biaya ekstra untuk ojek atau taksi online yang mengantarkan ke mana-mana karena tak mungkin dia sedikit-sedikit minta antar Jenan yang suka bekerja di salah satu kantor produksi minuman kemasan.
Saat ojek online datang, dia segera naik ke jok belakang. Tangannya refleks memegang tas menutupi bagian paha depan.
Sesampainya di cafe Ara, langganannya hampir setiap jam kosong atau makan siang. Dia selalu sendiri, jarang bergantung pada orang lain. Dia percaya kalau segala sesuatu yang dilakukan sendiri pasti lebih fokus walau hanya makan terlebih sekarang teknologi sudah semakin canggih. Video call semakin cepat dan mudah, akses handphone lebih berkembang dari sebelumnya sehingga sendiri sekalipun terasa ada yang menemani.
Begitu dia masuk ke cafe, dia mengenal satu orang di masa lalu yang wajahnya familiar meskipun saat ini bentuk badannya berbeda daripada saat SMA dulu.
"Cesa!" panggil Anya. Dia sangat yakin itu adalah Cesa teman sma-nya dulu. Tidak ada dendam sama sekali pada jasa meskipun dulu pernah mengacaukan hidup hanya karena berita palsu. Namun secara tidak langsung dia yang membuka jalan untuk berkenalan dengan Bobby, Anya berterimakasih karenanya.
"Anya!" sambutnya begitu sadar kalau orang yang memanggilnya adalah teman SMA. Ada dua anak perempuan berlarian di sekitarnya berumur sekitar 3-4 tahun.
"Mila! Debi! Duduk!" perintah Cesa, napasnya terengah, dia sedang hamil sekitar tujuh bulan. Anak-anak itu tidak mau mendengarkan, mereka terus berkejaran. Anya sampai lupa mau pesan apa karena memperhatikan dua anak Cesa. Melihat kebandelan anak itu, keinganannya untuk childfree semakin kuat.
Cesa dan Anya cipika-cipiki lalu duduk berhadapan.
"Anya, apa kabar?"
"Baik, kamu pasti senang banget. Anaknya banyak, lucu-lucu," puji Anya.
"Seneng iya, capek juga iya," keluhnya. Anya meresponnya dengan senyum. Dia tidak pandai basa-basi, terlebih karena Cesa dan dirinya punya cerita di masa SMA yang kurang menyenangkan. Semua kesalahan Cesa itu menyebarkan foto sampai kehidupan Anya jadi ribet yaitu bahkan tidak membuat wanita itu meminta maaf padanya bahkan sampai perpisahan sekolah.
Anya tak masalah dengan itu, semuanya sudah selesai akan tetapi mengingat sekarang dia adalah teman dari Pak Jamal dalam satu lingkup kerja, dia Jadi kurang nyaman kalau bertemu dengan beliau.
"Kerja di mana, Nya?"
"Guru di SMA 127," jawab Anya setelah memesan pada waitress.
"Wah, pak Jamal masih ngajar di situ?" tanya Cesa.
"Masih, aku satu ruangan sama beliau. Di ruang guru," jawab Anya.
Terbesit rasa bersalah dalam diri Cesa tentang perlakuannya dulu pada Anya. Perlakuan itu sangat keterlaluan karena bisa dibilang lebih dari gosip melainkan fitnah.
"Maaf," satu kata meluncur dari bibir Cesa. Satu kata yang memang Anya tunggu dari Cesa dan Bella saat dulu gosip itu selesai ditangani BK dan berita pengalihan isu pertunangan Anya. Namun sekian waktu berlalu baru hari ini Cesa mengucapkannya.
"Itu juga udah lama, lupain aja lagi pulang sekarang gue sama Pak Jamal sudah jadi teman, bukan guru dan murid lagi," ujar Anya.
"Makasih ya, lu memang orang yang besar hati, gue salut," ujar Cesa lagi.
"Ngga masalah, yang lalu biar berlalu," balasnya santai. Namun tak sampai beberapa menit berlalu, terdengar satu permintaan dari Cesa.
"Anya, gue boleh nggak pinjam uang? Lu kelihatan sukses dan mapan, nggak kayak gue, lusuh dan banyak anak."
Sejenak Anya terpaku karena mereka baru saja bertemu setelah sekian tahun dan saat terakhir bertemu meninggalkan kesan yang buruk, begitu bertatap muka langsung minta pinjam uang. Sungguh tidak masuk akal, pikir Anya. Perasaannya mendadak jadi kurang nyaman hingga dia ingin segera menghabiskan semangkuk bakso ayam yang ada di depannya selalu segera pulang atau kembali ke sekolah untuk mengerjakan sesuatu.
"Maaf, gue belum dapat gaji karena belum seminggu ngajar di sekolah," tolaknya. Penolakan itu membuat Cesa kecewa sedangkan Anya berpikir secara logika. Kalau Cesa bisa beli makan di Cafe Ara pastinya dia punya cukup uang.
"Lu nggak ada tabungan?" kata Cesa terdengar memaksa di telinga Anya.
"Ya ada sih, tapi ada kebutuhan lain, biayain mama karena sekarang Papa udah nggak ada," kata Anya jujur.
"Duh, gimana ya karena ada susu dan popok yang harus dibeli, belum lagi harus periksa kandungan setiap bulan," keluh Cesa.
"Suami?" tanya Anya hati-hati karena sudah masuk ranah pribadi.
"Dia maunya cuma banyak anak, gue nggak boleh KB tapi giliran gue minta uang buat anak-anak malah marah," dengus Cesa dengan emosi. Anya tidak mengerti dengan ucapan Cesa.
Apa itu KB? Kenapa harus minta uang?
Pikiran Anya berkecamuk dia malah semakin malas mendengar tentang pernikahan. Mungkin pernikahan hanya bahagia di pesta tapi setelah itu banyak perubahan yang harus dijalani. Anya belum siap untuk itu.
"Mungkin lain kali aku bisa pinjamkan tapi kalau sekarang aku gajian aja belum," tolak Anya secara halus padahal nanti belum tentu ia mau pinjamkan.
"Iya, makasih. Gur mending pinjem ke temen daripada ke pinjaman online karena aku takut nggak bisa balikin," kata Cesa lagi.
"Mending lu pikir lagi kalau mau pinjam ke teman karena siapa tahu teman yang kamu mau pinjam uangnya itu juga punya kebutuhan. Kita sama-sama manusia dan nggak cuma lu saja yang butuh uang," ucap Anya untuk membungkam mulut Cesa.
"Lebih baik lu hidup apa adanya daripada pinjam sana sini apalagi kalau nantinya nggak bisa balikin," kata Anya. Dia segera meneguk minumannya sampai habis lalu pamit pulang. Dia tak ingin lagi berhadapan dengan teman rajin berhutang seperti itu.
Taksi online sudah menunggu, ia segera masuk taksi sebelum Cesa memanggilnya lagi. Sialnya, dompet Anya tertinggal di meja cafe.