webnovel

Chapter 15

Tulip membuka matanya. Menatap sekeliling ia telah berada di kamarnya. Mengerutkan keningnya sebentar, Tulip yakin Draco membawanya pulang dalam keadaan tertidur semalam.

Setelah mandi dan berdandan seadanya, Tulip turun dari lantai atas. Kastil terasa sepih. Draco pasti sudah taka da lagi. Pria itu selalu pergi saat ia terbangun, lalu datang hanya untuk membuatnya kesal.

Tulip menekuk wajahnya, ia harus membersihkan kastil besar ini sendirian.Tulip merasa kelelahan, ia bahkan baru membersihkan sebagian. Belum semuanya.

Tulip membuka pintu belakang kastil. Ia merasa taman belakang ini sangat indah. Ada banyak jenis bunga, bahkan ada kolam di sini.

Tulip melangkahkan kakinya keluar kastil. Beberapa hari ia di sini, belum sempat melihat belakang kastil.

Tulip menatap pohon dekat pagar pembatas sana yang bergoyang-goyang tertiup angin kencang. Burung berwarna hitam kebiruan jatuh dari atas pohon. Tulip berlari menatap burung dengan sayap indah itu. Sayapnya tergores kayu.

"Apa kau juga bisa berbicara?"

Tulip mengelus kepala burung yang ia tahu apa jenisnya dengan lembut. Selama di sini ia selalu merasa kesepian. Tak ada yang mengajaknya berbicara selain kupu-kupu itu.

"Tolong aku." Tulip membelakkan matanya, burung ini bahkan bisa berbicara. Ia merasa takdirnya adalah berteman dengan para hewan. Ayahnya di rumah memelihara ikan, sejenak berpikir mungkin saja ada ikan yang berbicara dengannya di danau itu.

Tulip masuk ke dalam kastil, ia mengobati secara perlahan dengan dedaunan. Untung saja ia pernah diajari ayahnya ketika masih kecil dulu.

"Bulumu sangat bagus."

Tulip nenatap kagum, warnanya biru dan hitam. Tapi sayang sayapnya terluka.

"Apa yang harus lakukan agar kau benar-benar sembuh?"

Tulip merasa sedih, ia bahkan tak tahu menahu obat yang orang-orang dunia ini pakai. Mereka bukan dari bangsa dunia. Ia saja tak percaya, luka-lukanya hilang dengan cepat bahkan tak ada bekas.

"Aku tak punya sihir." Tulip memasang wajah sedihnya.

"Berikan aku air."

Tulip mengerutkan keningnya, tapi tetap pergi ke dapur sambil membawa burung itu. Tulip menuangkan secangkir air, lalu mengerutkan kening bingung.

"Apa kau ingin minum seperti aku?" Tulip terkekeh, ia tak habis pikir bisa berpikir seperti itu.

"Bantulah aku minum." Tulip hanya menggeleng dramatis, lalu menuntun burung itu untuk minum. Seketika air itu bercahaya. Tulip tak percaya, seketika sayapnya baik-baik saja, dan burung itu terbang di langit-langit dapur.

"Bagaimana bisa semudah itu?" Tulip merasa bodoh. Ia baru pertama melihat hewan terluka lalu sembuh dengan minum air biasa yang tiba-tiba bercahaya.

"Terima kasih, aku akan membalas kebaikakanmu, aku mau menjadi temanmu. Panggil saja aku Orion."

Tulip terkekeh lebar.Lalu burung itu terbang menghilang. Tulip merasa dunia ini makin aneh. Bukan hanya Draco dan antek-anteknya, hewan-hewan di sinipun aneh. Tapi mereka makan daging rusa.Tulip memijat kepalanya yang mendadak sakit. Ia tak ingin memikirkan lagi.

*

"Bagaimana bisa kau tidak mencium bau mereka? Bukankah penciumanmu sangat tajam?" Dimitri menatap penuh keanehan pada Draco. Tidak biasanya seperti ini.

"Entahlah, aku merasa ada yang aneh pada penciumaku beberapa hari ini."

Draco dengan cepat menajamkan pendengarannya. Sebuah panah meleset pada pohon di depan mereka.

Hugos, berdiri paling depan untuk melindungi pangeran Dimitri dan Draco.Walau ia tahu kekuatannya tak sebanding dengan kedua pangeran itu.

Draco menarik anak panah dengan lilitan kertas.

Aku kembali.

Draco meremas secarik kertas itu.

Siapa yang berani bermain-main dengan mereka?

"Pangeran, dua Lumina terlihat menuju utara hutan."Bastian yang baru saja datang memberi kabar.

Dengan cepat keempatnya menuju utara. Dimitri dan Draco terbang. Sedangkan bastian menggunakan tubuh serigalanya, ia adalah pengawal berdarah werewolf. Sedangkan Hugos, dengan kecepatan berlari seperti angin, pria berkulit putih itu adalah seorang vampir.

…..

"Tom, lihatlah dua perempuan itu sangat cantik."

Tom dan Varo dua orang pria dari bangsa Elf menatap dua perempuan berpakaian minim, dengan gaun rendah menampilkan buah dadanya. Keduanya begitu cantik, seakan mengajak keduanya mendekat.

Tom dan Varo terbuai dengan tarian dua perempuan itu yang begitu menggairahkan. Dua Lumina itu begitu lihai menggoda dengan pasangan masing-masing. Vania Bercumbu panas. Sedangkan Lily mengeluarkan senyum menggodanya. Tapi, cumbuan itu berubah menjadi teriakkan kesakitan. Dua Lumina itu mengeluarkan taringnya yang beracun lalu membunuh dua elf itu.

Tubuh Tom dan Varo jatuh, wajah mereka berubah dengan cepat membusuk.

Kedua Lumina itu mendadak tak bisa menggerakkan tubuh. Mereka meraung menatap marah pada keempat pria yang berdiri tidak jauh dari mereka.

"Dua wanita penggoda ternyata." Dua Lumina itu memekik kesakitan. Tubuh mereka seperti terbakar.

"Siapa yang mengutusmu datang?" Dimitri mendekati kedua Lumina itu yang sudah berubah menjadi normal. Keduanya sangat cantik.

"Kau sangat tampan, maukah kau menghangatkan ranjangku." Draco ingin muntah melihat salah satu Lumina berbicara padanya. Perempua berwujud asli ular ini benar-benar seperti seorang jalang.

"Pangeran Dimitri, bukankah kau mengagumiku." Lily mengeluarkan senyum memikatnya.

"Dimitri jangan sampai terlena, mereka bisa menyihir pikiranmu."

Dimitri menutup mata, lalu membuka kembali. Mata Dimitri berubah merah darah, dengan cepat ia mencekik Lily yang berusaha kabur.

Sedangkan perempuan di sebelah Liliy sudah berhasil melepaskan diri, tubuhnya berubah setengah ular melawan Draco.

Lily masih berusaha melepaskan diri dengan mantranya. Draco membuat mantra hingga tubuhnya tak bisa bergerak.

"Pelacur busuk, mati kau di tanganku."

Tubuh Draco terkena tebasan keras ekor Lily. Leher Lily mengeluarkan darah. Lehernya hampir putus. Dengan cepat ia menghilang, berharap dua demons itu tidak mengejarnya.

Lily meninggalkan Vania sendirian. Bastian dan Hugos mengejar Lily. Sedangkan Dimitri menatap Lily yang sudah menghilang dengan tatapan yang sulit diartikan.

….

Draco masih bertarung dengan Vania yang berusaha melilitkan tubuh Draco.

Vania berteriak kesakitan saat kuku-kuku tajam Draco menusuk isi tubuhnya. Tubuh ularnya sudah berdarah. Bahkan energinya sudah habis. Draco mengisap energy kehidupannya.

Pekikkan Vania berhasil membuat burung-burung bertebrangan. Para Elf bisa merasakan kehadiran Demons di Hutan Amras. Tubuh Vania hancur. Wajah cantik itu benar-benar hancur.

Lily masih berlari dengan penuh kesakitan. Energinya benar-benar hampir habis. Apalagi anak buah dua demons itu masih mengejarnya.

Tubuh Lily terjatuh di jurang, ia tak bisa lagi. Tubuh monsternya telah berubah menjadi semula. Wajah cantik itu berubah dengan leher berdarah. Pangeran Dimitri sempat menyerap setengah energinya.

Lily membelakkan matanya saat tubuhnya terangkat kembali ke atas. Matanya menatap sosok Dimitri yang menggedongnya ke atas. Ia sadar ia akan mati di tangan pria ini.

*

Tulip berlarian memasuki perpustakaan. Heros, pangeran satu itu pasti ada disana. Tulip tahu, Heros sangat menyukai buku dan bermain sihir.

"Ku tahu kau ada di sini."

Heros langsung tersenyum lebar. "Aku juga tahu, langkah kakimu yang mendekat."

Tulip berdesis malas. Ia meletakkan buku dengan cover depan kepala monster kelelawar.

Heros menatap Tulip dengan penasaran. "Kenapa kau hilang di perpustakaan waktu itu?"

Tulip membuka mulutnya tak percaya. Bukankah pria ini yang menghilang.

"Bukankah kau yang hilang begitu saja sewaktu listrik perpustakaan mati?"

Heros mengerurkan keningnya, ia mendadak bingung.

"Saat aku berbalik, bangkumu sudah kosong, ku pikir kau sudah pergi."

Tulip merasa aneh. Mungkinkah ada sihir yang bekerja waktu itu?

"Apa kau tahu ada tempat rahasia di perpustakaan ini?" Heros langsung menatap penasaran ke arah Tulip.

"Benarkah?" Tulip mengangguk dengan serius. Ia lalu memberi perintah agar Heros membukanya. Kejadian malam itu membuat ia makin penasaran.

Mereka memutari perpustakaan kea rah belakang. Heros mengerutkan keningnya, bukankah itu rak terakhir, hanya ada susunan buku.

Tulip menatap kea rah lantai di mana buku kuno itu ia angkat. Di bawah rak itu ada semacam patung berkepala kelelawar. Saat Tulip memutarnya, lantai terbuka, menampilkan lorong menuju ke bawah tanah.

Heros memandang syok kea rah Tulip. Selama beratus-ratus tahun perpustakana ini, ia baru tahu ada ruang bawah tanah.

"Kau harus membantuku."

Tulip rasa hanya Heros yang bisa membantunya.