webnovel

Sebuah Cinta dan Secuil Keraguan

Teruntuk, Kamu

Akulah sang peri yang selalu sendiri.

Menjalani hari, ditemani sepi.

Ku pandang lagi sebuah sosok yang membuatku bahagia.

Sebuah kebahagiaan yang istimewa,

Hanya karena ku bisa melihat dirimu berada disana.

Sebuah kebahagiaan yang begitu istimewa.

Karena adanya cinta.

Mungkin itulah yang ku rasa.

Mungkin itulah yang ingin ku ungkapkan sebenarnya.

Tidakkah kau mengerti?

Betapa bertumpuknya rindu dan cinta yang kurasakan kini.

Perasaan itu begitu megah,

Begitu indah.

Hingga ku tak sanggup menyimpannya lagi di dalam hatiku yang bernanah.

Dulu aku takut dengan cinta.

Dulu aku sangat takut untuk kembali terluka.

Tapi di saat kau ada.

Kau ajarkan cinta yang begitu sederhana.

Dimana kau mampu bahagia,

meski ku tau,

Kau pun terluka.

Tatap aku,

Rasakan hatiku,

Ada cinta di sana,

Aku sakit saat hatimu tercabik,

Aku terluka saat mimpimu binasa.

Aku malu dengan hatiku.

Lidahku kelu untuk ungkapkan semua itu.

Aku malu dengan semua cinta yang kurasakan padamu.

Aku malu dengan rindu yang semakin lama semakin membuat ku hilang arah dan ingin selalu bersamamu.

Rasaku pilu,

Malu dengan segala rasa yang ada di hatiku, untukmu.

Aline Putri Lestari

...

Sendiri di bawah sinar rembulan yang menerangi malam, kicauan burung yang sebelumnya ramai, kini hilang terbalut suasana sepi yang mulai datang dan menghampiri. Aku terhanyut kedalam sebuah puisi cinta penuh makna yang baru saja aku baca.

(Apa kau sudah tidur?.) Ku kirim pesan singkat pada Aline, berharap dia segera membaca dan membalasnya.

Detik jam terdengar samar mengiringi penantian ku akan balasan dari pesan singkat yang ku kirimkan. Detik demi detik berjalan melambat.

Lama sekali ku tunggu balasan pesan dari Aline. Hingga ku coba mengirimkan pesan spam berkali-kali, mencoba sedikit mengganggunya supaya dia segera membalas pesanku. Namun semua diluar dugaan, tak sekalipun dia membaca pesanku, apalagi membalasnya.

....

Di pagi buta, di saat semua orang tak sedang disibukkan dengan aktifitas nya seperti di hari biasa, aku terbangun. Dengan rambut yang acak-acakan dan pakaian yang lusuh, aku bangkit mencoba meraih ponsel ku.

"Masih pukul 5 ternyata. Subuh dulu ahh," ucapku lirih.

Segera ku ambil air wudhu, ku segarkan kondisiku dengan sedikit gerakan ringan seperti merentangkan tangan dan menggelengkan kepala ku ke kiri dan ke kanan. Kemudian segera ku menghadap Tuhanku. Meski ibadahku belumlah sempurna, aku selalu mencoba sebaik mungkin untuk terus memperbaikinya. Sedikit demi sedikit, sembari berharap esok hari aku akan sangat terbiasa dengan cara hidupku yang seperti ini. Hingga tak terasa aku menitikkan air mata ku hampir disetiap sujud di dalam sholat ku.

"Ternyata masih tidak dibaca," ucapku lirih sembari ku bangkit dari posisi duduk ku setelah selesai beribadah.

Ku sibak tirai yang menutupi jendela kamarku, meski hari belum nampak terlihat terang, aku melihat seekor kupu-kupu berwarna hitam yang berhiaskan warna biru gelap di bagian sayapnya, warna biru nya memberikan aksen yang sangat indah, membuatnya sedap dipandang mata. Dia sangat cantik, meski dia tak memiliki warna cerah yang menghiasi tubuhnya. Sayap-sayapnya yang mungil mengepak bersamaan, membuatnya terbang rendah ke sana kemari mencari nektar bunga untuk dia hisap. Sebuah suasana yang telah lama sekali tak dapat ku saksikan.

.....

"Selamat pagi," ucapku saat aku memasuki outlet C&B's. Ini adalah hari kedua ku bekerja di sini. Semua berjalan lancar, tak ada lagi tatapan sinis dan tawa kecil yang muncul karena keterlambatan ku. Karena memang hari ini aku datang tepat waktu.

Selesai briefing, kami membuka outlet kami seperti biasa, pukul 8 tepat. Dan di hari Minggu ini, outlet kembali ramai akan pengunjung. Semua pegawai sangat sibuk, termasuk atasan kami, Bu Dewi. Bu Dewi sibuk menambah stock bahan makanan yang hampir habis. Dia sibuk menghubungi pusat outlet C&B's dan mengirimkan email yang berisikan laporan tentang stock bahan yang ada di outlet kami.

"Berikan kopi ini ke Bu Dewi !" Ucap bang Adri kepadaku.

"Tapi bang,"

"Anak baru gak boleh membantah!" Bang Adri menghampiriku, menaruh gelas kopi di atas sebuah meja di hadapan kami, dan kemudian dia meraih kepala ku sembari menjitaknya. Membuat ku sedikit meringis kesakitan. Ku tau itu hanyalah sebuah candaan. Ku julurkan lidahku sembari mengambil kopi yang berada di atas meja kemudian pergi meninggalkan bang Adri yang merengut dengan sedikit menahan tawa karena tingkahku.

"Silahkan Bu kopinya, ini buatan bang Adri." Ku sedikit kaku menghadapi Bu Dewi karena kemarin di hari pertama bekerja, aku sudah terlambat masuk.

"Simpan di situ," jawab Bu Dewi singkat.

Kutinggalkan Bu Dewi yang masih sibuk dengan pekerjaannya dengan perasaan bersalah yang masih menggelayut di pikiranku.

"Ahhhhh, mungkin Bu Dewi masih marah padaku," ucapku membatin.

Hari ini waktu berjalan sangat cepat, tak ku sangka aku dapat menikmati pekerjaanku saat ini. Bang Adri yang suka iseng dan becanda, bang Indra yang peduli, dan Pak Rudy yang sungguh baik dengan beberapa nasehat yang sering beliau lontarkan di saat kita mulai lelah karena banyaknya pembeli yang berdatangan. Beliau selalu memotivasi kami, membuat kami semakin bersemangat meski kami sudah berada diujung lelah sekalipun. Dan ada 1 orang lagi, ialah Bu Dewi yang sangat bertanggung jawab dengan semua pekerjaannya. Meski beliau mudah sekali marah, tapi sebenarnya beliau sangat peduli dengan semua pegawainya.

Ya, meskipun tak ada hal yang begitu menarik yang terjadi padaku hari ini, tapi aku sungguh senang dengan suasana tempat ku bekerja. Aku sangat nyaman bekerja bersama teman-teman baruku di sini.

....

Ku langkahkan kaki ku perlahan, mengalun mengikuti irama sebuah alunan musik instrumental yang tak sengaja ku dengar.

"Aline!" Ucapku dengan nada terkejut. Nampak Aline tiba-tiba berada di hadapanku.

"Kau sudah membacanya?" Tanya Aline di saat ku menghampirinya.

"Ya, aku sudah membacanya." Aku menghela napas ku, sedikit mengulur waktu, menenangkan hati dan pikiranku.

"Puisinya bagus. Aku suka menulis puisi, tapi tak pernah sebagus itu. Kapan-kapan kita bisa sharing atau bahkan membuat puisi bersama." Aku berkata seolah tak mengerti apa maksud dari puisi yang Aline berikan padaku.

Secuil kenangan yang terbalut rindu tiba-tiba muncul dalam hatiku. Sebuah nama yang telah lama ku coba untuk lupakan tiba-tiba muncul dalam pikiranku. Bayangannya memeluk secuil kenangan yang terbalut rindu itu, dan ku lihat Aline menatapku. Sungguh, aku dapat melihat seberapa banyak cinta yang tersirat di dalamnya. Matanya sanggup menggambarkan semua yang ia rasakan padaku.

"Ya, aku mengerti." Airmatanya kini mulai membasahi pelupuk matanya,  Membuat tubuhnya bergetar. Seketika itu pula dia tundukkan kepalanya, menahan airmatanya yang memaksa untuk terjatuh berlinang menghiasi pipi nya.

Ku raih tangan nya, ku genggam erat tangannya dan ku dekatkan bibirku ke telinganya, ku bisikkan sebuah kalimat kepadanya.

"Aku pun mencintaimu," bisikku di telinga Aline. Sebuah kalimat yang terlontar begitu saja, tanpa ku bisa menahannya. Kalimat yang sesungguhnya tak ingin ku ucapkan karena sesungguhnya aku masih sangat mencintai Dita dan berharap Dita kembali padaku suatu saat nanti. Kenangan bersama Dita, mimpi yang pernah kita bagi bersama, aku sangat merindukan semua itu, berharap kita kembali berbagi semua cerita indah kita lagi.

Sebuah kenangan yang terlintas begitu saja dalam ingatanku, mencoba hadir dan membuatku ragu.

"Terimakasih, Adi." Aline yang sedari tadi hanya terdiam setelah mendengar ucapan ku, kini ia menangis, ia lepaskan genggaman tanganku dan segera ia memeluk tubuhku, erat. seolah dia tak mau sedikitpun melepaskan aku dan membiarkan aku pergi meninggalkannya menangis disitu.

Hujan memberikanku sebuah kenangan, dimana dulu aku pernah berjuang, dimana aku pernah di tinggalkan.

Haruskah aku menetap di dalam masa lalu ku, ataukah aku harus menatap masa depan ku yang kini menungguku, dekat, rapat hingga tak ada sekat. Masa depan ku mungkin adalah dia yang kini tengah memelukku sangat erat.

....