webnovel

Keindahan Sebuah Senyuman

Mendekap hati, jelaskan misteri.

Aku yang terjerat, lekat dengan masa lalu yang mencoba untuk mendekat.

Tertaut luka, munculkan duka.

Sebuah mimpi yang ku punya.

Sebuah asa yang takkan ku buang sia-sia.

Ku mencoba berjalan.

Tertatih, namun aku takkan berhenti.

Aku mencoba untuk tetap melangkah.

Meski berdarah, namun tak kan ku biarkan mimpiku hilang arah.

Bukankah rindu tak seharusnya terbalut oleh rasa kecewa??

Haruskah cinta hidup berdampingan dengan keegoisan dalam jiwa??

Ijinkan aku,

sekali saja kembali merasakan senyum juga tawa.

....

3 Mei 2018, tak ada aktifitas belajar mengajar di kampus, karena para dosen di kampus kami memiliki sebuah urusan yang tak bisa mereka tinggalkan.

Hari ini kami, aku juga teman-temanku memutuskan untuk melakukan sebuah perjalanan untuk mengisi hari libur kali ini. Walaupun sebenarnya di hari Jumat kami harus masuk kampus, namun kami semua memutuskan untuk membolos. Sehingga kami memiliki waktu 2 hari untuk menikmati liburan kami.

Di kala senja, disaat kicau burung yang sebelumnya masih memeriahkan alam semesta dan mulai berubah menjadi keheningan, aku bersiap. Setelah selesai mandi, segera ku gendong tas ransel ku, dimana sudah ku persiapkan sejak pagi hari tadi. Isi tas ranselku tak jauh beda dengan kebanyakan orang yang akan menjalani liburan, seperti pakaian, sedikit makanan ringan juga minuman, alat mandi, juga beberapa peralatan elektronik seperti charger handphone, headset, juga power Bank, Untuk jaga-jaga siapa tau dijalan gak bisa ngecas hape. Oh ya, aku pun tak lupa membawa sebuah buku kecil juga ballpoint, sebuah benda yang selalu ku gunakan untuk menulis semua hal yang menarik bagiku, dan masih banyak lagi yang ku bawa yang tak mungkin kusebutkan semuanya satu per satu.

Kami memutuskan untuk berkumpul di tempat tinggal milik jagat. Karena kami akan pergi berlibur dengan menggunakan mobil milik jagat. Lingga pergi ke tempat jagat dengan berjalan kaki, karena rumah mereka cukup berdekatan. Sedangkan aku dengan mengendarai motor ku, dengan sebelumnya menjemput Aline terlebih dahulu.

Ketika aku tiba, terlihat Lingga tengah merapihkan barang bawaannya di dalam bagasi mobil Jagat. Aku pun menghentikan motor ku di dekat mobil Jagat sehingga aku bisa menurunkan barang bawaan ku juga barang bawaan Aline di situ. Ku parkirkan motor ku di dalam garasi rumah Jagat. Kemudian aku dan Aline segera bersiap.

"Gimana Ngga????" Aku menghampiri Lingga yang masih sibuk merapihkan barang bawaan kami semua.

"Ok, tinggal nunggu Jagat. Dia masih sibuk merapihkan barang bawaannya di kamar." Jawab Lingga sembari keluar dari dalam mobil.

Mobil yang kami gunakan adalah sebuah family car yang banyak di gunakan orang, biasa di sebut "mobil sejuta umat" oleh sebagian orang. Karena memang mobil ini sering berseliweran dijalanan baik di kota maupun di desa.

"Tuh Jagat!" Lingga menunjuk kearah belakangku.

Jagat mengunci pintu rumahnya juga garasi tempat motor ku di simpan. Menggembok pagar rumahnya, berharap tak ada maling yang mampir ke kontrakannya dengan mengunci rapat setiap jalan masuk yang ada.

"Udah siap Gat??" Tanyaku.

"Ok!" Jagat menyimpan tas nya ke dalam bagasi dan segera masuk kedalam mobil.

Kali ini aku yang mengendarai mobil milik Jagat, karena cuma aku yang tau tujuan kami berlibur kali ini. Aline duduk tepat di samping kursi kemudi, dan Jagat duduk di seat kedua bersama Lingga. Kami memutuskan untuk menginap di rumah saudara ku, di Kuningan.

Aku mengendarai mobil dengan cepat namun tetap hati-hati. Karena kali ini sudah ada jalan tol yang menghubungkan langsung dari Jakarta ke Cirebon, kami jadi bisa sedikit menghemat waktu tanpa harus terkena macet di daerah Cikarang dan sekitarnya.

Di sepanjang perjalanan musik tak ada hentinya mengalun. Mulai dari lagu-lagu yang berbahasa Inggris, Spanyol, Amerika latin, Jepang, hingga lagu-lagu lokal baik yang beraliran pop hingga aliran koplo. Kami sangat menikmati perjalanan kami saat ini.

....

Hembusan angin dingin kini mulai menusuk tulang ku, tak ada lagi riuh kendaraan yang memekakkan telinga. Sinar matahari yang sebelumnya menyengat, kini hanya terasa hangat. Kami tiba di tempat tujuan kami. Ku ketuk pintu rumah om ku, namun tak ada jawaban. Berkali-kali ku mengetuknya, namun tetap tak ada jawaban. Hingga akhirnya ku putuskan untuk menghubunginya melalui ponsel.

Nama om ku adalah Suryanto. Biasa ku panggil om Surya. Beliau adalah seorang pejabat daerah di Kuningan. Beliau memiliki seorang istri dan 1 orang anak perempuan yang berumur 17 tahun.

"Kamu dah ijin mau nginep disini kan di??" Tanya Jagat padaku yang membuatku ingat jikalau aku memang lupa untuk mengabari dan meminta ijin ke om dan Tante ku.

Aku hanya terdiam, berpura-pura fokus pada ponsel ku. Dan tak lama, om surya menerima teleponku.

"Hallo, assalamu'alaikum." Seru om surya melalui ponselnya.

"Iya Hallo om, wa'alaikumussalam."

"Ada apa di? Tumben telepon."

"Gini, om. Aku sama temen niatnya mau nginep di rumah om."

"Oh, kapan emang nya di??"

"Sebenernya sih, sekarang om."

"Hah? Kok dadakan sih di!? Om lagi ada di Semarang."

"Beneran om?? Adi dah sampe depan rumah om, gimana ya om??" Tanyaku dengan sedikit kekecewaan yang mulai menghinggapi hatiku.

"Emang Adi di rumah om yang mana??" Tanya om Surya memastikan. Sebenarnya om Surya punya beberapa rumah di daerah Kuningan. Dan rumah yang rencananya akan ku tempati bersama teman-teman adalah rumah yang berlokasi di daerah Jalaksana.

"Yang di Deket jalan besar om, yang di jalaksana."

"Ohh, yaudah Adi tetep bisa masuk ke rumah om kok. Minta ajah kunci rumah nya sama pak Dodi yang tinggal di sebelah kiri rumah om. Om biasa titipin kunci ke pak Dodi. Ambil ajah! Tapi tolong jangan diberantakin, kasian Tante nanti pas dateng-dateng rumahnya berantakan." Om surya akhirnya tetap mengijinkanku menginap di rumahnya.

....

"Nanti klo nak Adi butuh sesuatu, silahkan nak Adi minta tolong bapak atau ibu di rumah . Karena Kemungkinan om mu pulang Minggu depan." Ujar pak Dodi setelah mengantarku masuk ke rumah om Surya.

"Oh iya pak. Makasih atas bantuannya" jawabku.

"Iya sama-sama. Bapak pulang dulu ya. Ini kuncinya. Simpen ajah dulu."

"Baik pak, sekali lagi terimakasih banyak." Ucapku sambil membungkukkan badanku seraya pak Dodi pergi meninggalkanku bersama tiga orang temanku yang lain.

Ku lihat Lingga dan Jagat tengah sibuk menurunkan barang bawaan kami dari mobil. Sedangkan Aline tengah memeriksa kamar yang akan kami gunakan. Ada 6 kamar di dalam rumah ini, dan kami memutuskan untuk menggunakan 2 kamar saja. Krn kami tak ingin membuat rumah ini berantakan nantinya. Sebenarnya aku sedikit canggung tinggal di rumah om Surya tanpa adanya om Surya ataupun Tante Stella di dalamnya. Namun, tak ada pilihan lain. Karena jikalau kita menyewa penginapan, pengeluaran akan lebih banyak nantinya.

"Ya ampun Di, bukannya bantuin malah asik melamun di depan pintu." Ucap Lingga yang tengah membawa beberapa tas di tangannya.

"Ehhhh, iya maaf maaf" ucapku sembari bergegas mengambil barang-barang yang tersisa di bagasi mobil.

Kami sibuk merapihkan semua barang bawaan kami. Mengeluarkan semua pakaian yang ada di dalam tas ransel kami dan menyimpannya di sebuah lemari. Rumah yang kami tempati ini termasuk sebuah rumah yang sangat mewah, namun rumah ini bukanlah rumah utama yang biasa di tinggali oleh om dan Tante ku. Rumah ini biasanya di sewakan ke orang-orang yang membutuhkan penginapan saat liburan.

"Sepertinya malam ini lebih baik kita istirahat terlebih dahulu. Besok baru kita mulai bertualang nya, ok!?" Ujarku di saat yang lain tengah merebahkan tubuhnya di atas sofa yang terletak tepat di depan tv.

"Ya, sepertinya memang harus begitu. Hari sudah larut." Sambut Lingga menyetujui usulanku.

Kami semua pun bergegas masuk ke dalam kamar. Aline tidur sendirian di kamar yang letaknya bersebelahan dengan kamar kami para cowok. Ya, aku, Lingga dan Jagat memutuskan untuk hanya menggunakan 1 kamar. Untuk mencegah supaya aku tak masuk ke dalam kamar Aline katanya, jadi mereka tak mau membiarkanku tidur terpisah.

Malam semakin larut, suara serangga malam mulai terdengar saling bersahutan. Sebuah alunan irama yang sangat jarang sekali ku rasakan saat ku berada di kota. Irama syahdu sang alam yang mengalun diiringi dengan kerlipan bintang diatasnya. Ku tatap langit luas di luar melalui jendela kamarku. Menerawang, memikirkan Aline yang walaupun dekat, namun dia selalu membuatku rindu ingin melihat senyumnya lucu.

Ku putuskan untuk keluar dari kamarku dan berjalan menuju beranda bagian belakang rumah untuk menikmati suasana malam ini. Di bagian belakang rumah ada sebuah kolam ikan yang lumayan besar dengan berbagai macam ikan di dalamnya.

Semilir angin mulai menerpaku saat ku buka pintu belakang yang menghubungkan rumah ini dengan halaman bagian belakang. Ku langkahkan kakiku menuju sebuah bangku yang menghadap kolam ikan. Langit begitu cerah kala itu membuat kerlip bintang terlihat begitu jelas di hadapanku.

"Gak bisa tidur??" Sebuah suara membuatku terkesiap, mataku yang sebelumnya terpejam saat menikmati sejuk dan tenangnya malam kini mulai terbuka kembali. Dan segera ku menengok ke arah dimana suara itu berasal.

"Aline, kenapa kau belum tidur?" Tanya ku saat mengetahui jikalau asal dari suara itu adalah Aline.

"Sebelumnya aku mau tidur, tapi saat ku buka tirai jendela kamarku dan tak sengaja ku melihatmu. Rasa kantuk ku seketika hilang." Jawab Aline.

"Bintangnya. Mereka bersinar begitu terang malam ini." Ucapku sembari menatap langit.

"Kamu tahu nggak. Ketika bintang semakin terang, bintang itu semakin pendek umurnya." Lanjut ku masih dengan menatap langit yang sungguh indah kala itu.

"Kenapa bisa gitu di?" Tanya Aline sedikit penasaran.

"Bintang dapat bersinar karena dia melepaskan energi dari inti yang ada dalam dirinya. Semakin terang suatu bintang itu berarti semakin banyak energi yang dia lepaskan. Dan itu akan membuat inti bintang itu akan lebih cepat kehabisan energi. Dan saat energi dari bintang itu habis, bintang akan berhenti bersinar. Dan kamu pasti tau, apa yang akan terjadi saat bintang sudah berhenti bersinar." Jelasku kepada Aline.

"Dia akan menjadi bintang mati?" Jawab Aline ragu.

"Ya, dia akan menjadi bintang mati yang siap meledak setiap saat ketika intinya memadat dan melepaskan energi terakhirnya ke alam semesta."

"Jangan menjadi bintang yang bersinar terlalu terang!" Tiba-tiba Aline memeluk lenganku.

"Jadilah bintang yang meski biasa saja, namun sanggup memberikan sinarnya setiap saat untuk ku." Lanjut Aline sembari menatapku.

Ku belai lembut dia, memandang matanya lekat. Dan membiarkan suasana mengiringi keheningan yang tercipta antara aku dan dia. Menikmati indahnya malam bersamanya merupakan suatu hal yang istimewa yang dapat aku rasakan.

....

Senyum indah yang kini ku lihat.

Takkan ku biarkan ia lenyap.

Meski sekejap,

Aku kan berusaha membuatnya tetap indah terlihat.

Dengarkan hatiku, kasih.

Dia hidup untuk jiwamu.

Hidup untuk cintamu.

Hidup beriringan dengan detak jantungmu.

Meski sekejap, meski sesaat.

Ijinkan ku memberikan nafasku untukmu.

....