webnovel

Trophy Wife

Semua orang memiliki tujuan hidupnya masing-masing, termasuk dengan diriku. Tujuan hidupku hanya satu, berada di tempat yang sudah seharusnya menjadi milikku, tempat tertinggi yang dapat membuatku memiliki segala hal yang kuinginkan, kemewahan, harta, dan semuanya. Mungkin terdengar gila? Atau matrealistis? Ya tentu saja, tetapi sudah seharusnya wanita sepertiku mendapatkan semua itu, karena aku adalah Rosie Macbride, permata tersembunyi yang sudah seharusnya berada di tempat terbaik dari kehidupan ini. Suatu ketika, tujuanku itu benar-benar akan terwujud ketika aku memberanikan diri, mengajukan sebuah penawaran gila pada direktur muda dari perusahaan properti ternama, Benjamin Landcaster, untuk menjadi istrinya, menjadi istri yang mungkin hanya digunakannya untuk bisa membalaskan dendamnya pada orang-orang yang telah mencela harga dirinya. Wanita lain mungkin akan merasa terluka jika suaminya menggunakannya untuk hal-hal seperti itu, tetapi aku... Aku sama sekali tidak keberatan, karena di sini aku juga menggunakannya untuk kepentinganku sendiri. Namun, yang tidak ku sadari selanjutnya adalah ketika pada akhirnya diriku lah yang tidak bisa menahan diri. Siapa yang mengira jika pada akhirnya aku pun ikut merasa terluka seperti apa yang ditakutkan wanita-wanita lain di luaran sana?

Ridlvd · สมัยใหม่
เรตติ้งไม่พอ
5 Chs

Ch. 5. Dia Tertarik!

Ekspresi terkejut mungkin belum sepenuhnya menghilang dari wajahku setelah mendengar perkataan apa yang terucap dari pria yang duduk di hadapanku ini. Benjamin Lancaster. Setelah mendengar semuanya, aku menangkap jika alasan yang sebenarnya dari kedatangan pria itu kemari bukan seperti apa yang kupikirkan sebelumnya, yaitu untuk membuktikan bahwa kami berada di tingkat yang berbeda, melainkan karena dirinya benar-benar tertarik pada penawaran itu. Sialan. Aku tidak mengira jika tindakan spontan yang terkesan bodoh itu akan membawaku pada situasi ini.

Lalu apa yang selanjutnya akan terjadi?

Suara ketukan pintu, mengalihkan perhatianku ke arah pintu.

Tolong, jangan katakan jika Ayah mendengar pembicaraanku dengan Benjamin sejak tadi dan memutuskan untuk masuk dan menyela pembicaraan kami.

"Tuan Benjamin?"

Syukurlah, bukan Ayah.

Seorang pria berusia sekitar tiga puluh tahunan awal, dengan setelan jas hitam rapi layaknya pekerja perusahaan pada umumnya itu berjalan masuk menghampiri kami. Aku tidak mengenal pria itu, tetapi tampaknya ia merupakan salah satu dari pekerja Benjamin?

"Sebelumnya mohon maaf karena sudah menganggu waktu Anda Tuan, saya ingin mengingatkan jika jadwal makan siang Anda dengan Tuan Andrew akan dimulai kurang lebih lima belas menit dari sekarang."

Biar aku tebak, pria ini adalah sekretaris Benjamin?

Selanjutnya Benjamin hanya memberi anggukan kecil, sebelum kemudian mengisyaratkan pria itu untuk meninggalkan ruangan ini, dan kembali mengalihkan pandangannya padaku.

"Persiapkan dirimu nanti malam. Kita akan kembali bertemu dan menyusun kontrak yang diperlukan untuk kesepakatan ini."

Tanpa menunggu tanggapan dariku, Benjamin dengan segera menegakkan tubuhnya, mengancingkan satu kancing jasnya sembari berjalan ke arah pintu.

"Dimana?" Pertanyaaan itu secara spontan terucap dari bibirku.

Ah, selalu saja seperti ini, padahal aku tidak ingin berbicara lebih lama lagi dengannya.

"Cukup persiapkan dirimu aku akan mengatur semuanya." Setelahnya Benjamin benar-benar pergi dan meninggalkanku sendirian.

Memijit pelipisku ringan, aku tidak mengerti haruskah aku merasa bergembira atau merasa tertekan dengan ini semua. Di satu sisi tujuan hidupku akan segera terwujud, tetapi di sisi lainnya.... Apa ini akan menjadi keputusan yang tepat untukku?

Membuat suatu kontrak dengan seseorang seperti Benjamin Lancaster.... Seseorang pria yang tidak mudah ditebak.

"Ini gila."

***

Menambahkan sedikit riasan di wajahku, aku menatap pantulan diriku yang berada di cermin. Ini tentu tidak terlihat begitu berlebihan bukan? Dengan gaun hitam bertali spaghetti dan riasan dengan warna yang cukup mencolok di bagian bibirku.... Sementara aku sama sekali tidak tahu kemana pria itu akan membawaku pergi.

Namun, rasanya akan lebih aman jika aku tampil seperti biasanya, seperti ketika aku menghadiri acara-acara penting yang juga di hadiri olehnya. Aku tidak tahu bagaimana selera seorang Benjamin Lancaster pada seorang wanita, tetapi ya... Lebih baik aku mengikuti bagaimana biasanya orang-orang di sekelilingnya terlihat.

Suara langkah kaki terdengar semakin dekat ke arah kamarku, aku yakin jika itu adalah Ibu yang sudah pulang dari acaranya sore tadi, dan aku tahu mengapa ia mencariku pertama kalinya, segera setelah sampai ke rumah.

Ayah pasti memberitahunya tentang kedatangan Benjamin.

Ah... Benjamin... apa aku benar-benar bisa memanggilnya Benjamin mulai sekarang?

"Rosie? Ingin menjelaskan sesuatu?"

Aku membalas tatapan Ibu dari pantulan cermin.

Menjelaskan? Haruskah aku mengatakan pada Ibu jika putri satu-satunya ini telah berhasil membawa pria terkemuka seperti Benjamin Lancaster untuk membuat kontrak pernikahan dengannya? Dengan imbalan jika ia bisa mendapatkan segala hal yang diinginkannya.

"Tidak ingin berbicara? Kudengar Benjamin Lancaster mendatangi kantor Ayahmu, berbicara denganmu, dan bahkan menanamkan investasi yang tidak sedikit kepada kita. Sesuatu terjadi di antara kalian?"

Aku masih saja diam, tidak tahu harus menjelaskannya dari mana. Hal ini seharusnya akan membuat Ayah dan Ibu merasa senang, begitu pula denganku, tetapi apa ia akan tetap merasakan itu ketika tahu jika mungkin hubunganku dan Benjamin selanjutnya hanya terjalin karena sebuah kontrak belaka?

"Kami mengenal dan menjadi teman."

Jawaban yang tidak waras. Semua orang tahu jika Benjamin tidak mengenal kata teman, karena semua orang yang dekat dengannya lebih terlihat seperti pekerja dibandingkan dengan seorang teman.

"Benarkah? Itu sesuatu yang baik, bisa saja rekan-rekan bisnisnya yang masih muda mulai melirik ke arahmu."

Ibu bahkan tidak memiliki pikiran jika mungkin Benjamin Lancaster lah yang merasa tertarik kepadaku.

"Kemudian, untuk apa kau merias diri seperti ini? Apa ada acara hari ini?" Tanya Ibu selanjutnya.

"Ya, aku akan pergi sebentar."

Aku tidak tahu bagaimana akan menjelaskan semua ini, tetapi sepertinya yang paling penting sekarang adalah bagaimana cara membuat Ayah dan Ibu bahagia. Selama ini mereka selalu memanjakanku dan mendukungku, aku tidak ingin mengatakan tentang kontrak yang akan ku buat dengan Benjamin dan membuat mereka merasa tidak nyaman. Lebih baik, aku menjelaskan semuanya setelah kontrak itu terjadi dan meyakinkan pada mereka jika keputusanku dan Benjamin untuk menikah nantinya adalah sesuatu yang alami, sesuatu yang terjadi karena kami saling tertarik. Aku tidak ingin membebani pikiran mereka dengan kontrak ini.

"Dengan siapa? Pria yang kau temui semalam di acara itu?"

Pertanyaan Ibu mengejutkanku. Apa ia tahu tentang pertemuanku dengan Benjamin semalam? Ia tentu tidak mengetahuinya bukan? Ibu tidak mungkin mendengar percakapan yang terjadi di antara kami semalam kan?

Namun, seketika itu juga aku teringat tentang pria bernama Nathan, dan aku yakin jika pria yang dimaksud Ibu itu adalah pria bernama Nathan.

"Bukan Bu, tetapi dengan seseorang yang lain. Aku akan memberitahu Ibu jika semuanya berjalan dengan baik."

Ibu menampilkan senyuman lebar di bibirnya, membuatku ikut tersenyum dibuatnya.

"Baiklah, aku akan menunggu kabar yang menyenangkan darimu. Aku tahu kau pasti akan memilih seseorang yang sesuai dengan kemauan kita semua."

Aku mengangguk kecil menanggapi perkataan Ibu.

Pembicaraan kami selanjutnya terhenti ketika suara bel pintu rumah berbunyi. Jangan katakan jika Benjamin yang datang kemari?

"Aku akan membuka pintunya, kau bisa melanjutkan riasanmu untuk-"

Aku segera berdiri untuk mencegah langkah Ibu.

"Biar aku saja Bu, mungkin saja itu paket tas yang kubeli untuk acara kali ini."

Alis Ibu terangkat, ia terlihat sedikit ragu.

"Aku membeli tas tadi, karena kurasa aku membutuhkan tas baru untuk penampilanku kali ini."

Ia terlihat mengangguk kecil, mencoba menerima alasanku.

"Oh...Kalau begitu bukalah. Ibu akan membersihkan diri terlebih dahulu sebelum tamu mu hadir. Jika ingin pergi, tolong pastikan jika kau mengenalkan Ibu pada siapa pun yang sedang dekat denganmu itu."

"Baiklah, Bu."

Tanpa menunggu lebih lama lagi, setelah kepergian Ibu, aku segera mengambil tas dan ponselku, kemudian segera berjalan ke arah pintu dan membukannya.

Ah... bodohnya aku yang meyakini jika seseorang yang menekan bel pintu rumah itu adalah Benjamin Lancaster.

"Nona Rosie Macbride? Saya ditugaskan kemari untuk menjemput Anda."

Aku hanya mengangguk, kemudian mengikuti pria asing itu tanpa tahu kemana tujuan kepergian kami kali ini. Aku bahkan menghiraukan permintaan Ibu untuk mengenalkannya pada seseorang yang akan pergi denganku.

Terlalu rumit untuk menjelaskan semuanya sekarang. Lebih baik aku membuat kontrak dengan Benjamin terlebih dahulu dari pada menjelaskan hal yang mungkin akan sulit dicerna oleh Ibu dan Ayahku.

"Silahkan, Nona."

Aku tersenyum, kemudian masuk ke dalam mobil dan duduk di salah satu kursi penumpang, sementara pria suruhan Benjamin itu menutup pintu dan segera menjalankan mobilnya untuk pergi kemana pun yang pria itu kehendaki.

Lihatlah... Sebentar lagi semua yang kuinginkan akan kudapatkan, aku akan mendapatkan segalanya dan membuat kedua orang tuaku berbahagia.

Aku tersenyum.

Beberapa saat setelah berkendara, mobil yang membawaku pergi berhenti di salah satu halaman parkir dari sebuah hotel berbintang.

Tentu saja bukan hotel Ayahku.

"Kita sudah sampai Nona. Silahkan masuk ke dalam seseorang akan memandu Anda pada Tuan Benjamin."

Aku menghela napas, sebelum kemudian mengangguk mantab dan turun dari mobil itu.

Rasanya masih tidak dapat dipercaya. Permata ini sudah mendapatkan perhatian dari calon pemiliknya. Butuh satu langkah lagi hingga aku sampai ke tujuanku.

Ya, satu langkah lagi.

***