webnovel

TRISALVARD

Aku bahkan tidak mengetahui siapa aku sebenarnya, dari mana asal-usulku, dan orangtuaku. Yatim piatu, begitu orang biasanya menjulukiku. Saat ini aku hidup di sebuah negeri yang bernama Slanzaria, Kerajaan yang sangat berjasa bagiku sebab telah mengangkatku sebagai anaknya. Aku bertekad untuk membalaskan jasa pada negeri ini, dengan mengejar impianku menjadi seorang Prajurit Suci. Namun, beberapa hari sebelum aku dikukuhkan sebagai calon Prajurit Suci, peristiwa-peristiwa aneh dan menyeramkan menghampiri hidupku. Bayangan makhluk itu datang kembali dan mencakar kulitku, kemudian menghilang meninggalkan rasa sakit dan tanda tanya besar di hari-hariku. Perlahan-lahan, aku menjalani rentetan misteri dan teka-teki yang menghampiriku. Yang perlahan-lahan membongkar siapa diriku yang sebenanarnya, dan membongkar misteri tentang negeri ini yang disimpan selama ratusan tahun.

YourPana · แฟนตาซี
เรตติ้งไม่พอ
25 Chs

Dadu Takdir

Tn. Armor memiliki tubuh yang tinggi dan tegap, usianya sebenarnya telah mencapai lima puluh tahunan namun wajahnya masih terlihat jauh lebih muda. Beliau memakai pakaian merah marun dengan tuniknya yang sampai ke lutut, celana hitam ketat di balik tuniknya, bersepatu kulit, dan tentu saja sebuah kantung di pinggangnya khusus untuk menyimpan hornusnya yang tadi ia dengungkan.

Setelah semua rombongan duduk membentuk lingkaran mengelilingi lapangan itu, Tn. Armor menuju ke tengah lingkaran dan dimulai dengan menyapa seluruh peserta,

"HORNUS MEMANGGIL MURID GALATHIUM AKADEMIA, SELAMAT DATANG DI TAHAP PERTAMA EPHYLOGIA!!!"

Seluruh peserta bertepuk tangan merespon ucapan Tn. Armor. Arion sedikit heran, mengapa tiba-tiba pria yang terkenal dingin itu bisa mengeluarkan kata-kata yang sedikit encer, mungkin ia telah menyiapkannya dan palingan sebentar lagi akan kembali membeku. Bagaimana pun, Shany tetap menyukai rambut bergelombangnya.

"Pagi ini, tanggal 15 Ardion 10.015 Tahun Oldir, tahap pertama dari tiga tahapan ephylogia akan dilaksanakan. Kalian sudah tahu, DADU TAKDIR!!!" benar pendapat Arion, Tn. Armor kembali membeku.

"Dadu takdir adalah penentu takdir kalian, calon-calon Trisalvard. Dalam setiap gerakannya, putarannya, dan gelindingannya telah terukir takdir kalian, keputusannya adalah sebuah ketetapan. Dadu ini telah menempah puluhan ribu Prajurit Suci, Pewarta, dan Penyembuh yang berharga bagi Slanzaria. Dan yang harus kalian lakukan adalah..... memasukkan sang dadu ke dalam cawan raksasa itu, kemudian cawan itu akan melemparkan dadu yang sisi atasnya akan menentukan menjadi Trisalvard apa kalian di masa depan. Dadu ini memiliki enam sisi dengan lambang yang berbeda-beda yaitu : lambang pedang, kitab, telapak tangan bercahaya, burung hitam terbang, phoenix, dan trisula bermahkota."

"Galadis dan Astris akan memberitahu kalian apa makna dari lambang yang kalian peroleh selama permainan ini. Dan kalian semua akan berada dalam pengawasanku selama rangkaian ephylogia ini!" ia memperingatkan, tampaknya ia malas berbicara banyak-banyak.

"Hah, tanpa perlu kau beritahu, aku sudah membaca semua arti dari lambang-lambang itu." celetuk Arion.

"Benarkah? Aku belum membacanya, tapi aku seperti pernah mengetahuinya tapi entah dari mana." balas Joah.

"Sudah-sudah, tidak perlu sok tahu-tahuan. Saksikan saja tahap pertama ini dan nikmatilah!" tutup Shany.

Tn. Armor meniup sangkakalanya sekali lagi, namun kali ini nadanya terdengar berbeda dari yang sebelumnya, mungkin arti dengungan kali ini untuk memulai acara.

Bersamaan dengan dengungan sangkakala itu, secara mencengangkan cawan raksasa yang tergantung di tengah-tengah mereka bergetar. Tampaknya ada sesuatu di dalamnya yang menggetarkannya.

Kemudian, keluarlah dua sambaran cahaya secepat kilat dari cawan-cawan itu dan perlahan-lahan sambaran cahaya tadi membentuk sebuah wujud. Ternyata itu adalah dua sosok peri yang kehadirannya disambut oleh rasa tercengang dan takjub. Tentu saja karena peri adalah sejenis makhluk ajaib, bahkan dari wujud dan tabiatnya mirip dengan beberapa jenis nymph, namun keduanya berbeda.

Peri memiliki sorotan mata yang lembut dan gestur wajah yang dingin, tinggi peri juga sama dengan tinggi manusia. Peri jantan memiliki sayap berwarna hitam sedangkan peri betina berwarna putih.

Tanpa sapaan atau sebagainya, salah seorang peri jantan menunjuk Frith dengan maksud memilih anak itu untuk menjadi yang pertama kalinya memainkan dadu takdir. Ya, bahkan peri-peri itu tidak memperkenalkan diri kepada peserta, namun percayalah yang jantan bernama Galadis sedangkan yang betina Astris, seperti yang telah disebut Tn. Armor.

Kali ini pipi Frith tidak memerah, namun menjadi putih seperti getah. Matanya melotot kaget seakan-akan ia tidak yakin bahwa dia akan menjadi "hewan" percobaan. Anak itu pun lekas berjalan ke tengah lapangan dengan langkahnya yang sangat gugup.

Galadis melemparkan dadu takdir yang ternyata seukuran kepala ke arah Frith, namun dadu itu mendarat di samping kaki Frith dan mengejutkan anak itu di tengah lamunan ketakutannya.

"Ambil dan masukkanlah dadu itu ke cawan raksasa!" seru Galadis.

Frith pun mengambil sang dadu kemudian melemparkannya ke cawan raksasa tanpa mengucapkan doa pengharapan terlebih dahulu. Dia sepertinya sudah pasrah dengan ketentuan sang dadu, atau mungkin kegugupannya mendorongnya untuk segera menyelesaikan semua ini.

"Aku harap dia menjadi Trisalvard yang sama seperti dirimu!" gumam Arion menganggu Shany.

"Tidak bisa! Bahkan aku akan mengundurkan diri jika harus menjadi Trisalvard yang sama dengannya." ketus Shany.

"Ayolah Shany! Dia benar-benar laki-laki yang sempurna, cocok untukmu!" tampaknya Arion merasa kutukan dan sumpah yang dikeluarkan Shany untuk sepupunya itu belum cukup. Shany membalas ucapan Arion itu dengan lima pukulan di bahunya.

Galadis dan Astris langsung membentangkan sayap mereka yang sedari tadi terkatup dan terbang ke atas mengambil kepala rantai yang digantungkan di tiang. Galadis dan Astris mengguncangkan cawan raksasa itu melalui kepala rantai dan setelah itu langsung menuangkan sang dadu ke tengah lapangan. Sang dadu bergelending beberapa saat sebelum akhirnya memampangkan lambang 'phoenix'.

"Lambang phoenix! Kau harus memasukkan kembali sang dadu dan giliranmu akan diulang sekali lagi!" seru Astris sembari mengepak-kepakan sayapnya di udara. Lambang phoenix mengisyaratkan peserta untuk mengulang kembali gilirannya, sebab phoenix selalu hidup-mati-dan hidup kembali secara berulang-ulang.

Frith tampak kebingungan dengan penjelasan Astris, akhirnya ia paham dari penjelasan seseorang yang berbisik kepadanya dari lingkaran. Ia kemudian kembali memasukkan sang dadu ke cawan dan para peri kembali menggoncangkannya. Akhirnya, keluarlah lambang 'burung hitam terbang' yang diperuntukkan bagi Frith.

"Lambang burung hitam terbang! Tahun ini kau gagal menjadi seorang calon Trisalvard. Kembali ke sini tahun depan!" seru Astris mencengangkan kepala-kepala yang hadir saat ini.

Lambang burung hitam terbang sangat ditakuti oleh seluruh peserta, bahkan Frith masih ketakutan walau ia jelas telah menerimanya. Burung terbang berarti Frith harus "terbang" meninggalkan seluruh tahapan ephylogia.

Namun lambang ini juga memiliki keringanan. Karena Frith masih berumur lima belas tahun, maka ia dapat kembali mengikuti ephylogia tahun depan, filosofinya burung itu mungkin saja kembali "hinggap" ke sarangnya. Namun untuk peserta yang berumur tujuh belas tahun yang kembali mendapatkan lambang ini, maka ia harus mengubur impian mereka menjadi seorang Trisalvard karena burung itu dianggap terbang selamanya dan tidak akan kembali lagi.

Seluruh peserta terbelalak melihat kejadian ini, siapa sangka pembukaan saja sudah dipenuhi oleh ketercengangan. Semua peserta menarik kejadian ini ke diri mereka, rasanya seolah-olah saat itu mereka langsung takut terhadap segala jenis burung hitam. Seperti burung gagak, bagi Joah.

Frith seketika tersungkur lemas dan menundukkan kepalanya, rasanya semua usaha dan persiapannya selama ini hancur, ia belum mendapat restu dari dadu takdir. Rasanya ingin mengutuk dadu itu, namun dadu itu hanya mengungkapkan apa yang menjadi takdirnya.

"Dadu sialan!" kutuk Arion, ia mulai bersimpati kepada sepupunya itu.

"Sstt..., jaga ucapanmu! Dadu takdir mungkin akan mendengarnya dan memberimu yang lebih buruk." tegur Joah.

"Bagaimana kalau Frith senasib dengan Ibu Niriah? Tiga tahun berturut-turut mendapatkan lambang burung" Arion khawatir.

"Dadu takdir hanya mengatakan apa yang menjadi takdir kita, tidak lebih." Ungkap Joah singkat.

"Shany, mungkin kau juga akan senasib dengan Frith." bisik Arion menampar perhatian Shany, ternyata jiwa-jiwa usil lebih mendominasi dirinya.

"Sstt..., ini bukan waktunya bercanda. Sekesal-kesalnya aku padanya namun aku tidak akan bercanda di saat seperti ini." tegur Shany, wajahnya benar-benar terlihat bersimpati kali ini. Bahkan Arion seketika tersadar dan mengakuinya.

Mendadak Frith berjalan keluar lapangan dan berlari meninggalkan tempat itu bagaikan seekor tikus tak diharapkan yang terusir. Jangan harap ada seseorang yang langsung menghampirinya dan memberikannya semangat, karena itu terlarang bagi peserta kecuali telah dinyatakan gagal.

"Dia harus mencobanya kembali tahun depan. Aku harap tidak ada lagi yang bernasib sepertinya" bisik Joah iba sekaligus berharap.

"Semoga saja, e-e-ehh tapi... kasihan juga dia, padahal dia sudah sangat berharap menjadi Trisalvard yang sama dengan Shany" ucap Arion. Percayalah, suaranya cukup terdengar oleh Galadis dan Astris sehingga kedua peri itu melirik ke arahnya.

"Laki-laki berambut coklat yang tukang bicara, sekarang giliranmu!" pinta Galadis, beberapa peserta menjadi lega.

Tanpa ragu-ragu, Arion langsung berdiri dan maju. Galadis melemparkan sang dadu dan Arion menangkapnya dengan sempurna. Arion menatap dadu takdir yang ada di telapak tangannya, berharap seluruh makhluk di Slanzaria merestuinya untuk menjadi seorang Prajurit Suci. Ia sekilas menatap ke arah Joah dan Shany, bahkan wajah mereka lebih pucat daripada wajahnya sendiri.

Tanpa mengancang-ancang posisi dadu, Arion melemparkannya ke cawan raksasa dengan ekspresi yakin sekaligus berharap. Kemudian, Galadis dan Astris mengguncangkan cawan raksasa itu, sang dadu takdir pun bergelending beberapa saat sebelum akhirnya memampangkan lambang kitab yang berpapasan dengan langit.

"Lambang kitab! Menjadi seorang Pewarta adalah takdirmu!" seru Astris.

Semua yang menghadiri tempat itu seketika kaget mengetahui Arion akan menjadi seorang Pewarta. Sesuai dengan simbolnya yang melambangkan kitab, Pewarta merupakan Trisalvard yang memiliki kewajiban untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan, kebenaran, dan arti kehidupaan ke seluruh penjuru Slanzaria.

"Astaga, Arion!" Joah kaget menyaksikan ini. Ia mengetahui bahwa Arion sedari dulu sangat ingin menjadi seorang Prajurit Suci, namun dadu takdir berkata lain.

"Benar-benar dadu yang tidak bisa ditebak! Arion-ku sangat terinspirasi dengan mendiang ayahnya yang merupakan Prajurit Suci terkenal. Kakaknya, Rigel pun sangat berharap jika ia dan Arion-ku menjadi Prajurit Suci. Tapi sekarang semua itu batal." Shany merenung, ia seperasaan dengan Joah.

Ia melihat Arion membisu untuk beberapa saat sebelum akhirnya kembali ke lingkaran dan terduduk diam, namun Arion harus bersyukur karena lebih beruntung daripada Frith. Muncul kekhawatiran di benak Shany, tentu saja ia berharap keinginan yang ada di hatinya itu sama dengan apa yang diputuskan oleh dadu takdir.

Beberapa peserta ditunjuk selepas Arion, dan kali ini giliran Shany. Shany memelas kepada sahabatnya untuk mendoakan keberuntungan buatnya. Selepas itu, ia lekas mengambil sang dadu yang tergeletak di lapangan. Ia memejamkan matanya dan membuat harapan dalam-dalam, ia benar-benar ingin mendapatkan lambang telapak tangan bercahaya, lambang Penyembuh.

"Semoga dadu takdir memberikanku lambang itu, aku mohon!" pintanya dalam hati.

Gadis itu meletakkan dadu takdir ke cawan raksasa dan menata posisinya dengan cermat. Kemudian para peri mengguncangkan cawan raksasa dan menuangkannya, sang dadu bergelinding sampai tepat di depannya dan menujukkan lambang yang ia inginkan itu.

"Lambang tangan bercahaya! Menjadi seorang Penyembuh adalah takdirmu!" seru Astris.

Shany langsung berteriak kegirangan sembari melonjak-lonjak disaksikan banyak orang. Bagaimana tidak, belum ada peserta yang mendapatkan keberuntungan selancar dirinya.

Peserta-peserta sebelumnya selalu mendapatkan hal-hal yang tidak mereka bayangkan, sedangkan Shany dengan mudahnya mendapatkan apa yang ia bayangkan. Ia merasa bersyukur akan keberuntungannya, bola matanya tampak berbinar bahagia dan ia meletakkan telapak tangannya di kedua pipinya.

Para Penyembuh adalah orang-orang yang bertugas untuk turun ke jalanan, rumah-rumah, dan setiap sisi Slanzaria untuk memberikan kesembuhan bagi rakyat yang terserang penyakit. Namun tugas mereka lebih dari itu, bahkan seekor ular yang terluka pun berhak mendapatkan penyembuhan, dan mereka dilarang untuk secara sengaja atau dalam keadaan tidak terancam membunuh seekor nyamuk pun.

Shany kembali ke lingkaran dan memeluk Joah dan Arion dengan penuh kebahagiaan. Setelah Shany, sekarang giliran Jerica dan ia mendapatkan lambang kitab.

"KEREN JERICA-KU!!! LUAR BIASA! Bakat ayahmu pasti menurun kepadamu!" Shany kegirangan, sedangkan pipi Joah diam-diam memerah menyaksikan itu. Berikutnya,

"Lambang pedang! Menjadi seorang Prajurit Suci adalah takdirmu!" teriak Astris.

Calestian Armor, putra Tn. Armor adalah peserta pertama yang mendapatkan lambang itu. Terdengar tepuk tangan bergumuruh, semua juga tahu kalau Prajurit Suci adalah Trisalvard yang sangat diimpi-impikan, terutama oleh peserta laki-laki.

"Uhhh..... Calestian, aku sangat ingin memanggilmu Calestian-ku... Calestian-ku... sayangnya aku tidak dekat denganmu. Pintar, gagah, tampan pula. Sialan! Kau memang pantas mendapatkannya." Shany menghayal dan bergetar-getar.

"Jadi maksudmu aku tidak pantas mendapatkannya karena aku tidak pintar gagah dan tampan?" celetuk Arion.

Prajurit Suci dilatih untuk melindungi, bahkan berperang atas perintah dari Alarys demi Kerajaan Slanzaria. Tentu saja terdapat undang-undang khusus bagi mereka mengenai peperangan. Mereka hanya diizinkan untuk mengangkat pedang apabila kerajaan-kerajaan atau makhluk-makhluk lain di Benua Aeslan berniat untuk menyerang Slanzaria, menyakiti rakyat, ataupun merendahkan kehormatan Slanzaria. Apabila para Prajurit Suci mengangkat pedang mereka bukan karena alasan itu, maka pihak kerajaan akan menganggap mereka sebagai penjahat perang dan kemanusian.

Selepas Calestian, kini giliran Celidra Avondius yang menyebalkan. Ternyata ia memperoleh lambang pedang, perempuan pertama yang mendapatkan lambang itu. Wajahnya terlihat sok dan kepalanya seketika naik-naik. Asal kau tahu harapan Joah untuk menjadi Prajurit Suci seketika sedikit luntur.

Permainan dadu takdir pun terus berlanjut hingga semua peserta telah mendapatkan giliran, kecuali Joah. Dia menjadi yang terakhir. Galadis menunjuk Joah dan laki-laki berambut hitam itu pun seketika maju ke tengah lapangan. Ia melihat ke segala arah untuk mengumpulkan keoptimisannya yang naik-turun bagai ombak di lautan.

Ia telah menyaksikan semua peserta dan dapat merasakan segala emosi mereka, kini ia berpikir apakah yang akan terjadi padanya. Joah mengenggam sang dadu dan berbisik kepadanya,

"Aku harap aku mendapatkan lambang pedang, tolong berikan aku keberuntungan!" ia membuat permohonan yang dalam, ia kemudian meletakkan sang dadu ke cawan raksasa.

Para peri pun menguncangkan cawan raksasa untuk yang terakhir kalinya. Tampaknya semua emosi peserta sudah terkuras habis sehingga mereka menyaksikan giliran Joah dengan wajah datar, kecuali Arion dan Shany. Malangnya doa anak itu tidak terkabulkan, dadu takdir menggelinding dan muncullah lambang yang tidak diharapkan oleh Joah, yaitu lambang trisula bermahkota.

"Apa maksud lambang ini? Belum ada peserta yang mendapatkannya." anak itu tadi mengklaim bahwa ia mengetahui arti dari tiap lambang, namun seketika semua pengetahuan itu hilang dari kepalanya, apa mungkin karena cemas?

Kedua mata Joah langsung berkerut, rasanya ingin menangis saat itu juga dan mengutuk dadu takdir, namun dadu takdir hanya mengatakan apa yang benar-benar menjadi takdirnya.

"Lambang trisula bermahkota! Kau bebas memilih apa yang menjadi takdirmu!" teriak Astris membahana, sesungguhnya para peri sedari tadi menantikan ada yang mendapatkan lambang ini. Tubuh Galadis dan Astris mendadak memudar dan menghilang dari tengah-tengah mereka.

Joah tidak mengerti dengan perkataan peri itu, pikirannya sudah buntu dan putus asa. Tiba-tiba terdengar suara tepuk tangan riuh yang bergema di sekelilingnya. Ia langsung membuka matanya lebar-lebar dan memperhatikan sekelilingnya, ternyata semua peserta berdiri dan bertepuk tangan dengan kencang menyaksikan peristiwa ini.

Saat itulah ia baru memahami apa yang dimaksud oleh peri itu. Ia tidak membutuhkan dadu takdir untuk menentukan takdirnya, tetapi ialah yang akan menentukan takdirnya sendiri. Ia mengarahkan pandangannya ke suatu arah, disana ia melihat Tn. Armor dengan wajah datar dan mata membesar menatapnya.

Ah... Honestly one of my favourite part.

YourPanacreators' thoughts