webnovel

Bab 16-Bermulanya Kekacauan Hati

Kekacauan tidak berada pada dasar hati

tapi lebih banyak terletak dalam sinapsis otak

bergejolak

lalu menimbulkan bertubi-tubi riak

Ratri Geni menggerakkan tubuhnya dan berkelebat pergi. Tidak ada gunanya terus berada di tempat di mana orang-orang memandangnya dengan tatapan aneh.

Jaka Umbara menghela nafas. Perjumpaan dengan gadis aneh itu selalu membuatnya berdebar. Saat kejadian di warung makan, dia merasa gembira ada orang yang mempermainkan seorang penjahat yang sewenang-wenang. Dia merasa menjadi seorang penonton yang terpuaskan oleh sebuah pertunjukan yang menggembirakan. Perlawanan terhadap kesewenang-wenangan. Perjumpaan yang kedua ini jauh lebih mendebarkan. Gadis itu berhasil mengalahkan salah satu datuk hitam yang jumawa dan punya kelihaian mengerikan.

Ario Langit yang telah berjumpa Ratri Geni beberapa kali, bahkan perjumpaan pertama membuatnya menyerang gadis itu habis-habisan. Merasakan bagaimana kehebatan gadis itu dalam menahan serangan-serangan dahsyatnya. Perjumpaan kedua juga sangat mengesankan, karena mereka berdua bahu membahu menghentikan keganasan seorang Gadis Penebar Maut. Perjumpaan ketiga kalinya, gadis itu bahkan menyelamatkannya dari maut. Ario Langit merasa ruang hatinya menggelegak yang dia sendiri tidak tahu apa.

Sekar Wangi yang awalnya senang bisa berjumpa lagi dengan gadis yang membantunya memberikan informasi tentang Wedya Hananta yang bisa membantu menyembuhkan Jaka Umbara, tiba-tiba berbalik seratus delapan derajat perasaannya. Cara Jaka Umbara memandang kagum Ratri Geni membuatnya sangat tidak nyaman. Entah kenapa dia tidak suka gadis itu berada dalam jarak pandang Jaka Umbara. Terlihat jelas sekali pemuda yang telah menyelamatkannya hingga mengorbankan dirinya sendiri itu nampak tertarik terhadap Ratri Geni.

Tidak jauh berbeda dengan apa yang dirasakan Ayu Kinasih. Pandang mata kagum dan sedikit memuja dari mata Ario Langit, pemuda yang sangat dikaguminya setelah beberapa saat sempat berjalan bersama, membuat hatinya memanas. Gadis ini merasakan Ratri Geni mengambil alih perhatian Ario Langit darinya. Gadis sombong!

Suasana aneh dan hening itu pecah oleh suara para pedagang yang sibuk mempersiapkan kudanya kembali untuk melanjutkan perjalanan mereka yang tertunda. Juga suara ribut para pejalan yang tertahan dan sekarang berani melintas di jalanan utama ini dari dua arah setelah pertempuran dahsyat itu berlalu.

Sekar Wangi menghampiri Jaka Umbara dan kembali hendak menandu pemuda itu dengan bibir manyun saat sebuah suara dari salah satu pedagang itu mengejutkannya.

"Ikutlah naik dalam kereta saja Nduk. Kereta ini muat untuk kalian berdua. Aku dan salah satu temanku akan menunggang kuda supaya kalian bisa berada di dalam kereta. Kau tentu hendak mengobatkan kekasihmu itu ke Pajang bukan? Perjalanan masih jauh dari sini. Kau tentu akan kewalahan dan kelelahan jika terus menandu sampai ke Pajang dengan berjalan kaki seperti itu."

Mendengar tawaran baik itu awalnya membuat Sekar Wangi gembira. Tapi setelah pedagang itu menyebutkan Jaka Umbara sebagai kekasihnya, kontan pipinya memerah saga dan membuatnya batal tersenyum. Hatinya menggerutu keras. Seorang kekasih tidak akan menatap gadis lain dengan pandangan kagum seperti tadi. Huh!

Meskipun hatinya panas, Sekar Wangi dibantu oleh pedagang itu mengangkat tubuh Jaka Umbara dan menaikkannya ke dalam kereta. Rombongan ini pasti saudagar kaya. Beberapa kereta penuh dengan barang dagangan dan kereta yang ditumpanginya sekarang ini juga terasa nyaman dan mewah. Panasnya hati Sekar Wangi leleh seketika setelah mereka berdua di dalam kereta. Jaka Umbara yang setengah terbaring di hadapannya tersenyum penuh haru dan berkata dengan bibir bergetar.

"Terimakasih kau telah bersusah payah mengurusiku Sekar. Aku berhutang budi sebesar gunung kepadamu. Aku akan membayarnya kelak dengan gunung yang tak kalah besar." Tatapan haru dan ucapan terimakasih Jaka Umbara terlihat sangat tulus. Matanya sedikit berkaca karena pemuda itu memang sangat terharu atas semua perhatian Sekar Wangi kepadanya yang bukan siapa-siapa gadis itu.

Sekar Wangi balas tersenyum dan menyentuh lengan Jaka Umbara dengan halus.

"Kau sudah memberikan gunung yang jauh lebih besar dengan menyelamatkan nyawaku Jaka. Percayalah, aku sangat senang dan rela hati mengantarmu hingga kita berhasil menemui Wedya Hananta. Kau harus sembuh."

Rombongan kereta itu berangkat dan menjauh dari Ario Langit dan Ayu Kinasih yang masih berdiri melamun meski tempat itu telah menjadi sepi kembali. Ario Langit dengan kikuk mencoba mencairkan suasana. Perasaannya mengatakan gadis cantik di depannya ini sedang marah. Entah oleh sebab apa dan kepada siapa tapi dia ragu untuk bertanya. Mereka sudah berjalan bersama selama beberapa lama setelah kejadian yang menegangkan dengan Raden Soca dan Gadis Penebar Maut.

Waktu itu, setelah memulihkan diri di hutan bersama-sama akibat kelelahan bertempur dengan Raden Soca, Ario Langit hendak mengucapkan salam perpisahan kepada Ayu Kinasih. Namun sebelum pemuda itu berucap, Ayu Kinasih sudah mendahuluinya dengan berkata panjang lebar. Menceritakan siapa dirinya sesungguhnya.

"Namaku Ayu Kinasih. Aku putri tunggal dari seorang ibu bernama Bimala Calya dan ayah Ardi Brata. Kami tinggal di ibukota Galuh Pakuan. Ibuku dulu adalah anak angkat dari Panglima Kelelawar. Raja sakti dari Kerajaan Lawa Agung yang terbunuh oleh Dewi Mulia Matri, panglima pasukan Kujang Kerajaan Galuh Pakuan, dalam perang besar di Benteng Pangcalikan. Ibuku berada di pihak Galuh Pakuan saat itu. Karena itulah Raden Soca sangat mendendam kepada Ibuku dan juga Dewi Mulia Ratri. Aku tidak menduga ternyata Panglima Kelelawar mempunyai keturunan sesakti itu dan sekarang sedang memburu kematian Ibuku."

Ayu Kinasih berhenti sebentar untuk kemudian melanjutkan.

"Aku mendapatkan tugas dari Ibuku untuk mencari pendekar Arya Dahana dan menyampaikan pesan dari Ibuku. Menurut Ibuku kemungkinan pendekar itu berdiam di wilayah Blambangan. Aku tidak mengenal daerah Jawi Wetan ini. Kalau kau tidak keberatan bisakah kau mengantarku setidaknya hingga perbatasan Blambangan?"

Saat itu Ario Langit sama sekali tidak berkeberatan. Dia tidak punya tujuan apapun selain mengembara dan membela kebaikan sesuai pesan ibunya Arawinda. Dan tentu saja mencari Gadis Penebar Maut agar tidak lagi menyebar kematian di mana-mana. Dia bisa melakukannya dengan mengantar Ayu Kinasih hingga perbatasan Blambangan. Dia sendiri tidak tahu di mana persisnya tempat yang dimaksud Ayu Kinasih, tapi tidak mungkin dia tega membiarkan gadis ini berjalan sendirian sementara terdapat ancaman mengerikan dari Raden Soca.

Itulah yang membuat mereka berjalan bersama-sama sampai akhirnya bertemu dengan gerombolan Walung Wesi dan menghajar mereka ketika gerombolan itu hendak menjarah sebuah kampung kecil yang mereka lewati.

"Ayu, aku punya usul menarik. Bagaimana kalau kita berjalan melalui pesisir selatan untuk menuju Blambangan? Sekaligus juga aku bisa menyelidiki Gadis Penebar Maut yang aku dengar juga sedang menuju daerah selatan?"

Ayu Kinasih memandang tajam yang membuat Ario Langit yang biasanya pemurung menjadi sedikit belingsatan. Tatapan itu seperti hendak mengulitinya.

"Maksudmu menyelidiki Gadis Penebar Maut atau mengikuti jejak gadis tadi?"

-******