webnovel

BOS SUPER MESUM!

Semua keluarga sedang menonton TV dengan khusuk di ruang keluarga. Sedangkan aku ada di dalam kamar sejak Isya. Aku berbaring dengan mata terpejam. Disini aku ikut Tante, jauh dari Ibu dan Bapak. Keluargaku termasuk keluarga yang pas-pasan. Dari kecil, aku terbiasa hidup susah. Sekuat tenaga, orang tua membiayai sekolahku sampai tamat SMA. Ibu menjual nasi uduk di depan rumah, sedangkan Bapak kerja sebagai buruh bangunan. Kadang, membantu orang memanen di sawah. Ah, sudah lama aku tidak pulang. Sungguh, aku merindukan mereka. Celoteh Mbak Rina, petuah Bapak, masakan Ibu, kebersamaan kami, dan suasana pedesaan yang asri begitu hangat hadir di ingatan. Hingga tanpa kusadari, mata ini terpejam. Aku pun terlelap dalam dinginnya malam, menyisakan kerinduan yang terus saja bertengger di dalam dada.

***

Pagi ini, Tante Siska memasak nasi goreng untuk sarapan keluarga. Tante Siska adalah adik dari ibu. Beliau memiliki dua orang anak: namanya Sinta, dan Bagus. Saat ini Sinta duduk di kelas tiga SMP, sedangkan Bagus di kelas dua SMA. Hidup Tante Siska bisa dikatakan berkecukupan, karena suaminya bekerja sebagai sales manajer di salah satu perusahaan swasta. Aku yang baru saja sampai di dapur, duduk di samping kursi Sinta di meja makan. Semua orang tersenyum melihat kedatanganku. Aku memperhatikan masakan yang terhidang di meja. Nasi goreng dan telur mata sapi terlihat menggugah selera pagi ini. Tante Siska menawarkanku untuk makan. Aku tersenyum, lalu berdiri mengambil piring kosong, lalu meletakkannya di depanku, setelahnya mengisi piring itu dengan makanan yang ada.

"Tante, hari ini aku pulangnya malam. Soalnya hari ini kan Jumat, jadi aku ada kelas untuk kuliah. Nanti sore masuk jam 17.00, pulang jam 21.00."

"Baiklah. Yang penting, jangan lupa jalan pulang, ya," godanya.

Aku tersenyum, lalu mengangguk, setelahnya kami kembali fokus untuk sarapan pagi. Selesai sarapan semua bersiap untuk kegiatan masing-masing. Kedua anak Tante Siska sudah pergi ke sekolah, begitupun suaminya. Tinggallah aku di sini sendirian. Aku telah selesai mencuci piring, kemudian langsung menyusunnya. Kudekati Tante Siska yang bersiap menyapu rumah. Setelah dekat kuambil punggung tangannya.

"Tante pergi dulu, ya!"

"Oke, hati-hati ya, Rey."

Aku pun mengucap salam, kemudian pergi dari sana.

***

"Hari ini, ada deadline claimant ke supplier. Kamu jangan sampai lupa!" tegur Bos Koko pagi ini.

Mana mungkin aku lupa, mulutnya sudah seperti bel pengingat yang selalu berbunyi setiap saat. "Iya, Pak. Saya ingat."

"Pajak pasal 21 dan 25 juga hari ini harus dibayar."

"Iya, Pak," jawabku sekali lagi dengan malas.

"Kamu! Wawan, jangan lupa antarkan bonus-bonus ke toko hari ini." Bos killer menunjuk meja Wawan. "Kamu, Karina. Jangan lupa cek kas kecil lebih teliti!" perintahnya lalu menunjuk meja Karina.

Aduh, pagi-pagi kepalaku sudah mulai pusing. Kami pun bergerak cepat melakukan setiap perintahnya. Hari ini, aku memakai kemeja bermotif garis berwarna cokelat, dipadukan dengan rok dasar di bawah lutut berwarna hitam. Sialnya, baju yang dipakai oleh Bos Koko senada warnanya dengan bajuku. Sehingga, aku jadi bahan candaan Karina dan Wawan.

[Hm. Janjian ini, ye!]

Chat Wawan padaku. Aku hanya mengabaikannya saja. Jujur, aku itu sebel banget seperti dijodoh-jodohkan sama Bos Koko di ruangan seperti ini. Tidak ada pria lain apa, selain dia? Tentunya yang masih single, tidak jutek, dan seiman. Namun ya sudahlah, anggap saja mereka hanya bercanda.

Sorenya, Karina dan Wawan sudah pulang terlebih dahulu. Tinggallah aku bersama Bos Koko di ruangan ini. Aku membereskan meja dan bersiap akan ke kampus. Semua peralatan alat tulis kantor sudah kurapikan dari meja. Aku juga sudah mematikan komputerku, juga komputer yang lainnya. Aku berdiri, membuka laci, lalu mengambil tas, bersiap akan pergi.

"Reina, kamu mau pulang?" tanya Bos Killer tiba-tiba.

Ada yang berbeda, dari nada bicaranya. Biasanya dia jarang sekali bersuara lembut seperti itu. apa karena tidak ada Karina dan Wawan? Atau dia hanya pura-pura baik karena menginginkan sesuatu dariku. Aku yang baru saja menutup jendela, berbalik untuk menghadap ke arahnya. Duh, kenapa wajahnya seperti itu menatapku? Bos Koko tersenyum, aku berusaha ikut tersenyum. Laki-laki itu berdiri dari kursi, lalu berjalan mendekat ke arahku.

"Saya mau pergi kuliah, Pak."

"Saya antar, ya?" tawarnya secara tiba-tiba.

Hah? Kupingku tidak salah dengar,'kan? Ini Bos Koko serius, mau antar aku kuliah? Kok, tidak seperti biasanya?

"Apa, Pak?" tanyaku karena kurang yakin dengan apa yang kudengar barusan.

"Biar saya antar," jawabnya sambil terus mendekat.

Aku heran melihatnya yang tiba-tiba menjadi seperti ini. Sungguh, ini sangat tidak biasa! Bagaimana caraku untuk menolaknya? Apa jangan-jangan dia kerasukan setan? Karena yang aku dengar, gedung ini juga agak angker, katanya. Kepalaku berkeliling menatap ruangan, apa benar dia kesurupan? Aku menelan ludah saat kembali fokus kepadanya, lalu berusaha menolak.

"Eh, enggak perlu, Pak. Saya bisa pergi sendiri kok."

Aduh, perasaanku semakin tidak enak, melihat tatapannya yang semakin menakutkan. Dia mau apa, ya? Aku memperhatikan gerak-geriknya. Kini, Bos Koko berdiri di sampingku dengan tatapan aneh. Aduh! Aku jadi deg-degan, takut dia macam-macam. Aku pun mundur beberapa langkah, tapi wajahnya semakin menyeramkan. Hingga tubuhku merapat ke dinding, dan Bos Koko masih terus melangkah maju. Eh, bener nih, kayaknya Bos Koko kesurupan! Kini dia sudah berdiri di hadapanku, tepat di depan wajahku. Sedikit membungkuk, dia menatap mataku. Hingga, kepalaku bergerak menoleh ke samping untuk menghindarinya. "Rei, saya antar, ya!"

Sebelah tanganku perlahan meraba meja mencari apa saja yang ada di sana, karena posisi masih sangat dekat dengan meja kerja.

Ketemu! Aku mengambil sebuah map dari sana. Bersiap-siap kalau saja laki-laki ini mau berbuat nekat.

"Saya bisa pergi sendiri, kok, Pak!" sahutku, terus berusaha menghindar.

Namun apa yang kutakutkan akhirnya terjadi juga, Bos Koko mendekatkan wajah, dekat, dekat dan semakin mendekat. Ia sepertinya hendak mencium salah satu bagian wajah. Aku bahkan memejamkan mata kuat-kuat sambil memalingkan muka. Beruntung, map sudah siap di tangan. Langsung saja aku mengangkatnya untuk menutupi wajah. Alhamdulillah, wajahku selamat dari serangannya. Hanya saja mapnya yang kena sosor Bos Koko barusan. Aku langsung mendorong tubuh bos sekuat tenaga.

Brukk!!

Bos Koko ambruk di dekat meja. Aku melempar map di depan mukanya dengan wajah kesal luar biasa, lalu berlari ke luar ruangan tanpa mengatakan apa-apa.

"Rey, Reynata!!" panggilnya yang tak lagi kuhiraukan. "Tunggu, kita perlu bicara!"

Aku tak mau mendengar apa-apa, terus berlari dan keluar dari sana. Sampai di luar aku langsung berlari ke post satpam, di mana ada dua security yang sedang berjaga. Bagaimana ini, apa harus kuadukan sikap kurang ajar bos koko sama semua orang, atau memperingatkannya supaya dia tidak kembali bersikap kurang ajar?

Ah! Dasar Bos Koko kurang ajar!