Gue terbangun ternyata hari sudah sore, kepala gue pusing dan terkejut karena masih menggunakan pakaian lengkap dan tadi tertidur di tepi pantai ! mungkinkah gue bermimpi ? gue bangun dan berjalan kembali pulang ke hotel. Di Hotel gue melihat Clara dan tante Yunita sedang mengobrol di beranda.
"Dari mana mas ?" tanya Clara.
"Tadi habis dari jalan-jalan ke pantai !" jawab gue jujur, mereka berdua menatap gue dengan aneh.
"Dengan siapa mas ?" tanya Clara lagi seakan tidak percaya, gue pun duduk.
"Entahlah, tadi itu brasa mimpi !" jawab gue.
"Maksud mas itu apa sih engga ngerti deh !" gue pun menjelaskan sedikit yang gue ingat tentang pertemuan gue dengan Om Johan.
"Begitulah setelah bangun, kok aku sudah berpakaian lengkap lagi ! padahal yang aku ingat ... ya pake cd doang !" lanjut gue, Clara dan tante Yunita saling pandang.
"Ya sudah sana mandi, Bim rasanya kamu bau alkohol !" perintah tante Yunita kepada gue dan mengangguk. Gue pun masuk kamar dan ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh gue. Setelah selesai mandi gue berhanduk sambil menatap ke cermin, gue tertegun melihat luka lebam kecil di dekat pipi gue, seperti bekas pukulan. Ternyata ini bukan mimpi !
Gue pun berganti baju dan keluar kamar, ternyata Clara dan tante Yunita masih mengobrol, mereka berhenti dengan menatap gue dan gue pun duduk.
"Clara, tante ... saya minta maaf ! sungguh itu diluar dugaan saya !" gue pun merasa bersalah dengan apa yang terjadi, tetapi kedua malah tertawa. Gue malah heran.
"Kamu ternyata masih polos ya ?" ujar tante Yunita tersenyum sambil menepuk pundak gue, muka gue merah.
"Clara ambil es ! obati luka bekas pukulan papamu itu !" perintahnya kepada Clara di ambilnya es batu dan serbet dan ditempelkannya di pipi dekat dagu yang lebam.
"Aduh !" gue merasa perih. Gue memegangnya, "Kalian tidak marah ?" tanya gue. Mereka malah menggeleng kepala.
"Bokap emang gitu ! lagi pula kalian mabuk !" Clara tersenyum.
"Johan memang begitu ! itu artinya kamu sudah diterima !" begitu pun tante Yunita.
Malamnya kami pun menghadiri satu pesta lagi di tempat yang sama, pestanya meriah dengan makan malam yang lezar lengkap dengan live musik serta DJ nya. Om Johan pun ada di sana tapi dia seakan baik-baik saja tidak terjadi apapun.
"Selamat malam semua yang telah hadir ke pesta pernikahan putriku Angela ! aku sangat bahagia akhirnya dia bisa menikah juga ! setelah sekian lama hanya berkarier saja ! untuk Angela dan Rafki selamat menempuh hidup baru semoga langgeng ! dan yang mengejutkan putri ku yang lain pun sudah punya pasangan bahkan dia sedang hamil ! untuk itu apa salahnya kita nikahkan mereka disini sekalian ! bagaimana Clara dan Bima kalian setuju ?" Om Johan menatap kami berdua.
"Aku sih ... yes, papa !" jawab Clara, gue tertegun.
"Aku juga, tapi ini mendadak Om ! tanpa persiapan terutama cincin !" jawab gue.
"Tenang sayang, aku sudah membawanya ! aku sudah menduga akan terjadi seperti ini !" sela tante Yunita kemudian meletakan sebuah kotak di hadapan kami berdua.
"Kalau begitu, bagaimana kalian setuju bahwa mereka menikah sekarang ?" tanya om Johan kepada yang hadir di tempat itu. Semua mengangguk setuju kecuali Angela yang cemberut karena pesta itu harusnya miliknya berubah menjadi pernikahan kedua buat gue dan Clara. Begitulah gue dan Clara akhirnya mengucap janji pernikahan dan tukar cincin pun dilakukan dan kami berdua sah sebagai suami istri di saksi kan semua tamu undangan.
"Angkat gelas kalian kita bersulang untuk dua pasang pengantin kita !" seru Om Johan.
"Cherrr ...!" di sambut oleh para tamu.
Pesta pun dimulai dengsn makan malam di akhiri dengan berdangsa sampai malam dan pagi.
"Selamat ya untuk kalian berdua !" Rafki mengucap selamat, sementara Angel terlihat tidak acuh.
"Sama-sama Ki !" jawab gue dan Clara tidak perduli dengan Angel. Rafki hanya mengangguk.
-----------
Keesokan paginya, gue terbangun kembali melirik kesamping melihat Clara tertidur dan dalam keadaan telanjang begitu pun gue, kembali gue tersadar dari mabuk tadi malam, mungkin. Tapi kemudian gue mengusap tubuh dan perut Clara. Gadis itu terbangun dan menggeliat.
"Pagi !" bisik gue dan mengecup bibirnya, dia tersenyum dan membalas ciuman gue.
"Pagi mas !" bisiknya. "Maafkan aku !" balas gue, dia menggeleng dan menyentuh wajah gue dan kami berciuman kembali.
Pintu kamar di ketuk, ternyata itu tante Yunita yang mengajak kami untuk sarapan pagi, Gue dan Clara pun bangun dan gue bantu ke kamar mandi, gue memandikan Clara sesekali berciuman.
Dan setelah mandi dan berganti baju kita keluar untuk sarapan yang sebenarnya sudah agak siang, kita pun mengobrol. Para tamu pun mulai pulang ke tempat masing-masing, Rafki dan Angel siangnya memulai perjalanan bulan madu. Om Johan kembali ke Singapura. Gue, Clara serta Tante Yunita kembali ke Surabaya.
Beberapa hari kemudian barulah gue memberitahu keluarga besar gue dan semua terkejut bukan main, atas keputusan gue menikah, kehamilan dan juga istri gue yang kebetulan dari klan Johanes yang bagi gue dan keluarga gue di anggap musuh. Tapi mereka tak bisa berbuat apa-apa terutama kedua orang tua gue, di satu sisi senang gue menikah dan punya anak itu tidak bisa di pungkiri, walau mereka menerima keadaan gue yang seorang gay tapi di hati yang paling dalam tentu ada keinginan seperti itu.
Tapi ada sesuatu yang tidak gue ungkap ke mereka yaitu perjanjian gue dengan Clara, perjanjian itu adalah dia tidak akan merubah gue, artinya gue akan tetap menjalani kehidupan gue apa adanya yaitu tetap menjadi seorang gay, walau kita sudah menikah. Di lain pihak gue tidak akan melarang apapun yang akan dilakukan Clara. Jadi walau menikah kita masing-masing menjalani kehidupannya sendiri, kecuali ketika anak kita sudah beaar maka kita tetap berperan menjadi ayah dan ibu buat putra tercinta kami berdua.
Beberapa bulan kemudian, Clara pun melahirkan seorang putra di sebuah rumah sakit dengan operasi cesar. Putra kami akhirnya kita beri nama Andra Putradewa. Gue sangat bahagia sekali begitu pun Clara dia bayi yang sehat dan sempurna. Tante Yunita pun gembira termasuk kedua orang tua gue yang akhirnya bertemu bersama karena cucunya telah lahir.
---------------
Satu tahun telah berlalu, Andra tumbuh menjadi anak yang tampan dan pintar. Gue menyayanginya sepenuh hati, saat ini Andra tinggal bersama gue dan kedua orang tua. Clara istri gue sudah berangkat ke Perancis untuk mengejar cita-citanya. Sementara tante Yunita sesekali menjenguk cucunya.
Abang Juna pun sudah mempunyai seorang putri dari pernikahannya dengan mba Sarah, sedang Rafki dan Angel juga sudah punya momongan seorang anak perempuan juga namanya Sheila. Gue tetap bekerja di perusahaan yang akhirnya menjadi milik gue sepenuhnya, yang kini sudah bergembang pesat.
Sejak gue mempunyai anak, gue tidak terlalu memikirkan kehidupan gay gue. Karena selain sibuk mengurus Andra, juga perusahaan gue sendiri. Sejauh ini tidak ada halang rintang di hadapan gue. Angela yang menjadi musuh sepertinya sudah tidak perduli lagi tentang gue dan Clara.
Tapi gue tetap waspada mungkin saja ada sesuatu yang tidak gue ketahui di masa depan, gue dalam mendidik Andra, menyerahkan sepenuhnya cita-cita kepada putra gue. kisah cintanya pun terserah mau menjadi gay atau straigth gue akan tetap terima.
Bersambung ...