webnovel

The Way Back Home : I'll Find Your Way Back Home

"Bantu aku kembali." "Kau gila?!" Semua bermula dari malam itu. Jovan, sesosok roh tersesat yang penasaran sibuk mengikuti Elish dan berhasil mengganggu ketenangan hidup gadis itu. Elish yang tidak tahu apa-apa mengenai roh harus membantu Jovan untuk menemukan tubuhnya. Dengan segala usaha yang dilakukan, akankah Elish mampu membantu Jovan menemukan tubuhnya dan kembali hidup dengan tenang? Atau mungkin, akan terjadi sesuatu antara Jovan dan Elish? [Update setiap Sabtu malam] - TheGoldenDew [Mohon maaf. Untuk saat ini tidak update, Author sedang tidak dalam kondisi yang memungkinkan untuk update. Terima kasih.] - TheGoldenDew

TheGoldenDew · แฟนตาซี
เรตติ้งไม่พอ
41 Chs

Pasien Koma

Pagi telah tiba. Elish membuka matanya perlahan dan menghela napas. Sebenarnya ia merasa sangat malas untuk bangun. Mengingat ketiga temannya yang pasti akan membanjirinya dengan pertanyaan. Elish bangkit dan keluar kamar diam-diam, tidak ingin membuat teman-temannya terbangun.

Elish berjalan ke arah dapur dengan sedikit sempoyongan karena belum sepenuhnya sadar dari tidurnya dan duduk di kursi setelah mengambil sebotol air minum dari dalam kulkas.

Gadis itu minum dua teguk, "Haahh.. segarnya." ujarnya sembari menyandarkan punggungnya dan menutup mata.

"Bukankah ini terlalu pagi untuk minum minuman dingin seperti itu?" Suara Jovan membuat Elish tersentak.

"Oh? Kau sudah bangun? Aku tak sadar kau ada di sini." Mata Elish terbuka lebar, ia menatap sosok Jovan yang kini duduk berhadapan dengannya.

Jovan menghela napas, "Aku tidak tidur."

"Eh?"

"Aku tidak bisa tidur."

Elish berkedip, "Bagaimana bisa? Kau ada masalah."

Jovan mengangguk lemah, "Masalahnya adalah aku tidak bisa tenang kalau tidak tidur di sampingmu. Kurasa jalan terbaiknya adalah minta teman-temanmu pergi agar kita bisa tidur ber-" belum sempat Jovan menyelesaikan kalimatnya, Elish bangkit berdiri dan kembali ke kamar.

"Omong kosong." Gerutu Elish.

"Tck!" Jovan mendecak dan menyandarkan punggungnya, wajahnya cemberut, "Apa dia tidak ingin membalas perasaanku?"

***

"Kalian sudah selesai?" Tanya Elish pada ketiga temannya yang sibuk merapikan alat make-up.

Eva, Liony dan Lyora mengangguk serempak. Elish melangkah keluar diikuti tiga temannya.

"Kalian jalanlah duluan, sepertinya ponselku masih di kamar." Ucap Elish. Tiga temannya turut mengiyakan dan berjalan lebih dahulu.

Elish segera masuk ke kamar dan menutup pintu, "Jovan." panggilnya.

"Ya?" Sahut Jovan sembari menembus dinding dan berdiri di hadapan Elish dengan wajah yang tersenyum cerah.

"Aku berangkat ke kampus sekarang. Kau tidak perlu ikut. Jaga rumah baik-baik. Dah~" Ucap Elish kemudian keluar sambil melambaikan tangan.

Jovan balas melambai, namun senyumnya memudar hingga akhirnya wajahnya berubah cemberut.

"Apa-apaan. Dia memanggilku hanya untuk mengucapkan salam perpisahan? Ughhh.." Keluh pria transparan itu.

***

"Oh, itu Elish kan?" Tanya Liony sambil menunjuk ke arah Elish yang berjalan sendirian.

Eva dan Lyora menatap ke arah yang ditunjuk oleh Liony dan mengangguk. Saat ini ketiganya berdiri di perempatan yang tak jauh dari rumah Elish, bermaksud menunggu Elish agar berangkat bersama ke kampus.

"Ayo." Ajak Elish begitu sampai di tempat ketiga temannya berdiri.

***

"Slurrp..!" Egha menyeruput teh hangat di kantin rumah sakit. Wanita itu duduk di dekat dinding kaca yang transparan.

"Hmm~ minum teh di pagi hari memang menyenangkan~" Gumamnya sambil tersenyum.

"Permisi, Dokter Egha." Seorang perawat wanita memanggil.

"Ada apa, Shena?" Balas Egha sembari meletakkan tehnya di atas meja.

"Uhm... sungguh aku tidak ingin mengganggu waktu istirahatmu, tapi aku tidak ada pilihan lain. Aku mohon bantuan-"

"Dokter Herron sialan itu absen lagi ya?" Tanya Egha, memotong kalimat perawat itu. Ia menampakkan senyum ramah namun tampak penuh kebencian.

"Dokter Herron bilang ada urusan mendadak. Jadi beliau meminta tolong pada Anda."

Egha menghela napas, "Baiklah, karena aku tidak ingin merepotkan. Berikan padaku." ucapnya sambil mengulurkan tangan pada perawat yang ia panggil Shena itu.

Shena memberikan formulir data yang ia genggam pada Egha.

"Jovan Besson, 23 tahun, kamar 212." Egha membaca data pasien yang diberi Shena.

"Jovan.." Egha menggumam, dahinya berkerut, "Namanya tak asing. Di mana aku mendengarnya, ya?"

"Mungkin saja Dokter Egha mengenalnya. Tuan Besson ini adalah pasien yang koma sekitar.. dua minggu." Ujar Shena.

Egha berdiri, "Koma?" tanyanya dan dibalas anggukan oleh Shena, "Dua minggu?" tanyanya lagi dan Shena kembali mengangguk.

"Apa penyebab pasien ini koma?" Tanya Egha.

"Tuan Besson kecelakaan dan mengalami cedera kepala berat. Wali pasien mengatakan kalau ia ditabrak oleh sebuah mobil dan membuat kepalanya terbentur keras. Awalnya pasien mengalami semi koma berdasarkan skala GCS*, namun setelah selesai operasi tingkat kesadaran pasien semakin menurun dan mengalami koma." Jelas Shena, "Selain itu, sejauh ini keadaan pasien sudah jauh lebih baik, hanya saja untuk tingkat kesadaran pasien belum ada peningkatan." sambungnya.

*GCS (Glasgow Coma Scale) adalah skala yang dipakai untuk mengetahui tingkat kesadaran seseorang. Dahulu, GCS hanya dipakai untuk mengetahui tingkat kesadaran orang yang mengalami cedera kepala. Namun, saat ini GCS juga digunakan untuk menilai tingkat kesadaran saat memberikan pertolongan darurat medis.

Egha mengangguk paham, "Apa Dokter Herron memeriksanya secara rutin?" tanyanya dan dibalas anggukan oleh Shena, "Bagaimana dengan penyakit komplikasi?" tanyanya lagi.

"Tidak ada. Selain tingkat kesadaran, tubuh pasien baik-baik saja. Operasi juga berjalan dengan lancar. Tidak ada kendala. Yang paling mengkhawatirkan dari pasien ini adalah tingkat kesadarannya." Jelas Shena.

"Baiklah. Aku mengerti." Ucap Egha.

"Jovan..." Egha menggumam lagi, ia melangkahkan kaki menuju kamar 212, kamar pasien bernama Jovan.

Selama di koridor rumah sakit, Egha terus menggumamkan nama Jovan. Ia berusaha keras mengingat di mana ia mendengar nama itu. Hingga saat ingatan kecil muncul di kepalanya.

~ "Siapa namamu?" ~

~ "Jovan." ~

~ "Memangnya umurmu berapa?" ~

~ "Dua puluh tiga." ~

Percakapan kecil yang terlintas dalam pikiran Egha berhasil menghentikan langkah wanita itu. Matanya membelalak, "Kalau itu memang dia..." gumamnya kemudian mempercepat langkahnya, ingin rasanya ia berlari, namun ia tak ingin membuat kegaduhan dan memutuskan untuk mempercepat langkah kakinya. Shena ikut mempercepat langkahnya dengan perasaan heran.

***

"Uhm, kenapa Anda tidak segera masuk?" Tanya Shena bingung melihat Egha yang diam di depan pintu kamar 212.

"Aku ragu." Ucap Egha tanpa bergerak sedikit pun dari posisinya berdiri saat ini, wanita itu memandangi pintu kamar itu.

"Ah, sepertinya Dokter Egha memang mengenal pasien ini, ya. Tapi kenapa Anda ragu?" Tanya Shena.

"Aku takut kalau pasien bernama Jovan ini adalah Jovan yang kukenal." Ujar Egha.

"Orang yang Dokter Egha kenal? Apa mungkin Tuan Besson adalah... mantan kekasih Dokter Egha?" Shena coba menebak.

Egha menoleh pada Shena dan memandang perawat itu dengan tatapan jengkel, "Apa aku tampak seperti wanita yang menyukai laki-laki yang lebih muda?" tanyanya datar, Shena berkedip seakan ragu apakah ia harus menjawab iya atau tidak.

"Bahkan jarak umur kami hampir satu dekade, apa menurutmu itu masuk akal?" Tanya Egha lagi dan Shena kembali berkedip.

"Kalau itu.. aku kenal beberapa pasangan yang jarak umurnya sekitar 12 tahun, bahkan ada yang 20 tahun. Dan mereka adalah pasangan yang prianya lebih muda." Ujar Shena sambil mengingat-ingat pasangan yang ia sebut kenal.

Egha sedikit tercengang dengan pernyataan Shena barusan, "Pergaulanmu agak..." wanita itu tak sanggup melanjutkan kalimatnya, ia kehabisan kata-kata.

Ceklek!

Egha segera membuka pintu, tidak ingin memperpanjang percakapan menyeramkan dengan Shena seperti tadi. Ia melangkah masuk, diikuti Shena yang melangkah di belakangnya. Dua wanita itu tidak melihat adanya sosok lain selain pasien yang terbaring lemah dengan alat bantu pernapasan dan alat medis lainnya.

"Permisi..." Egha melangkah lagi, "Tidak ada orang." ucapnya kemudian menatap pasien yang jaraknya tidak begitu jauh dengannya.

Langkah Egha terhenti, sedang Shena sudah berdiri di sisi pasien. Shena menatap Egha, "Dokter Egha? Kenapa tidak kemari?" tanyanya.

"Aku masih belum siap melihat wajahnya." Jawab Egha.

Egha memberanikan diri dan melangkah mendekat pada pasien yang sejak tadi ia dan Shena bicarakan. Kini ia sudah berdiri di sisi sang pasien, namun kedua mata Egha terkatup rapat.

"Uhm, Dokter.. bagaimana Anda memeriksa Tuan Besson dengan mata tertutup seperti itu?" Ujar Shena.

Baiklah, aku harus memastikannya sekarang. - Batin Egha. Ia membuka kedua matanya perlahan.

Mata Egha sudah terbuka sepenuhnya, kini wajah sang pasien sudah dilihatnya dengan jelas. Dan benar saja, sesuai dugaannya, pasien itu adalah Jovan yang ia kenal. Roh yang tak sengaja ia temui di koridor rumah sakit dua minggu lalu. Sesuai dengan lamanya pria itu mengalami koma.

Kira-kira rohnya sudah kembali atau belum, ya? Semoga sudah kembali. - Batin Egha cemas.

Shena menepuk bahu Egha yang tak berkutik, "Dokter.. apa ada masalah?" tanyanya.

"Ah, tidak. Aku hanya terkejut. Ternyata ini memang Jovan yang kukenal." Ujar Egha.

"Mantan kekasih Anda?" Tanya Shena sambil tersenyum jahil.

"Sekali lagi kau mengatakan dia mantan kekasihku, aku tidak akan mau lagi membantu Dokter Herron kesayanganmu itu memeriksa pasien." Ancam Egha sembari menyerahkan kembali formulir data pasien yang ia genggam pada Shena.

"Hehe, aku hanya bercanda~ Dokter Egha tidak perlu mengancamku begitu~" Ujar Shena, berusaha meluluhkan hati Egha.

Egha hanya menatapnya jengkel dan mengalihkan perhatian pada sang pasien, Jovan Besson, Jovan yang Egha kenal. Wanita itu mulai melakukan pemeriksaan pada Jovan, dibantu oleh Shena.

***