Calista terlihat memutar bola matanya. "Em, sepertinya butuh refreshing nih." Cibirnya beriringan dengan langkah kaki meninggalkan Calvino yang tertinggal jauh dibelakangnya.
Hm, terus saja kau ejek Kakak, Earl. Dasar Adik kurang ajar! Umpat Calvino bersamaan dengan itu semakin melebarkan langkah hingga sejajar dengan sang adik tercinta. Tanpa aba - aba langsung mengalungkan sebelah tangannya ke leher Calista. Sontak saja langsung Calista hempas dengan kasar. "Jauh - jauh dunk, Kak! Merusak pasaran saja, ih." Nada suaranya terdengar sinis menggelitik pendengaran Calvino.
Siluet coklat memicing hingga keningnya berkerut. "Apa maksud mu?" Sambil mengangkat dagu.
"Dasar ga peka!" Sembari mencondongkan wajahnya mendekat berirama dengan bisikan. "Kalau sikap Kak Calvin saja posesif seperti ini. Ga akan ada satu pun lelaki yang mau mendekat, Kak. Pasti semua mengira bahwa Kak Calvin ini kekasih, Earl."
"Bagus dunk! Kan memang itu tujuan Kak Calvin, Earl." Mengusap kasar puncak kepala berpadukan dengan langkah lebar. Sementara Calista, ia masih saja kesal atas sikap Calvino yang menurutnya sangat menyebalkan.
Hih, benar - benar ya, Kak Calvin. Dia itu selalu saja membuat ku dalam masalah besar. Sambil menendangkan sebelah kakinya seolah sedang menendang Calvino dengan sangat keras.
Apa Calvino tidak tahu dengan kekesalan sang adik? Tentu tahu! Sangat tahu! Hanya saja dia terlalu cuek menanggapi kemarahan Calista.
Tanpa rasa bersalah sedikit pun, dia pun malah bersiul sembari mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi. Tatapannya terlihat fokus ke depan, seolah benar - benar fokus pada jalanan. Eits, tapi jangan salah karena ekor matanya beberapa kali kedapatan melirik ke arah wanita cantik yang sedang duduk pada sisi kursi kemudi.
"Sampai kapan cemberut terus seperti ini, hum? Wajah mu jadi jelek kalau sedang cemberut." Sambil memainkan bibir Calista.
Tak ayal gerakannya itupun langsung dihempas dengan kasar. "Singkirkan tangan mu!" Bentak Calista berpadukan dengan tatapan tajam mematikan. Sialnya, Calvino sama sekali tidak terusik. Baginya, tatapan tajam mematikan yang sengaja Calista lemparkan atas dirinya sama sekali tidak berarti apa - apa.
Tanpa rasa bersalah sedikit pun dia pun bersiul. Geram, itulah yang Calista rasakan atas sikap sang kakak. Ingin rasanya turun dari mobil dan mengendarai taxi. Namun, hal itu tidak dia lakukan. Satu hal yang dia percayai bahwa kakak nya yang super overprotective ini tak akan pernah membiarkan hal tersebut terjadi.
Mau tidak mau, Calista harus tetap berbesar hati bermanjakan sikap Calvino yang menurutnya sangat menyebalkan. Tidak mau semakin terhimpit ke dalam rasa kesal. Dia pun terlihat membuang muka pada jalanan. Calista mencoba menikmati sepanjang jalan, meskipun sama sekali tidak ada yang menarik perhatiannya.
Tanpa sengaja ekor matanya menangkap arah jarum jam. "Oh My God, 30 menit lagi."
"Kenapa, Earl?" Tanya Calvino khawatir.
"Tambah kecepatannya, Kak. Pagi ini Earl ada meeting penting dengan Dinas Pariwisata."
"Jadi, ini Kakak putar balik ke Dinas Pariwisata gitu maksud nya?"
Calista mendesah lelah. "Bukan Kakak."
"Terus?"
"Pokoknya tambah kecepatannya! Earl, harus sudah sampai di kantor sebelum jam 10 pagi."
"Okay, Earl." Bersamaan dengan itu mobil melaju dengan kecepatan tinggi hingga tak berselang lama sudah berhenti tepat didepan gedung menjulang tinggi bertuliskan Grand Pierce Hotel.
"Kita sudah sampai, Earl. Tidak terlambat kan? Cepat turun gih!"
"Bukan disini, Kak. Tapi, antarkan Earl sampai ke area parkir. Nah, dari sana ada lift yang akan langsung membawa ke ruangan CFO. Paham, Kakak-ku sayang?"
Calvino tampak mengangguk - anggukkan kepala. "Yes, I know baby."
Kini, mobil telah membawa ke duanya pada tempat di mana area parkir berada. "Sudah sampai Tuan Putri. Silahkan turun!" Membukakan pintu mobil berpadukan dengan senyum khas.
Cup.
Satu kecupan mampir di pipi Calvino atas sikapnya yang menurut Calista sangat manis. Sialnya, hal tersebut justru menjerat Calista pada kegilaan Calvino.
"Earl ... " Panggilnya. Yang dipanggil langsung berbalik. "Ya."
Jari telunjuk Calvino langsung menghentak pada pipi sebelah kanan, meminta pada Calista untuk segera mendaratkan ciuman. Refleks, bibir ranum langsung mengulas senyum geli dan bersamaan dengan itu mendekat, menghujani pipi Calvino dengan kecupan sayang.
"Hati - hati. Semangat kerjanya ya, sayang."
Calista mengangguk.
Ditatapnya tubuh ramping yang terlihat berjalan menuju ke arah lift. Bersamaan dengan itu Calvino terlihat memutari badan mobil. Dengan segera hendak menenggelamkan tubuhnya di antara mobil kesayangan. Namun, gerakannya tertangguhkan oleh suara sang adik ketika memanggil nama seseorang yang mengusik ketenangan hati dan juga jiwa selama beberapa hari terakhir ini. Dengan segera memutar tubuhnya berpadukan dengan tatapan meremang. "Kia ... " lirihnya.
Ditatapnya seorang wanita yang berjalan di sisi Calista. Sialnya, Calvino tidak bisa melihat secara jelas karena hanya terlihat dari belakang. Secara body memang sangat mirip dengan Samara. Tinggi, putih, langsing, dan rambutnya pun juga sama. Sama - sama memiliki rambut lurus yang panjangnya mencapai batas tulang ekor.
"Samara ... " lirihnya. Seketika matanya memanas hingga air mata sudah menggenang di pelupuk. Tidak mau jika air mata bodoh tersebut sampai mengaliri pipi kokoh. Dia pun terlihat mengerjap - ngerjapkan matanya berulang kali.
Tidak mau mati penasaran tentang siapa sosok Kiara Larasati, telah membulatkan tekat Calvino untuk menyusul sang adik. Sadar, bahwa dia hanyalah seorang tamu yang tidak bisa menemui sang adik dengan sekehendak hati. Langkah kaki menuju lift yang akan membawanya naik pada lantai di mana restaurant tersebut berada.
Satu hal yang Calvino pikirkan. Mungkin di sanalah dia bisa bertemu dengan Kiara. Sejauh informasi yang dia dapatkan dari Kenan, bahwa Kiara menjabat sebagai manager pada divisi tersebut.
Dengan tak sabaran menekan tombol lift. Sialnya, pintu lift tak juga terbuka. Geram, tentu saja. Terlebih mengingat sikap Calvino yang tak sabaran. Ketika pintu lift terbuka, dia pun bergegas masuk.
Sepanjang lift membawanya naik. Degup jantung tak bisa tenang. Degup jantungnya masih saja memompa 1.000 kali lebih cepat dari biasanya. Dan ketika pintu lift terbuka, degup jantungnya semakin tidak terkontrol.
Sebelah tangannya terulur mengarah ke dadanya sendiri. Siapkah jika aku bertemu dengan, Kiara? Lalu, bagaimana jika memang benar bahwa Kiara itu, Samara?
Calvino terlihat mengusap kasar wajahnya beriringan dengan nafas berat yang dia buang secara kasar. Tak pernah ku sangka bahwa kedatangan ku ke Indonesia justru akan membawaku pada situasi sulit seperti ini.
Entah sudah berapa lama berkecamuk dengan pikiran sendiri. Yang jelas ekor matanya masih saja menelisik ke sekeliling dengan tatapan menelisik. Satu hal yang dia harapkan bahwa dia akan segera dipertemukan dengan Kiara. Meskipun hatinya masih saja dilanda keraguan mendalam.
🍁🍁🍁
Next chapter ...
Hai, guys!! Terima kasih ya masih setia menunggu kelanjutan dari cerita Calvino. Dukung selalu dengan memberikan power stone atau komentar, karena itu sangat berarti untuk kelanjutan dari cerita ini. Peluk cium for all my readers. HAPPY READING !!