webnovel

Kota Atqia Qvik

Alan dan Nayla terus melesat menembus malam, berusaha untuk menghindari pertempuran yang tidak ada manfaatnya. Akan tetapi, saat mereka melalui kota kecil di Alaska. Mereka melihat manusia memanggul senjata, mereka mendirikan benteng-benteng bersatu dengan tentara dan polisi.

Mereka menahan Nayla untuk lewat, "Kalian mau ke mana?" tanya salah satu polisi yang bernama Dawson. Nayla membaca di tag name namanya, " Aku ingin ke Alaska," jawab Nayla ia tidak melihat Alan. Ia tahu Alan sedang bersembunyi di salah satu atap gedung tinggi tersebut.

"Keadaan lagi, genting! Tidak diperbolehkan keluar masuk perbatasan. Demi keselamatanmu, Nona." Dawson memandang Nayla, "Tidak apa-apa Tuan Dawson. Aku bisa menjaga diriku," balas Nayla tersenyum.

Alan yang berada di atas gedung menguping semua pembicaraan Nayla, "Ngapain sih, lama banget? Dasar!" sungut Alan merasa cemburu.

Ia tidak menyadari rasanya, ia hanya sedikit kesal dengan tingkah Nayla yang bermanis-manis dan tersenyum kepada pria tersebut.

Alan masih menguping, ia masih ingin mendengarkan apa yang akan dilakukan oleh Nayla. Dawson akan berusaha untuk menahan Nayla melanjutkan perjalanan. Beberapa waktu kemudian kumpulan zombie memasuki wilayah Kota Atqia Gvik. Semua orag bersiap dengan senjatanya, Nayla memandang ke arah gerombolan zombie.

"Masuklah Nona! Kami akan menutup gerbang!" teriak Dawson. Nayla melesak masuk ke dalam, pasukan zombie sudah mulai mendwkati geebang.

Merwka berusaha mendobrak pintu gerbanh mencoba untuk masuk, menggedor-gedor dan menarik jalusi besi dan kawat. Beberapa zombie berhasil naik. Memanjat melalui kawat dan jalusi pagar.

"Tembak!" perintah Dawson. Semua orang berusaha menembakkan m60 dan berbagai jenis senjata ke arah zombie. Namun mereka hanya terpental dan kembali naik. 

"Kalian tidak akan bisa membunuh mereka dengan peluru biasa!" teriak Nayla di antara desingan peluru.

"Lalu dengan apa kami membunuhnya?" balas Dawson. Ia masih menembakkan senjatanya, "Dengan peluru, perak!" balas Nayla. Dawson memandang Nayla tidak percaya, mereka melihat bayangan hitam mendarat di antara zombie yang mencoba untuk naik ke oagar melalui kawat.

Bayangan hitam yang tidak lain adalah Alan menyabetkan pedangnya dan membakar dengan kukunya. Dawson dan semua orang di Kota Atqia Qvik menoleh ke arah Alan. Mereka begitu terpesonanya, "Siapa pemuda itu?" tanya Dawson penasaran.

"Alan! Alan Thompson, seorang vampir dan pemburu vampir!" balas Nayla. 

"Apa?" Dawson terkejut, "seorang vampir?" tanya Dawson terkejut, "Iya! Tapi, jangan khawatir. Alan bukan memangsa manusia," terang Nayla. Ia tidak ingin semua orang beranggapan jika Alan sejahat vampir lainnya. 

Beberapa vampir sudah masuk ke dalam kota, Nayla langsung mengambil pedangnya. Berlari menerjang zombie yang sudah mulai mendekat ke arah mereka.

"Tembak, kepala zombie! Bila ada perak di rumah kalian gunakanlah!" teriak Dawson kepada semua orang yang berada di belakangnya.

Semua orang berhamburan mengambil perak dari rumah masing-masing. Membawa nampan, sendok, garpu, pisau, pedang, dan berbagai peralatan dapur lain. Dawson menepuk jidatnya, "Kalian ingin memasak atau bagaimana? Bagaimana mungkin benda seperti itu bisa membunuh zombie dan vampir?" teriak Dawson.

Namun, seorang zombie ingin menyerang seorang nenek tua. Si nenek langsung menghunuskan garpu makannya ke tangan si zombi membuat asap keluar dari tubuh si zombie, "Aaa!" teriak zombie bersamaan dengan tubuhnya menghilang menjadi asap.

"Wah, sangat keren!" ujar nenek tersebut bangga. Ia kembali mencari zombie, ia ingin membasmi zombie.

Membantu wanita dan seseorang di luar gerbang yang sudah membantu mereka.

Pertempuran semakin sengit, namun tidak begitu berarti karena semua hanyalah zombie yang bermutasi karena sesuatu radiasi dari vampir penciptanya. Alan memandang Nayla yang berada di dalam gerbang dan semua manusia yang bersatu menyingkirkan musuh, "Aku rindu saat-saat menjadi manusia kala mengusir penjajahan dulu," batinnya.

Ia terus menebaskan pedang dan cakarnya. Matahari mulai menyingsing, semua zombie berusaha mencari tempat perlindungan dari sengatan matahari. Berbeda dengan Alan, ia tidak terlalu berpengaruh dengan paparan sinar matahari. Ia sedikit berjenggit sedikit saja.

Semua orang berteriak senang, mereka tidak menyangka di abad 21 mereka berhasil mengusir musuh mereka. Mereka berteriak gembira, "Hore!" teriak semua orang. 

Dawson dan beberapa orang berlari menemui Alan dan Nayla, "Bolehkah aku mengetahui namamu?" tanya Dawson menatap Alan.

"Alan, Alan Thompson!" balas Alan.

"Dawson Karl! Kami mengucapkan terima kasih. Kalian benar-benar menolong kami. Jika tidak ada kalian, mungkin ... kami sudah mati sia-sia atau telah menjadi zombie," ucap Dawson.

"Berhati-hatilah! Tidak semua vampir sepertiku. Perak hanya bisa membunuh kepada zombie dan vampir penghisap darah manusia, tidak berlaku kepada vampir vegetarian seperti kami!" Alan memandang Dawson, ia tidak ingin jika ia salah mengartikan. 

Alan takut jika semua orang dari Kota Atqia Qvik berpikir jika semua vampir adalah orang yang sangat baik. Sehingga mereka lengah, "Akan aku ingat pesanmu!" balas Dawson menjabat tangan Alan.

Nayla dan Alan tersenyum memandang mereka. Nayla melingkarkan tangannya memeluk pinggang Alan. Pelukan hangat Nayla membuat Alan berjengit. Ia tidak menyangka Nayla melakukan hal itu.

Obsesinya selama ini menjadi sebuah kenyataan keduanya melihat semua keluarga di kota Atqia Kvik saling berpelukan dan berciuman dengan suami-istri mereka. Nayla dan Alan saling berpandangan dan tersenyum, Nayla mengecup pipi Alan.

Membuat detak jantung Alan semakin tidak beraturan, "Terima kasih, Alan! Telah memberi mereka sebuah harapan," ujar Nayla.

"Bukan aku! Tapi, kamu yang melakukannya, Nay! Kamu hebat, sangat hebat," puji Alan, "Ayo, kita lanjutkan lagi perjalanan kita," ajak Alan.

"Ayo!" balas Nayla menggandeng tangan Alan. Nayla menaiki sepeda motornya meninggalkan Kota Atqia Qvik, "Sampai jumpa!" teriak Nayla. Ia melambaikan tangannya dan dibalas oleh seluruh warga Atqia Qvik dengan semangatnya, "Selamat jalan! Sampai jumpa!" teriak semua orang dari atas gedung dan di pelataran gedung-gedung.

Alan dan Nayla mengendarai sepeda motor meninggalkan kota, keduanya menyusuri jalanan-jalanan yang sedikit melesek karena rusak. Di sisi kanan-kiri jalan penuh dengan pohon oak dan pinus berbatang besar dan rindang. 

Nayla melirik ke sampingnya ia merasakan keseraman yang mengerikan ia tidak pernah merasa begitu takut di dalam kehidupanya. Nayla semangkin erat mencengkram dan memeluk pinggang Alan.

"Apa yang sedang dipikirkan Nayla? Aku berharap secepatnya meninggalkan hutan ini. Sepertinya ada beberapa vampir yang sedang mengawasi kami. Vampir yang sangat hebat," batin Alan. 

Ia berusaha secepatnya melintasi hutan yang teramat panjang menuju Alaska. Mereka memasuki hutan yang gelap, dimana cahaya matahari sedikit menyinari akibat terlalu lebatnya hutan dan curah hujan lebih banyak di daerah tersebut juga musim salju yang teramat panjang.

"Nay, apakah kau kedinginan?" tanya Alan sedikit khawatir. Bagaimanapun Nayla masih manusia biasa berbeda dengannya yang berdarah panas.

"Hm, aku baik-baik saja!"balas Nayla. Ia merasa pakaian yang diberi oleh Andre memang benar-benar didesain sesuai dengan keadaan.