webnovel

The Kingdom of NETERLIANDIS

NETERLIANDIS sebuah kerajaan yang melibatkan bentuk mata dan fantalis sihir dalam penentuan kasta dari takdir seseorang. Hingga pada suatu ketika, lahirlah seorang bayi yang akan merangkai takdirnya sendiri. Seorang bayi pemilik fantalis berbeda yang akan mencoba menciptakan perubahan di kerajaan Neterliandis. Percintaan, pemberontak, penghianatan serta ribuan rahasia akan terungkap dalam perjalanannya membentuk keadilan. Akankah keadilan benar-benar tercipta di tangan seorang bayi yang akan menjadi dewasa nantinya? Atau malah kehancuran yang akan di dapat oleh kerajaan Neterliandis. Note: Cerita ini belum direvisi, bisakah kalian membantu saya untuk mencari paragraf yang mana typo dan sebagainya dalam cerita ini? jika iya kalian hanya perlu memberi komentar pada paragraf yang sebaiknya perlu saya revisi. 07 Oktober 2021

Aksara_Gelap · แฟนตาซี
เรตติ้งไม่พอ
40 Chs

Wanita Ular

Ratu Diana dengan perasaan khawatir mengunjungi kediaman Perdana Menteri Suliam, ia merasa heran tak seorangpun prajurit yang berjaga di sana. Baru saja dua hari yang lalu ia datang ke mari untuk memberikan informasi penting, di sana masih dengan penjagaan ketat.

Ratu Diana lantas masuk mencari keberadaan Perdana Menteri Suliam, perasaan sungguh kacau setelah mendengar berita kematian Pangeran Antoni di rapat tadi. Ia berpikir kurang baik tentang kekasi gelapnya ini.

Tak butuh waktu lama Ratu Diana berhasil menemukan Perdana Menteri Suliam yang tampak kacau di halaman belakang. Ratu Diana dengan sigap menghampiri Perdana Menteri Suliam, namun langkahnya mendadak terhenti ketika ia tak sengaja mendang sesuatu yang terasa keras dan bulat.

"Arghhh," Ratu Diana spontan melompat kaget, melihat sosok kepala Bayan sang pembunuh sadis tertendang tak sengaja olehnya.

Napas Ratu Diana masih ternganga tak teratur, ia kemudian memilih duduk di samping Perdana Menteri Suliam yang tampak tak sanggup hidup lagi.

"Suliam," Ratu Diana lekas mengangkat wajah Perdana Menteri Suliam dan meneatap matanya dalam, "dengarkan saya, saya tahu persis kamu sedang hancur sekarang karena kematian Pangeran Antoni. Tapi kamu tidak boleh seperti ini terus, kamu harus membalas kematian Antoni ini. Saya tahu ini pasti ulah Pangeran Dinata, membuat Antoni merasa bersalah pada Liliana dan akhirnya memutuskan untuk bunuh diri. Kamu harus menuntut balas padanya, nyawa harus dibalas nyawa, Suliam."

Ucapan licik dari wanita ular itu berhasil menanamkan dendam lagi pada jiwa hati Perdana Menteri Suliam, semangat hidupnya untuk membunuh Pangeran Dinata kembali bergelora di jiwanya.

"Kamu benar, Diana. Saya seharusnya tidak diam saja, saya harus membalas kematian Antoni dengan nyawa Pangeran Dinata. Seberapapun kuat Pangeran bukan berarti dia tidak memiliki kelemahan, saya akan mencari tahu hal ini untuk menghabisinya."

"Yah benar, ini baru kamu yang saya kenal, Suliam tidak akan pernah kalah."

Bagus, Suliam akhirnya termakan ucapan saya. Dengan begini kerajaan Neterliandis akan semakin hancur akibat konflik dan bencana, pada akhirnya kekuatan mereka lemah dan ayah akan menaklukkan Kerajaan ini. Saya tidak akan berpura-pura lagi baik dan menyukai Suliam, saya bisa kembali pada kerajaan saya dan menikmati segalanya.

***

Raja Indra dan Gandara kembali ke tempat Pangeran Dinata yang mereka tinggalkan pingsan tadi. Saat pintu rungan itu mereka buka, tampak sosok Pangeran Dinata yang sudah berdiri tegak menghadap ke jendela luar.

Sosok Pangeran Dinata yang terlihat di mata Raja Indra dan Gandara dari belakang sudah kembali sehat, namun ada yang aneh pada Dinata tak mungkin ia bisa sembuh dan racun mematikan secepat ini.

"Dinata? Kamu sudah membaik?" Tanya Gandara penasaran sambil mendekat ke arah Pangeran Dinata.

Raja Indra dan Gandara melihat aneh ketika Pangeran Dinata menoleh ke arah mereka dengan wajah dingin tanpa ekspresi apapun yang ia tunjukkan.

"Ya." Jawab Pangeran Dinata singkat.

"Bagaimana perasaan kamu? Apa kamu merasakan sesuatu, sedih misalnya?" Tanya Paman Gandara memastikan lebih jauh apakah hati Pangeran Dinata masih berfungsi normal atau tidak.

"Tidak, Paman. Saya tidak merasakan emosi apapun."

"Apa kamu sedih jika mendengar teman kamu Putri Liliana dan Pangeran Dinata ditemukan tewas di magma Negalitipus?"

"Saya sudah tahu berita itu, Paman ketika saya tak sadar tadi Antoni mengirim telepati yang samar-samar saya dengar. Antoni mengakhiri hidupnya sendiri, dia ingin menyusul Putri Liliana katanya. Sedangkan Liliana mati dibunuh oleh Bayan atas suruhan Perdana Menteri Suliam."

"Jadi kamu sudah tahu semuanya, Pangeran Dinata?" Tanya Gandara yang masih tak percaya dengan ekspresi wajah Pangeran Dinata yang datar saat mengatakan sesuatu yang sangat besar dan mengagetkan dirinya dan Raja Indra.

"Ya, bahkan saya sudah memenggal kepala Bayan dengan tangan saya sendiri. Sayangnya Pangeran Antoni menahan saya saat pedang kristal es juga hampir melepas kepala Perdana Menteri Suliam dari lehernya," ekspresi wajah Pangeran Dinata sama sekali tidak berubah, malah terlihat tamba dingin saat menceritakan semua itu.

"Kamu membunuh Bayan? Dan kau juga ingin membunuh Perdana Menteri Suliam?" Tanya Raja Indra tak percaya dengan hal yang dilakukan putranya ini.

Dari kecil Dinata memiliki perasaan yang lembut, ia bahkan tidak mau membunuh seekor semut pun. Saat usia 5 tahun Pangeran Dinata bahkan menangis cukup lama dan kencang saat panahnya tak sengaja mengenai seekor burung merpati.

Melihat sikap yang ditunjukkan oleh Dinata selama ini, rasanya hal itu tidak mungkin ia lakukan untuk menebas leher seseorang. Tapi ketika saya perhatikan Dinata sekarang saya berpikir dua kali untuk tidak mempercayainya, sikap yang ia tunjukkan tidak bisa saya jelaskan lewat kata-kata.

"Aroma dari energi negatif," Dinata memandang ke arah Ratu Diana dibalik kaca jendela yang baru saja kembali ke istana dengan kereta kudanya.

"Apa maksudmu Pangeran Dinata? Aroma apa?"

Parman Gandara dan Raja tampak bingung dengan ucapan Pangeran Dinata yang belum mereka ketahui arahnya.

Pertanyaan dari Gandara sama sekali belum dijawab oleh Pangeran Dinata, ia masih sibuk mencium aroma Ratu Diana yang entah apa itu.

"Ehm, Aromanya busuk sekali," ucap Pangeran Dinata sambil mengernyitkan dahinya, "Bau niat busuk dan keserakahan ternyata."

"Pangeran Dinata tolong jawab pertanyaan saya!!" Ucap Paman Gandara yang sangat penasaran dengan hal yang dari tadi dikatakan Dinata.

"Ratu Diana bukan orang baik, aroma energi yang keluar dari tubuhnya menunjukkan ia orang yang licik dan jahat. Ah, kenapa nafsu saya bergejolak ingin sekali menghabisi nyawanya," ucap Pangeran Dinata yang terus mengingat aroma yang tak bisa lepas dari pikirannya.

"Ada apa padamu, Dinata? Sejak kapan kamu bisa mengetahui sifat orang lain dari aroma tubuhnya. Dan kenapa juga kamu mau membunuh Ratu Diana? Tolong jelaskan dengan ayah!!"

Rasa penasaran Raja Indra sama sekali tidak terjawab, Dinata memilih untuk pergi keluar dari sana tanpa merspon pertanyaan Raja Indra sedikitpun.

"Hendak kemanakah Pangeran Dinata, sepertinya ia sangat terburu-buru?"

"Entahlah dia sangat aneh," Raja Indra tampak berpikir cukup dalam tentang kemana Dinata.

Tak butuh waktu lama, mata Raja Indra membulat saat terpikirkan arah yang mungkin di tujuan Pangeran Dinata dari pembicaraannya tadi, "Tunggu, Ratu Diana."

Setelah mengucapkan tiga kata itu, Raja langsung pergi dengan sedikit berlari diikuti oleh Gandara menuju ke tempat Ratu Diana biasanya duduk setengah berpergian.