webnovel

The Kingdom of NETERLIANDIS

NETERLIANDIS sebuah kerajaan yang melibatkan bentuk mata dan fantalis sihir dalam penentuan kasta dari takdir seseorang. Hingga pada suatu ketika, lahirlah seorang bayi yang akan merangkai takdirnya sendiri. Seorang bayi pemilik fantalis berbeda yang akan mencoba menciptakan perubahan di kerajaan Neterliandis. Percintaan, pemberontak, penghianatan serta ribuan rahasia akan terungkap dalam perjalanannya membentuk keadilan. Akankah keadilan benar-benar tercipta di tangan seorang bayi yang akan menjadi dewasa nantinya? Atau malah kehancuran yang akan di dapat oleh kerajaan Neterliandis. Note: Cerita ini belum direvisi, bisakah kalian membantu saya untuk mencari paragraf yang mana typo dan sebagainya dalam cerita ini? jika iya kalian hanya perlu memberi komentar pada paragraf yang sebaiknya perlu saya revisi. 07 Oktober 2021

Aksara_Gelap · แฟนตาซี
เรตติ้งไม่พอ
40 Chs

Pertarungan Barulah Dimulai

Trakkk, ikatan tangan Dinata tiba-tiba lepas dari tangannya dan hancur. Tongkat panas yang hampir mengenai lehernya ia tangkap dengan tangan kosong. Dinata mengalirkan fantalis sihirnya, membuat beku tongkat besi itu bahkan separuh lengan Pangeran Ryan ikut membeku.

Paman Gandara lantas bersiap dengan sihirnya ketika melihat mata ungu Pangeran Dinata sebagian telah memutih sewarna dengan kristal es. Paman Gandara melirik ke arah Raja Indra yang juga tengah bersiap dengan sihir apinya diatas singgasana.

------

"Gandara, persiapkan dirimu untuk menjadi seorang pelatih menemani Dinata di lapangan besok. Kita harus selalu waspada, kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, kita harus mengatasi semua kemungkinan buruk, termasuk Dinata yang lepas kendali."

"Baik, Raja Indra. Rencana apa yang harus kita jalankan?"

"Jika Dinata sudah melepas kendali dirinya, saya akan mencairkan semua yang terkena fantalis sihir Dinata. Sedangkan kamu bertugas melindungi orang-orang yang masih bisa diselamatkan. Kamu paham maksud saya, Gandara?"

"Saya paham, Raja Indra."

------

"Sepertinya kemungkinan buruk yang dikatakan Raja Indra memang terjadi, apakah kami mampu menghentikan semuanya? Saat Pangeran Dinata dikendalikan oleh fantalisnya," gumam Gandara sedikit tidak yakin.

Pangeran Dinata mengangkat tangannya cukup tinggi, menciptakan gumpalan pekat debu es diatas kepalanya. Ia memandang tajam Pangeran Ryan, kemudian melepaskan gumpalan sihir itu kearah Pangeran Ryan yang berlahan menjauh menyiapkan sihirnya.

Ctrakk... Prakkk ... Sihir Dinata dihadang oleh tameng besi dari fantalis Pangeran Ryan, gumpalan es tadi menyeber membentuk salju Indah yang turun di arena.

Kini giliran Pangeran Ryan membalas dengan sihir besi berbentuk tombak, ia lemparkan kuat ke arah Dinata. Namun tombak itu dihadang oleh bongkahan es yang tiba-tiba muncul dari tanah.

Serangan demi serangan beruntal dilakukan Dinata tapi masih bisa ditahan oleh Pangeran Ryan. Pertarungan mereka tampak begitu ketat, tak ada yang mau mengalah di sana. Sihir terus dilemparkan oleh keduanya, Menciptakan ledakan dahsyat di udara.

Para penonton yang menyaksikan duel sihir ini dilingkupi oleh rasa ngeri yang luar biasa ketika beberapa serangan Dinata yang dielak oleh Pangeran Ryan mengenai garis arena serta sesekali membekukan bangku penonton.

Di beberapa lemparan sihir tampak Pangeran Ryan mulai kelelahan, kekuatan dari sihirnya tak sesempurna saat awal pertarungan tadi. Ia melihat ke arah Dinata yang sedikit saja tidak menunjukkan penurunan stamina, semakin lama malah terasa sihirnya semakin kuat dan bruntal.

Bodoh, sepertinya Perdana Menteri Suliam menipu saya. Sama sekali tak terlihat Pangeran Dinata melemah, jika terus seperti ini saya bisa terbunuh ditangannya. Ahhhh, dasar pria licik!! Harusnya saya tidak percaya ucapan Perdana Menteri Suliam tempo malam, tidak akan terjadi situasi seperti ini. Ibu, maafkan saya.... Tidak, tidak saya tidak boleh menyerah dan mati di sini, saya harus bertahan demi ibu saya di sana.

Di saat batin Pangeran Ryan terus bergejolak matanya terus melirik ke arah bangku penonton yang diduduki oleh ibunya, akibatnya Pangeran Ryan kehilangan kefokusan dan serangan Dinata melumpuhkan kaki kanannya.

Membeku dan sangat berat untuk digerakkan, itulah yang dirasakan Pangeran Ryan saat ini. Pergerakannya untuk menghindar dari serangan Dinata semakin melambat, membuat hampir semua serangan mengenai tubuhnya.

Sekelilingnya tubuh Pangeran Dinata tampak dilindungi oleh fantalis sihirnya yang berupa kristal es yang berterbangan, arena yang diinjaknya atau dilewati Dinata semua menjadi beku. Langkah Dinata berhenti saat melihat Pangeran Ryan tak mampu berjalan lagi dengan keadaan kaki yang membeku.

Dinata tanpa sadar kemudian menciptakan sihir yang sangat besar, besarnya hampir melingkupi semua arena seleksi. Seluruh penonton terlihat panik, berbondong-bondong ingin segera keluar dari arena dibantu oleh Gandara dan Raja Indra yang mencairkan beberapa pintu yang ikut membeku.

Sudah tak terhitung kalinya team penilaian meminta Dinata untuk menghentikan duel sihir itu, namun tidak ada hasil. Tak ada seorang pun juga di arena ini yang mampu menjega Pangeran Dinata, termasuk Raja Indra ayahnya sendiri. Seleruh tubuhnya sudah sepenuhnya dikendalikan fantalis sihir.

"Dinata tolong sadarlah, hentikan semua ini!! Ayah tidak mau kamu membunuh semua orang di arena seleksi sekarang. Berhenti Dinata, Berhenti!!"

Raja Indra terus berusaha membuat Dinata sadar dan menghentikan aksinya menyerang dengan bruntal ke segala arah. Tetap tak ada respon dari Dinata, ia bahkan mengarahkan sihirnya ke Raja Indra yang berusaha mencairkan pintu keluar, "Diam, jangan ikut campur urusan saya."

Serangan besar yang Dinata persiapkan dalam hitungan detik lagi akan menghabisi nyawa Pangeran Ryan beserta seluruh orang yang ada di arena seleksi ini.

Sesok wanita paruh baya berlari dengan berani mendekat ke arah Pangeran Ryan dan memeluknya, beberapa kali terlihat Pangeran Ryan meminta wanita paruh baya itu untuk pergi tapi tak dihiraukannya. Wanita paruh baya itu adalah sosok ibu yang sangat baik bagi Pangeran Ryan, ia bahkan mengemis memohon untuk putranya tidak dibunuh pada Pangeran Dinata.

"Tolong Pangeran Dinata, jangan bunuh putra saya. Dia orang yang baik, dia tidak bermaksud melukai kamu sedikit pun tadi. Saya mohon jangan sakiti dia, Pangeran Dinata," ucap Ibu dari Pangeran Ryan sambil menagis tersedu-sedu serta membungku pada Pangeran Dinata.

"Minggirlah atau kamu akan celaka, putramu memang pantas mati."

"Tidak Pangeran Dinata, tidak. Jangan bunuh putra saya, bunuh saya saja. Saya lebih baik mati daripada melihat putra saya celaka," ucap wanita paruh baya itu menjadikan tubuhnya tameng dari sihir Dinata bagi Pangeran Ryan.

"Tolong Ibu, pergilah saya tidak mau Ibu terluka karena melindungi saya. Saya tidak apa-apa jika harus mati sekarang. Semua ini salah saya, atas kebodohan saya membuat Pangeran Dinata lepas kendali dan mencelakai banyak orang di sini. Pergilah Ibu, saya mohon!!"

Pangeran Ryan dan ibunya tampak saling melindungi, tak satupun dari mereka yang ingin pergi. Mereka bersikeras ingin menyelamatkan orang yang disayangi.

"Dinata," sebuah suara yang terdengar asing muncul dibelakang Pangeran Dinata, membuat ia langsung menoleh.

Seorang wanita mengenakan gaun kerajaan resmi dengan mata berwarna ungu, persis sama dengan Pangeran Dinata. Ia bahkan dikelilingi oleh kristal es yang bercahaya.

"I... Ibu?" Mata Pangeran Dinata tampak membulat melihat sosok wanita bermata ungu dan berambut putih keabuan itu.