webnovel

The Guardians : Seeker

Untuk pertama kalinya Bumi mengalami pergolakan pertamanya. Bermula dari peristiwa hujan meteor, satu demi satu bencana mulai berdatangan membawa manusia ke sebuah kenyataan pahit. Ketika manusia beranggapan semuanya sudah berakhir mereka datang bergerombol layaknya lebah memusnahkan setiap manusia yang mereka temui. Entah untuk menjawab doa manusia, satu demi satu manusia membangkitkan sebuah kemampuan. Berbekal kemampuan baru yang ada manusia melawan balik mengambil setiap kesempatan untuk bertahan hidup. Apakah ini akhir dari malapetaka mereka atau awal dari mimpi buruk, tidak ada yang tahu.

Dre_Am · แฟนตาซี
เรตติ้งไม่พอ
18 Chs

Lilyan

"Wind Slash." Gadis kecil itu melambaikan tangannya secara horizontal. Mengikuti gerakannya, udara tampak berubah seakan ada yang mencoba memotong melalui ruang.

Slash!

Melihat ada yang tidak beres, Z dengan cepat menghindar ke kanan.

Dia yakin tidak ada apapun yang berubah di depannya. Dia melihat dengan matanya sendiri bahwa tidak ada yang salah, tidak ada yang aneh dengan gerakan gadis kecil itu.

Tapi dia merasakan ada kejanggalan dengan udara, seolah udara sedang memadat. Benar, apa yang dia rasakan bahwa udara, sesuatu yang harusnya berbentuk gas itu telah memadat.

Itu aneh, dan dia sendiri juga tidak tahu bagaimana dia bisa merasakan bahwa udara itu memadat, tidak ada perubahan pada suhu dan tekanan udara pun tidak berubah. Seolah hukum di sekitar itu telah berubah, dengan tidak adanya kelainan pada pergerakan udara ataupun efek dari perubahan udara.

Bang!

"Whoa apa itu." Melompat mundur, Z menghindar agar tidak tertimpa pohon itu. Memutar kepalanya, apa yang dilihatnya adalah tunggul pohon yang terpotong dengan rapi, itu tidak tampak seperti pohon tempat dia menepuk sebelumnya. Dilihat lebih dekat, pohon itu seperti terpotong dengan benda yang sangat tajam, dan menghubungkan dengan apa yang dia rasakan sebelumnya, sekarang dia yakin dengan apa yang terjadi.

"Hmph. Kamu beruntung bisa menghindarnya." Menyilangkan tangannya, gadis kecil itu terlihat tertarik dengan apa yang dilakukan Z barusan. Untuk seseorang yang dia anggap sebagai rakyat jelata bisa menghindari serangannya, itu hanya aneh.

Memiringkan kepalanya Z menjawab. "Kurasa itu pujian untukku."

Z berbalik dan menatap gadis kecil itu dengan takjub. "Apa itu tadi. Dari apa yang telah kamu lakukan, itu seperti Pengguna tipe elemen tapi itu tidak mungkin. Mereka biasanya menimbulkan efek ataupun dampak pada lingkungan setiap kali mereka menggunakan kemampuan. Itu angin bukan, seharusnya itu meninggalkan perubahan suhu atau tekanan udara bahkan Angin pun tidak bisa melakukan apa yang kamu lakukan."

"Bisa mengetahui perbedaannya dalam sekali pandang, kurasa ada yang pintar diantara kalian rakyat jelata." Tiba-tiba, di sekeliling gadis kecil itu muncul semacam kabut ilusi.

Kabut itu menutupi seluruh tubuhnya, memberikan daya tarik seolah dia adalah fatamorgana. Sedikit demi sedikit dia mulai berubah, tubuhnya mulai bertambah tinggi, rambutnya yang awalnya hitam mulai berubah menjadi pirang dan memanjang, sosoknya yang kecil perlahan tapi pasti berubah menjadi dewasa.

Muncul di depan Z bukan lagi gadis kecil melainkan gadis yang sedang menuju masa emasnya. Gadis itu tinggi, dengan tubuh yang proporsional, tidak gemuk ataupun kelebihan lemak itu sangat ideal. Terutama kaki itu Z memiliki keinginan kuat untuk menyentuhnya, dia tidak bisa tidak mengakui bahwa gadis itu memiliki kaki paling indah yang pernah dia temui.

Dengan rambut pirang sebahu, wajah cantiknya memberi kesan ilusi bahwa gadis itu bukan dari dunia fana, tidak ternoda oleh debu fana. Matanya yang berwarna biru disandingkan dengan rambut pirangnya memberi daya tarik yang lebih unik pada dirinya.

Secara keseluruhan gadis itu sangatlah cantik, dengan tubuh, wajah dan sosoknya, tidak ada yang menandinginya. Tapi sangat disayangkan dadanya itu, meskipun itu ditutupi jubahnya tapi tetap tidak bisa menyembunyikan bahwa itu datar.... mungkin tidak datar sepenuhnya, hanya saja tidak memberi kesan itu penuh.

"Ooh, seorang gadis yang cantik. Kupikir kata-kataku barusan itu menghina kecantikanmu." Memeriksa gadis di depannya, Z kagum dengan apa yang dilihatnya. Gadis itu adalah gadis paling cantik yang pernah ditemuinya, tentunya selain Audrey dan Eira. Melihatnya lebih teliti dia memberikan pesona seolah hanya dia satu-satunya yang ada, tidak ada yang bisa menyerupai dirinya.

"Kamu memang memiliki mulut yang manis." Berdiri dengan postur yang masih sama, gadis itu tidak memiliki perubahan pada ekspresinya tapi Z yakin gadis itu merasa senang dengan sanjungannya. Itu aneh, bagaimana dia yakin bahwa gadis itu merasa senang jika tidak ada perubahan pada ekspresi dan tatapan matanya.

"Bolehkah yang rendah ini mengetahui namamu." Z sedikit membungkuk ke depan. Tidak diketahui mengapa, tapi dia memiliki kesan yang baik tentang gadis itu.

"Kanna." Jawab Gadis itu.

"Kanna ya. Di tempat ini Kanna memiliki arti nama bunga, jadi bunga apa kamu ini." Z sekarang yakin, dengan setiap percakapan yang terjadi, kesan baik tentangnya itu bukan sebuah ilusi.

"Lily." Memiringkan kepalanya, gadis itu menjawab dengan nyaman, tidak terpengaruh oleh kenyataan bahwa dia berada di wilayah musuh.

"Lily. Putih dan murni, itu sesuai denganmu, tetap murni tanpa ternoda kotoran dunia. Meskipun itu tidak mengeluarkan seluruh pesonamu tapi itu membuatmu terlihat unik seolah hanya kamu satu-satunya yang memilikinya. Lily.. Lily.. Lily..., bagaimana jika kupanggil Lilyan." Mengelus dagunya, Z menatap Kanna dengan antusias. Semakin lama Z memandangnya, semakin kuat kesan itu, seolah-olah dia adalah bagian dari hidupnya.

"Lilyan..," bergumam pelan, Kanna mengangguk. "Baiklah, mulai sekarang ini akan menjadi namaku. Lilyan."

"Eh! Bagaimana bisa kamu mengganti namamu hanya karena saran orang lain." Z terkejut dengan kemudahan dia mengganti namanya. Awalnya Z hanya sedikit bercanda, dan tidak berharap dia akan benar-benar merubah namanya.

Normalnya, orang tidak akan memiliki kepercayaan pada orang yang baru ditemuinya, apalagi jika kedua orang itu merupakan musuh. Dan terlebih lagi, dia sepertinya tidak takut berada di wilayah musuhnya, apakah dia memiliki kepercayaan pada kemampuannya sendiri sehingga dia tidak takut padanya.

"Kamu juga terlihat tenang meski aku telah menyerangmu."

Z tersenyum dan membalas, "bukankah ini suatu keharusan bagi kita yang masih hidup di era ini untuk tetap bersikap tenang."

Kanna yang sekarang adalah Lilyan, mengangguk mengerti. Dia mulai berjalan melewati tunggul pohon itu, melihat tidak ada pergerakan dari Z dia berhenti.

Berdiri membelakangi Z, Lilyan berkata. "Kamu tidak akan menghentikanku."

"Mengapa aku harus menghentikanmu." Melihat Lilyan membelakanginya, Z memutuskan untuk memandangnya dengan penuh perhatian. Dia merasa kali kedua mereka bertemu pasti akan sangat lama sekali, karena itu dia ingin mengukir sosoknya dalam kepalanya. Dan tentu saja dia juga ingin memanfaatkan momen yang singkat ini untuk menikmati kakinya.

"Begitu. Baiklah aku akan memberimu ini sebagai gantinya." Meraih ke dalam jubahnya, Lilyan menggenggam sesuatu di tangannya. Dia pun berbalik dan melemparkan benda di tangannya kepada Z.

Menangkap benda itu, Z memeriksanya dengan penasaran dan menemukan bahwa benda itu ternyata kantong kain seukuran kepalan tangan. Dia bertanya-tanya mengapa Lilyan memberikan benda seperti ini, tapi yang menakjubkan adalah dia tidak bisa membuka kantong ini tidak peduli seberapa kuat dia mencoba.

"Bagaimana cara membukanya." Heran dengan kantong di tangannya, Z memutuskan untuk bertanya.

"Itu bukan urusanku."

Tertangkap basah dengan jawabannya, Z kemudian memasukkan kantong itu ke dalam jubahnya, dia memutuskan untuk memeriksanya nanti ketika dia sudah kembali.

"Kamu tidak khawatir jika itu jebakan." Meski tidak ada perubahan pada ekspresinya, Z tahu bahwa Lilyan terkejut dengan tindakannya.

"Mengapa aku harus khawatir jika itu hadiah dari gadis secantik dirimu." Melihat ke wajahnya, Z berpikir apakah ada sesuatu yang bisa membuatnya berekspresi, bahkan sanjungannya ini tidak berhasil membuatnya berekspresi.

Memandang ke arah Z, Lilyan menatapnya dengan tajam, tidak ada yang tahu apa yang sedang dia pikirkan.

"Apa itu." Z bertanya setelah merasa tidak nyaman dengan tatapan Lilyan.

"Kupikir kamu harus pergi. Peliharaan Mraz mungkin sudah mengepung kelompokmu." Mengambil tatapan matanya, Lilyan berbalik dan melanjutkan perjalanannya.

"Peliharaan? Maksudmu Hive." Z mengelus dagunya dan merenungkan situasi saat ini.

"Hive? Itukah nama yang kalian gunakan setelah sepuluh tahun melawan mereka." Lilyan berhenti setelah beberapa langkah dan berkata sambil memandang Z. Meskipun tidak ada yang salah dengan perkataannya, Z bisa merasakan sarkasme darinya.

"Oh. Mereka punya nama lain." Z sedikit heran bahwa monster-monster itu punya nama lain, karena sepengetahuannya Hive adalah nama yang diberikan oleh pemerintah setelah keberadaan monster itu diketahui.

"Kami menyebut monster itu Binatang Sihir."

"Hah!? Binatang Sihir."