webnovel

The Guardians : Seeker

Untuk pertama kalinya Bumi mengalami pergolakan pertamanya. Bermula dari peristiwa hujan meteor, satu demi satu bencana mulai berdatangan membawa manusia ke sebuah kenyataan pahit. Ketika manusia beranggapan semuanya sudah berakhir mereka datang bergerombol layaknya lebah memusnahkan setiap manusia yang mereka temui. Entah untuk menjawab doa manusia, satu demi satu manusia membangkitkan sebuah kemampuan. Berbekal kemampuan baru yang ada manusia melawan balik mengambil setiap kesempatan untuk bertahan hidup. Apakah ini akhir dari malapetaka mereka atau awal dari mimpi buruk, tidak ada yang tahu.

Dre_Am · แฟนตาซี
เรตติ้งไม่พอ
18 Chs

Di dalam Hutan

*Haaah*

*Haaah*

*Haaah*

"Dasar kutu buku sialan. Di mananya yang dua puluh, aku sudah membunuh lebih dari dua puluh."

"Dari mana aku tahu mereka akan terus berdatangan. Gunakanlah ototmu, jangan otakmu, sejak kapan otakmu berfungsi."

"Mmm, Kakak Audrey, anak panahku hampir habis. Aku butuh yang baru."

"Bisakah kalian semua diam, aku mencoba berkonsentrasi di sini."

Suara auman dan makian terdengar di seluruh hutan beriringan dengan gemuruh guntur dan derasnya hujan. Tanah becek dan geraman binatang yang tidak ada habisnya membuat situasi semakin suram, apalagi anak-anak dan orang-orang tua sudah pada batas tubuh mereka.

Dengan situasi ini tidak akan lama lagi mereka tidak akan bisa bertahan. Meskipun sudah berlari menghindari kejaran mereka dan membunuh mereka di sepanjang jalan, monster terus berdatangan seolah tidak ada akhir dari mereka.

Mencabut rerumputan yang ada di tanah, rerumputan itu mulai memanjang dan memadat menjadi sekumpulan anak panah. Dengan mengayunkan tangannya, Audrey melemparnya ke Tempo. "Ini"

"Dapat". Melompat ke atas, Tempo menerimanya dan seketika menarik busurnya dengan anak panah yang baru didapatnya.

Tepat ketika tali busur terlepas dari jarinya, dalam sekejap anak panah itu menghilang dan beberapa monster yang hampir menyusul kelompok itu jatuh secara bersamaan dalam garis lurus dengan setiap dari monster memiliki lubang di matanya.

Mendarat di tanah, Tempo berteriak kegirangan. "Wow. Kalian lihat itu, itu headshot dan terlebih lagi lima sekaligus."

"Hah! Aku bisa melakukannya lebih baik darimu." Bersamaan dengan suara tidak puas Bahr, hujan yang turun mulai berhenti dan berkumpul membentuk duri panjang, duri itupun melesat di sepanjang jalur yang Bahr arahkan.

Namun setelah semuanya, air tetaplah air, jadi meskipun air telah membentuk duri dan mencoba menusuk monster, efek yang dihasilkan bukanlah menusuk monster malahan mendorong setiap monster menjauhinya.

Sambil berlari dan sesekali membunuh monster yang mendekat, Tempo melihat ke depan tepatnya di sisi kanan kelompok di mana posisi Bahr berada, dan mengejek pelan. "Hahaha. Gendut, masih seratus tahun lagi bagimu untuk menyusulku."

"Cih. Lambat, sejak kapan menusuk dan menikam adalah keahlianku. Apa kamu pernah melihat ombak menusuk orang hingga mati." Berbeda dengan apa yang diucapkan mulutnya, semburan rasa malu terlihat di wajah Bahr.

"Heh. Katakan saja kamu tidak bisa."

"Bisakah kalian bocah tidak berteriak. Gendut, jauhkan mereka, bersihkan jalan." Di ujung kelompok, An memiringkan kepalanya menghindari cakar monster dan dia kemudian menusuk tubuhnya melalui celah kulitnya. Melemparkan mayatnya, An menyingkir menunggu serangan Bahr.

"Skyfall."

Tiba-tiba, hujan sejauh radius lima ratus meter berhenti dan dengan cepat berkumpul dan membentuk bola air raksasa. Bola air raksasa itu turun dan menghantam tanah, menyapu setiap monster yang ada dan melewati ruang di mana kelompok mereka berada.

"Sial. Gendut, kamu berlebihan. Dan apa-apaan itu, skyfall." Tertegun pelan, Tempo mengutuk penamaan yang dia dengar.

"Itulah yang aku sebut keren." Meletakkan tangan di pinggangnya, Bahr membusungkan dadanya dengan bangga.

Audrey tersenyum kecil dengan keributan yang mereka sebabkan. Ini sudah merupakan keajaiban bahwa mereka bisa bertahan hingga sekarang, dan dia tidak mempermasalahkan kejenakaan mereka. Mungkin dalam hatinya dia sudah menganggap mereka sebagai adik kecilnya sendiri.

Melihat anak-anak dan orang-orang tua sudah pada batasnya. Audrey mulai membuat keputusan, jadi dia bertanya kepada Abir untuk memastikan. "Sudah berapa lama dan apakah ada balasan dari Penyihir itu."

"Sekitar tiga jam. Belum ada balasan darinya." Abir yang berada di tengah kelompok merasa sediki tidak nyaman ketika Audrey menyebutkan kata penyihir. Karena tidak ada satu orangpun yang pernah memanggilnya Penyihir, dan dia tidak berani membayangkan siapa yang berani memanggilnya Penyihir selain Audrey.

Memotong pembicaraan keduanya, An bertanya dengan curiga. "Apakah kalian tidak merasa ada yang aneh."

"Oh. Lalu bagaimana menurutmu, apa yang aneh." Tempo menyengir pelan, karena ini adalah keanehan tersendiri menyaksikan otak otot yang menggunakan otaknya.

"Bukankah mereka terlalu lem..."

Memiringkan kepalanya, sebuah pikiran dengan cepat terlintas di benak Audrey bahkan sebelum An menyelesaikan kalimatnya. Dan sekejap itu, Audrey mengayunkan tangannya ke arah Bahr.

Di sisi lain, hampir bersamaan saat Audrey bergerak, Abir tertegun dan mulai berteriak. "Bahr!!!"

Tiba-tiba, sebuah proyektil bergerak cepat menargetkan Bahr. Dan tepat ketika proyektil itu lima meter jauhnya dari Bahr, sebuah sulur tanaman setebal orang dewasa muncul dari tanah dan menghalangi proyektil itu.

Meskipun sulur tanaman telah menghalangi proyektil, tapi tetap tidak bisa menghentikan laju proyektil. Dan proyektil itu masih mengincar Bahr dengan kecepatan yang sedikit lebih lambat namun masih sangat cepat.

Dengan situasi yang mencekam ini Bahr tidak panik, menggunakan waktu yang telah dibeli oleh Audrey, Bahr membuat bola air di jalur proyektil untuk memperlambat kecepatannya.

Bagaimanapun juga, tindakan Bahr tidak menyelesaikan masalah yang ada. Meskipun kecepatan proyektil menjadi lebih lambat, tetapi kekuatan yang dihasilkan masihlah membuat Bahr terluka parah bahkan sekarat.

Tepat disaat Bahr bersiap menerima dampak dari tabrakan proyektil itu, sebuah panah dengan cepat muncul dan mengenai proyektil dan pada akhirnya mengubah arah proyektil.

Bang!!

Sebuah ledakan besar terdengar di mana proyektil mendarat. Ketika debu mengendap, sebuah kawah sedalam setengah meter dengan lebar empat meter terlihat. Dan di dasar kawah kecil itu ada semacam jarum dengan ketebalan setengah inci dan panjang dua setengah inci.

Sedangkan anak panah yang telah membelokkan arah proyektil itu hampir mengenai anak kecil dalam kelompok jika bukan karena Abir yang dengan sigap menangkapnya.

Rentetan kejadian itu, dari saat An menjawab pertanyaan sampai proyektil dan anak panah dibelokkan hanya berlangsung selama beberapa detik. Namun beberapa detik yang berjalan itu dapat memutuskan hidup dan mati mereka jika bukan karena kerjasama tim mereka.

Melempar anak panah yang telah rusak di tangannya, Abir melihat Tempo dan berkata. "Lambat, kali aku akan memaafkan kamu."

"Bahr bagaimana keadaanmu." Mengabaikan Abir, Tempo mulai mendekati Bahr.

Tapi tindakannya terhenti ketika Audrey mulai menghentikannya. "Jangan bergerak, tetap di tempatmu."

"Bahr, bisakah kamu bertahan." Audrey melihat ke arah di mana Bahr berada dan sedikit kekhawatiran terlintas di matanya.

"Aku baik-baik saja, aku masih bisa menyerang." Menepuk dadanya, Bahr menyeka keringat di dahinya. "Haaah. Itu tadi nyaris saja."

"An, kamu yang paling dekat dengan kawah. Lihatlah apa yang ada di dasarnya. Yang lainnya tetaplah waspada." Dengan seberapa banyaknya jumlah monster yang menyerang, membuat Audrey lupa tentang dugaan yang dia dan Z miliki, sehingga menyebabkan kewaspadaannya melonggar.

Sekarang bagaimanapun juga, bagaimana mungkin dia mengulangi kesalahan yang sama lagi.

"Abir. Bisakah kamu mendeteksi keberadaan monster ini." Mengerutkan keningnya, Audrey merasakan atmosfernya telah berubah.

Meskipun Bahr telah menyapu bersih monster yang ada, tidak mungkin mereka semua mati. Karena itu bagaimana mungkin suasananya menjadi sunyi, bahkan suara binatang kecil tidak ada.

"Tidak." Menggelengkan kepalanya, Abir juga merasa gugup menyadari keheningan yang ada. "Hanya ada dua kemungkinan, pertama monster yang berada di luar jangkauan deteksiku. Dan yang terakhir,.... monster yang sudah mengalami Evolusi pertama."

Sama seperti Terbangun pada manusia, monster yang mereka panggil Hive juga mengalami hal yang serupa, dan mereka menyebutnya dengan istilah Evolusi.

"Evolusi pertama." Mendengar jawabannya, Audrey mulai meragukan dugaan yang dia dan Z telah buat.

Jika hanya Hive dengan Evolusi pertama yang mereka lawan maka itu cukup masuk akal bahwa mereka bisa menggunakan taktik dasar. Bagaimanapun juga, sangat jarang ditemui Hive yang mengalami Evolusi pertama jadi tidak aneh bila Hive tingkat ini memiliki kecerdasan yang tinggi.

Apalagi informasi mengenai Evolusi hanya para petinggi yang mengetahuinya dan beberapa anggota tertentu di setiap kelompok yang sadar akan kebenarannya.

Namun, jika dugaan Z benar maka masalah ini benar-benar di luar kendali mereka, karena bahkan Hive dengan Evolusi pertama pun tidak lepas dari kendali dan ini sudah merupakan ancaman tersendiri ketika Hive yang belum mencapai Evolusi terlibat.