webnovel

Rutin

Seorang gadis berambut lurus dan berwarna pirang berlari dengan tergesa ke arah Elea membawa buku dan dokumen yang jumlahnya hampir sama banyaknya dengan miliknya. Elea mengenal gadis itu, tetangga kamarnya yang hanya berjarak sekitar tiga ruangan saja dari miliknya. Sengaja tidak iya tunggu saat ia ingin berangkat tadi karena ia tahu bahwa gadis itu biasanya selalu terlambat.

 

Ada rasa khawatir tentu saja melihat gadis itu berlari ke arahnya dengan menggunakan sepatu yang memiliki tinggi sekitar 3 sampai 5 cm, ia mulai berlari sejak di anak tangga ke 5 dan membuatnya melompati beberapa anak tangga berikutnya. Dan benar saja, gadis itu terjatuh tepat saat ia berbalik secara penuh hingga seluruh dokumen yang ia bawa berceceran di trotoar.

 

Maria adalah nama gadis itu, yang saat ini sedang kesusahan untuk mengambil dan mengumpulkan kembali semua dokumen yang berceceran. " Aku minta maaf tidak bisa membantumu untuk mengumpulkan semua kertasmu," Elea sendiri merasa kesulitan dengan semua dokumen yang ada di tangannya.

 

Ia sedikit merasa bersyukur karena gadis itu tidak jatuh menimpanya. Karena kalau tidak, mereka pasti membutuhkan waktu lebih lama untuk memisahkan milik mereka masing-masing.

 

Dan itu artinya akan membuang waktu untuk pergi ke kantor, yang parahnya akan membuat mereka terlambat dan memberi masalah baru untuk mereka.

 

Belum lagi kalau sampai mereka, yang tempat kerjanya berbeda sampai memiliki kertas yang tertukar, pastinya akan menimbulkan masalah yang jauh lebih besar lagi nantinya.

 

Ah, itulah apa yang saat ini sedang berkecamuk sendiri di otak Elea saat ini. Dan Maria?

 

Ia justru hanya sedang berdiam diri di tempatnya ketika seorang lelaki mengajukan diri untuk membantunya mengumpulkan semua dokumennya yang berserakan itu.

 

Berharap saja semoga lelaki itu bukan orang jahat, atau Maria tidak akan semudah itu jatuh cinta pada orang yang berbuat baik padanya, meskipun baru pertama kali melihatnya.

 

"Terimakasih"

 

Belum sempat ucapan terimakasih itu terdengar oleh si pria, ia keburu pergi dan tak menengok sedikitpun ke arah Maria, kasihan sekali ia.

 

Tangannya masih terangkat sedikit, berharap agar bisa setidaknya menyalaminya dan mengajaknya berkenalan. Tapi sayangnya, lelaki yang tadi baru saja membantunya itu juga berpakaian seperti mereka.

 

Yang artinya ia sendiri juga sedang bergegas untuk pergi bekerja dan kejadian Maria membuatnya, yang memang baik hati jadi tak tega untuk mengabaikannya.

 

"Kenapa melamun? Ayo kita berangkat"

 

Ucapan dari Elea itu cukup mampu untuk membuat Maria pada akhirnya beranjak dan mengikuti jejaknya, meskipun matanya masih belum bisa melepaskan dari siluet si pria baik hati yang membantunya tadi.

 

"Kalau sampai kau jatuh lagi karena matamu mengikutinya yang berlawanan arah dengan kita, aku akan meninggalkanmu"

 

Dan untungnya lagi, ancaman dari Elea rupanya sepenuhnya mampu untuk membuat Maria berdiri dan berjalan di sampingnya. Dengan kecepatan jalan yang sama dan setara.

 

"Apa jangan-jangan kau mengenalnya? Itukah alasanmu menyuruhku mengabaikannya?," Elea memutar matanya karena merasa lelah dengan interogasi yang baru saja diucapkan Maria.

 

"Kenapa tidak kau simpulkan saja sekalian kalau dia itu kekasihku?"

 

"Ha?!"

 

Maria menghentikan langkahnya seketika dan melotot menatap Elea yang lanjut berjalan tanpa memperdulikannya. Elea melakukan apa yang tadi ia ancamkan pada Maria, yaitu dengan tidak menunggunya.

 

Barulah kemudian Maria menyusulnya setelah tindakan dramatisnya tadi nyatanya tidak digubris oleh Elea. "Apakah ia benar kekasihmu?"

 

Masih dengan langkah yang cepat, Elea dengan wajah yang masih lurus hanya menatap jalanan di depannya tanpa melihat ke arah Maria berbicara pun menjawabnya. "Jika saja ia benar kekasihku, yang ada aku akan memakinya di depanku karena sudah membantu gadis lain selain aku!"

 

"Wah, kau ternyata gadis yang sangat pencemburu"

 

"Tentu saja. Jika itu terjadi, aku akan meminta kekasihku untuk membawa dokumenku, baru aku akan menolongmu"

 

Dan kali ini giliran Maria yang menggelengkan kepalanya karena heran, ia tak pernah tau sebelumnya kalau teman satu bangunan dengannya ini ternyata bisa sangat pencemburu.

 

"Jadi, apakah kekasih aslimu seperti ini?"

 

Pertanyaan dari Maria itu membuat Elea menatap ke arah langit, menerawang ke suatu tempat yang tak ia ketahui dimana. Tapi seseorang memang sudah tergambar jelas di sana, di hatinya.

 

"Entahlah. Kebetulan saja sampai saat ini belum pernah ada kejadian seperti itu yang terjadi"

 

Maria yang memang menyukai informasi gratis itu pun tak ingin menyia-nyiakannya. "Kau benar sudah memiliki kekasih? Orang mana? Seperti apa dia? Apa kau tak pernah mengajaknya ke kamarmu? Kenapa aku tak pernah melihatnya?"

 

Elea mendengus, "Dari semua pertanyaanmu, tak ada satupun yang perlu ku jawab. Kita berpisah disini, sampai jumpa nanti!"

 

"Hei!"

 

Tanpa menunggu, berbalik badan ataupun menjawab Maria, Elea bergegas belok ke arah kanan dari sebuah persimpangan empat arah yang ada di depannya.

 

Tempat kerjanya yang memang berada tak terlalu jauh dari tempat tinggalnya memberikan banyak hal positif maupun negative.

 

Hal paling positifnya adalah karena ia tak perlu repot mencari kendaraan dan mengeluarkan biaya untuk transportasi setiap hari. Ia juga bisa berangkat di waktu mendekati masuk, tanpa perlu tergesa-gesa di awal waktu.

 

Tapi hal negatif yang ia rasakan paling jelas adalah, seringnya mendapatkan lembur dan juga lebih banyaknya tugas yang bisa dibawa pulang untuknya karena tempat tinggalnya yang dekat.

 

"Ah, jika terus seperti ini aku jadi rindu rumah? Masih lima hari lagi sampai aku pulang, aku harus kuat!"

 

***

 

Tok Tok Tok

 

Hampir setiap hari tak pernah ada satupun orang yang mengetuk pintu kamarnya, apalagi jika itu sepagi ini.

 

Jam di dinding masih menunjukkan pukul 5 pagi dan tumben sekali baginya untuk bangun sepagi itu. Untung saja tak ada pekerjaan tambahan yang ia bawa pulang kemarin malam, sehingga itu memudahkannya untuk mempersiapkan beberapa barang yang akan ia bawa.

 

TOK TOK TOK

 

Suara ketukan itu pun semakin berisik dan kencang, Elea melepaskan dulu tas ransel yang tadi ia pegang dan berjalan dengan malas menuju ke arah pintu.

 

Meskipun belum tau siapa yang berada di balik pintu karena belum melihatnya, tapi ia sudah tau pasti satu-satunya orang yang akan mengetuk pintu kamarnya setiap kali ia akan pulang ke kampung halamannya.

 

Tanpa melihat ke arah lubang kecil yang ada di pintu, yang biasanya digunakan untuk melihat tamu di depan pintu, Elea membuka pintunya. Hal yang sebenarnya tak boleh dilakukan karena khawatir jika yang bertamu sebenarnya adalah orang jahat.

 

Tapi untungnya tebakannya benar, yang bertamu itu benarlah Maria. Dengan senyum lebar, mata terbuka yang sedikit kemerahan dan rambut berantakan tanpa ditata ataupun dikucir.

 

"Kau baru bangun dan langsung kemari?"

 

*****

 

Bersambung

Creation is hard, cheer me up!

Like it ? Add to library!

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

Shanty_555creators' thoughts