webnovel

KEPUASAN YANG BERBEDA

"Tuan Akram, saya sudah mengatur untuk disediakan baju ganti bagi Anda." Elios jelas-jelas merujuk pada penampilan Akram yang telanjang dada dan penuh darah. "Pihak rumah sakit telah menyediakan paviliun khusus di lantai paling atas rumah sakit ini. Anda bisa membersihkan diri dan berganti pakaian di sana terlebih dahulu. Mengenai perempuan itu...." Elios tampak ragu sebelum melanjutkan. Pendarahan perempuan itu tampaknya begitu parah, Elios tidak tahu apakah perempuan itu akan selamat atau tidak, dan dia bahkan tidak mampu membayangkan bagaimana reaksi Akram jika perempuan itu tidak selamat. Tetapi, di tengah keraguan itu, tak urung Elios melanjutkan perkataannya juga. "Mengenai perempuan itu, biarkan saya yang mengurusnya."

Akram menganggukkan kepala, menerima uluran sapu tangan dari Elios dan menggunakannya untuk mengapus noda darah di pipinya.

"Tunjukkan jalan. Aku akan membersihkan diri dulu. Setelah itu aku akan menyusulmu ke tempat penanganan perempuan itu," ujarnya dengan dingin tanpa nada.

Elios mengangguk sopan, lalu memimpin jalan, mengarahkan atasannya itu memasuki lift yang telah tiba dan tersedia untuk mereka, lalu mengantarkan Akram menuju lantai paling atas lift, ke sebuah kamar president suite yang terletak di bagian paling atas rumah sakit.

Rumah sakit mewah ini memang menyediakan kamar kamar mewah yang disewakan serupa dengan tarif hotel bintang lima. Kamar-kamar ini disediakan untuk keluarga penunggu pasien yang tidak ingin menghabiskan malam mereka bersama pasien di kamar rumah sakit, atau juga keluarga pasien di ruangan iccu yang tidak mengizinkan penunggu pasien menginap di area ruangan iccu.

Kamar yang disediakan untuk Akram ini adalah kamar terbaik, dan belum pernah dibuka sebelumnya untuk umum. Ini merupakan satu-satunya kamar di lantai tertinggi rumah sakit, terletak terpisah jauh dari kamar umum lain yang disewakan untuk keluarga pasien rumah sakit ini.

Elios menekan kartu di pemindai pintu dan membukakan pintu kamar untuk atasannya. Lalu mempersilahkan Akram memasuki ruangan.

"Tuan, saya akan turun untuk mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan perempuan itu. Saya akan menanganinya dengan baik. Tuan Akram silahkan beristirahat di sini untuk malam ini." Elios menekankan kata menangani dengan sengaja. Maksudnya, jika sampai perempuan ini mati malam ini, maka Elios akan menggunakan pengaruh nama besar Akram untuk melepaskan segala hubungan dengan mayat perempuan itu. Nama Akram akan selalu bersih, dan mayat itu mungkin akan berakhir dengan cerita mayat perempuan malang yang bunuh diri karena patah hati, serta tidak akan ada sesuatu pun yang menghubungkan kematiannya dengan Akram.

"Aku akan menyusul ke tempat penanganan perempuan itu. Di mana tempatnya?" Tanpa diduga, Akram malah mengucapkan kalimat itu, membuat Elios ternganga karena terkejut.

"Di mana tempatnya? Tempatnya?" Akram mengulang lagi pertanyaannya. Nada suaranya mengancam dan kerutan di antara kedua alisnya membuat Elios menyadari bahwa dia harus menjawab dengan cepat.

"Pusat penanganan emergency pasien VIP khusus ada dua lantai di bawah. Anda tinggal turun dua lantai dengan menggunakan lift dan akan langsung mengarah kesana."

Akram menganggukkan kepala. "Bagus. Kau boleh pergi," perintahnya, kembali memasang wajah dingin tanpa ekspresi.

Elios setengah membungkukkan tubuh, lalu mengucapkan permohonon izin meninggalkan ruangan. Dia sudah setengah jalan kembali ke arah lift ketika Akram kembali memanggilnya.

"Elios." panggilan Akram itu membuat langkah kaki Elios terhenti. Sang Asisten menolehkan kepala dan langsung menanggapi.

"Ada lagi yang bisa saya bantu, Tuan?" Tanyanya sopan.

Sejenak, dalam detik yang penuh kemustahilan, Akram tampak ragu. Bibir lelaki itu menipis sementara wajahnya berubah serius dan gelap.

"Perempuan itu. Katakan pada dokter untuk menggunakan segala cara. Dia tidak boleh mati." Akram menekankan kalimat terakhirnya seperti titah seorang tirani yang tak boleh dibantah, membuat Elios tidak bisa melakukan apapun selain mengiyakan.

Tertutup Akram tertutup Pintu ruangan Akram rapat kemudian, sementara Elios kembali membalikkan badan menuju lift. Keningnya berkerut ketika pertanyaan demi pertanyaan susul menyusul di benaknya.

Akram tidak pernah bersikap seperti ini sebelumnya. Dulu, jika perempuan-perempuan pemujanya yang telah selesai melayaninya di tempat tidur terluka,

Akram tidak akan menoleh dua kali dan tidak akan ragu sama sekali untuk meninggalkan perempuan itu. Tidak ada belas kasihan di dalam jiwa Akram, bahkan untuk kekasih kekasihnya di masa lalu.

Tetapi, kenapa sekarang berbeda? Apa yang istimewa dari Elina sehingga seolah-olah nyawa seorang perempuan jelata yang yatim piatu dan tak berharga, bisa menjadi begitu penting bagi Akram Night yang memiliki segalanya di dunia ini dalam genggaman tangannya?

Akram segera melepas celananya yang lengket oleh darah segar yang membasahi. Tubuh telanjangnya yang tegap langsung melangkah masuk ke kamar mandi, menyalakan pancuran air hangat dan langsung mengguyur tubuhnya dari kepala sampai kaki. Darah yang membasahi tubuhnya langsung mengucur turun, bercampur dengan air dan mengalir ke lantai, menciut dan masuk ke dalam saluran air sebelum kemudian menghilang.

Akram membersihkan diri dengan cepat, lalu mengeringkan rambut dan tubuhnya sebelum mengenakan pakaian yang telah disediakan oleh Elios baginya.

Perasaannya dipenuhi oleh berbagai emosi asing yang tak pernah dirasakannya sebelumnya. Begitu menyesakkan dada sehingga Akram tidak bisa menahan diri untuk menuju area bar dan menuangkan segelas brendi untuk meredakan gejolak emosinya.

Perempuan itu memilih bunuh diri, memilih menyayat nadinya sendiri dan meregang nyawa dalam kematian yang sakit, dari pada menjalani kehidupan luar biasa mewah dengan menjadi kekasih Akram.

Akram tidak pernah mendapatkan penolakan yang begitu fatal sebelumnya, dan itu memukul jiwanya sampai terkapar di dasar. Dia telah terbiasa dengan penerimaan, terbiasa dengan pemujaan dari semua orang yang ingin mendapatkan perhatiannya. Bahkan, begitu banyak perempuan yang memohon untuk bisa menemaninya semalam saja, juga memohon untuk mendapatkan sentuhannya meskipun hanya sambil lalu.

Akram tidak pernah kekurangan perempuan sebelumnya pun dia hanya menganggap para perempuan itu hanyalah sebagai hiburan untuk memuaskan kebutuhan jasmaninya sebagai seorang lelaki dewasa yang normal. Mereka hanyalah selingan yang lewat sambil lalu, tidak pantas untuk mendapatkan perhatian lebih darinya.

Tetapi perempuan yang satu itu, yang paling diinginkan oleh Akram, yang paling bisa memberikan kenikmatan jasmani luar biasa setelah mereka bercinta, berani beraninya menolak perhatiannya? Berani-beraninya Elina menolak perhatian darinya yang diinginkan oleh begitu banyak wanita lainnya di luar sana?

Sebegitu tidak inginnyakah Elina menjadi miliknya, sehingga perempuan itu lebih memilih untuk mati?

Penolakan dari seorang perempuan yang menjadi pengalaman pertama Akram membuat lelaki itu marah luar biasa. Dibantingnya gelas brendi yang telah kosong itu ke meja marmer bar yang berwarna gelap. Ekspresinya mengeras sementara gerahamnya mengepal, dikuasai oleh kemurkaan yang selama ini menjadi bagian utama dari jiwa seorang Akram.