webnovel

CARDS OF FATE

Karena efek magis tadi sudah lenyap—kecuali manik-manik emas yang tertinggal di tiap kartu—Odelie pun menyodorkan kartu-kartu tersebut kepada gadis muda Crimsonmane.

"Baiklah, Dik Alicia! Silahkan pilih kartu apa pun yang ada di hadapanmu!"

Sebelum sempat mengambil satu kartu, ia bertanya lagi, "Kamu yakin hanya ambil saja? Kukira harus ada konteks atau semacamnya."

"Kelihatannya seseorang membaca bukunya," puji Odelie. "Jadi, disini ada sembilan kartu. Kau hanya perlu menentukan konteks yang ingin kau ketahui lalu tarik satu kartu. Aku akan membantu menginterpretasi arti dari kartu tersebut. Di permainan ini, aku hanya memberikanku tiga ramalan, jadi pilih apa yang ingin kau ramal baik-baik. Aku sarankan kau tidak perlu mencari tahu mengenai tanggung jawabmu nanti, karena kau sudah diramal tentang itu dan biasanya kau tidak akan mendapatkan jawaban yang jauh berbeda. Pilih saja tema yang lebih trivial, lagi pula ini hanya untuk bersenang-senang!"

"Eh … baiklah. Jadi aku ingin tahu tentang … ehmm …." Sekarang, karena Alicia telah diberi tahu untuk memilih tema ramalan, dia sendiri malah kesulitan menentukan apa yang ingin ia ketahui. Antara dirinya ingin tahu terlalu banyak, atau pikirannya tiba-tiba hampa.

"Ayo, Alicia … pilih saja. Lagi pula ramalan ini tidak akan memberikan petunjuk secara gamblang. Jadi jangan ragu-ragu!"

"A-aku … tiba-tiba pikiranku kosong …."

Odelie memberikan usul, "Aku tahu! Ayo kita pilih tema yang paling umum!"

"Yang paling umum?"

"Romansa!"

Wajah merah Alicia timbul kembali. "R-r-romansa?"

"Ayolah, itu hal umum yang pasti bakal dicari tahu oleh para gadis! Siapa jodohnya, bagaimana mereka bertemu, kapan mereka menikah!" Odelie mencubit pipi sendiri saking gemasnya. "Semua yang berhubungan dengan romansa sangat menarik untuk dibahas!"

"R-romansa …. Entahlah, Odelie." Alicia terlihat belum siap untuk mengungkap jawaban pertanyaan senilai satu juta koin emas. Terlihat dari wajahnya yang tersipu menggemaskan, dan suara jantungnya yang berdegub kencang terdengar dalam diri sang gadis. Satu-satunya momen dia dijebak dalam euphoria romansa dunia nyata adalah ketika dirinya bertemu dengan Mars, sesama tahanan di penjara sihir. Ah, pria tampan mungil bermata jernih itu … kulitnya yang putih dingin menyegarkan mata. Perangai apapun yang ia pamerkan akan selalu terlihat keren. Alicia tidak menjamin bahwa dirinya akan pingsan ketika bertemu dengannya lagi secara dekat!

Bagaimana dengan laki-laki seperti Gilmore? Alicia memang sangat dekat dengan si besar itu, tapi ia merasa belum mendapatkan percikan cinta terhadapnya. Selebihnya hanyalah imaji birahi si gadis saat membaca buku atau menonton pertunjukkan berbahaya di layar kaca—hasil pertukaran dagang dengan Si Besar.

Membuang tiga kesempatan hanya untuk mencari tahu jodohnya di masa depan adalah tindakan mubazir. Maka Alicia menggunakan satu kesempatan saja untuk itu. "B-baiklah… satu hal saja. A-aku ingin t-tahu siapa yang akan menjadi kekasih hatiku, m-mungkin?"

"Mantap!" Odelie sangat bersemangat. "Baiklah, Nona. Tentukan pilihanmu."

Mengambil kartu di tengah pada jejeran kartu berjumlah ganjil dipercaya sebagai keberuntungan pemula (asumsi sang gadis). Alicia menarik kartu tersebut saling memalingkan wajah dan menutup mata. Membaca nasib tak pernah semenakutkan apalagi semalu ini!

Ia memberanikan diri untuk membalikkan kartunya. Ajaib, kartu yang awalnya kosong melompong kini memiliki gambar. Alicia melihat kartu tersebut. Tidak, tidak ada potrait pangeran tampan bermata lentik, berhidung mancung, bibir yang seksi, berbadan kekar dan menunggangi naga. Kesatria gagah sedang tidak tersedia, hanya ada sosok manusia telanjang bulat berwarna hijau menukik ke dasar jurang hitam, ditemani oleh tulang belulang yang ikut terjatuh. Terdapat tulisan "Penentang Kematian" di sisi bawah kartu.

"JODOHKU ADALAH ORC YANG NEKAT MELAKUKAN AKSI BERBAHAYA?"

"Apa? Hei, hei hei." Odelie segera mengambil kartu tersebut dari tangannya. "Aku adalah astolog-nya, ingat? Hanya aku yang boleh membaca ramalannya."

Alicia masih tergemap. Odelie memeriksa arti gambarnya sebentar. "Suamimu bukanlah seorang orc, Alicia. Atau mungkin, tidak ada yang tahu. Tapi gambar manusia hijau bukan berarti dia adalah seorang orc. Gambar pada kartu punya makna simbolis."

"Terus apa, dong?"

"Bisa banyak hal. Hijau dalam artian psikologis, mungkin dia orang yang optimistis dan mudah cemburu. Atau dia pecinta lingkungan, atau hijau adalah warna favoritnya. Tapi liat keseluruhan gambar ini. Lihat judulnya!" Odelie memberikan kembali kartu tersebut kepada Alicia, "Penentang Kematian! Itu berarti, pria masa depan begitu mencintaimu, sehingga maut tidak akan memisahkan kalian berdua! Ia rela menggali lahat hanya jika itu akan membuatnya tetap bersamamu. Kau perempuan yang sangat beruntung mendapatkan pria yang sungguh setia, dik Alicia!"

Alicia memperhatikan lagi kartu tersebut secara saksama. "K-kamu yakin, Odelie?"

"Aku adalah Astrolog dan aku bukan Nostradame. Percaya saja padaku."

Alicia tidak berkata apapun. Kali ini ia bersungguh-sungguh melihat kartunya. Rupanya manusia hijau telanjang tidak seburuk yang dia kira. Tindakan menggali liang lahat mungkin terlalu ekstrim, tapi Alicia merasa tindakan itu mempunyai sisi romatisnya tersendiri. Ia mengangguk dengan senyuman kecil tersimpul di wajahnya.

"Odelie, apakah kamu pernah meramalkan dirimu sendiri tentang romansamu?" tanya Alicia.

"Tidak, Alicia. Seorang astrolog tidak boleh membaca untuk dirinya sendiri. Itu adalah aturannya," jawab Odelie. "Tapi astrolog lain yang adalah teman pernah membacakannya untukku. Dan aku mendapatkan 'Pegasus Merah Padam'!"

"Apa artinya itu?"

"Temanku membacakannya sebagai orang yang seperkasa dan seindah pegasus yang akan tunduk pada penunggangnya dalam sekali coba—aku!"

"Ke-kedangarannya menarik!"

"Iya, kan? Aku sempat mencoba mencocok-cocokkan siapa sosok tersebut! Mungkin orang itu adalah seorang valkyrie di Vanir, atau pria berkulit merah kecoklatan dari Ubar yang pernah membuatku jatuh hati, atau salah seorang dari klan Crimsonmane! Aku masih mencari siapa sosok idaman tersebut!"

Alicia agaknya mengerti alasan dirinya digoda terus sejak bertemu dengan Odelie. Dia sempat mengira, jangan-jangan kolega Crimsonmane yang lain—ibunya sendiri—pun pernah diterkam olehnya! Tapi Alicia mendapatkan pria bugil berkulit hijau, jadi ia dapat bernapas lega!

Odelie langsung berseru, "Ronde dua, Dek Alica! Apa yang kau ingin ketahui? Astrologi yang cantik ini akan mengungkapkannya kepadamu!"

Alicia berpikir sejenak. Tak lama kemudian, dia angkat bicara, "Aku ingin tahu masa depanku sebagai penyihir!"

"Hmm … Apa kau bisa memberi tahu secara rinci?"

"Entahlah, mungkin setelah nubuatan ini terpenuhi …. Jika dunia selamat, aku hanya ingin tahu apakah aku tetap bisa menjadi penyihir yang dapat memberikan pengaruh positif pada dunia!"

"Baiklah, silahkan pilih kartumu."

Alicia menarik kartu kedua. Kali ini gambarnya terlihat lebih wajar dari kartu pertama. Namun di saat yang sama, sang gadis kesukaran menemukan arti sesuai konteks pertanyaannya. Gambar yang terpampang merupakan seorang bayi berdiri tegak, dengan perangai serius. Di sebelahnya terdapat api unggun, dan di bawahnya bertuliskan 'Anak Manusia'. Benar-benar tidak ada yang dapat diartikan dari gambar yang sederhana nan absurd ini.

Anehnya, Odelie selaku astrolog tampak ragu pula dengan gambar tersebut.

"Ini sedikit sulit untuk diartikan. Dan juga, tampaknya Keberadaan tidak memberiku banyak bocoran," tutur astrolog pirang itu. "Nasibmu sebagai penyihir selanjutnya akan tampak setelah kau bertemu dengan 'Anak Manusia' ini."

Alicia mengernyitkan dahinya. "Tunggu dulu! Anak manusia mana yang harus aku temui? Ada miliyaran bayi di muka bumi ini!"

"Menurutku, kau tidak perlu khawatir, dik Alicia. Karena nanti kau akan mengenalinya sendiri. Dan anak manusia ini kelak punya pengaruh yang kuat akan dirimu. Makanya kartumu tidak menampilkan gambar yang terlalu spesifik."

Bayi pada gambar tersebut memang terlihat tegas, tapi tidak ada kemarahan yang dipendam di dalamnya. Air mukanya tergambar … damai. Menatap langsung ke mata sang gadis, seolah menunggu untuk segera ditemukan. Sesekali Alicia mengintip Orb, dan bola tersebut tidak memberikan reaksi apa-apa akan wujud anak manusia itu.

Sebelum menerima ramalan terakhir, Alicia penasaran akan seni mistis milik Odelie ini. Ia membuka lembaran baru buku catatannya. "Odelie," katanya, "apakah seni mistis Astrologi hanya soal meramal nasib? Apakah mereka punya semacam sihir untuk menyerang, bertahan dan semacamnya?"

Odelie hanya menjawab, "Ya, dan ya."

"Ya dan ya?"

Odelie kemudian memberikan pemahaman dasar lainnya akan seni mistis yang ia dalami. Sedangkan Alicia merekam semuanya dalam tulisan. "Dengan menghubungkan diri dengan Keberadaan, Keberadaan akan memberitahu kita kesialan, kutukan, atau perlindungan yang dapat diberikan kepada seseorang."

Sang astrolog mengambil sebuah gelas kaca kemudian mengambil beberapa kartu yang tak terpakai pada dek. Dengan mengambil napas panjang, wanita tersebut menutup matanya lagi, lalu membukanya dengan tatapan yang lebih nyalang.

"Sihir paling sederhana berasal dari kartu. Lihat ini, Alicia!" Odelie menarik satu kartu, menampilkan sebuah batu dan empat simbol gelombang sinyal dari keempat penjuru. Getaran hebat menyambangi gelas secara tiba-tiba, kemudian pecahlah gelas itu!

"'Diapit Gelombang'," lanjut Odelie. "Ketika aku menunjukan kartu ini ke hadapan gelas, maka gelas itu ditakdirkan untuk menerima desakan energi dari segala arah!"

Alicia sudah terkagum-kagum akan cara kerja sihir astrologi Odelie meskipun sekedar memecahkan gelas kaca murah. "Odelie, Odelie! Jadi orang yang ditakdirkan akan sihir tertentu akan langsung merasakan efeknya? Terus bagaimana dengan manamu, apakah akan terkuras? Och, och, tunjukkan padaku sihir penyembuhan atau semacamnya!"

"Whoa, satu-satu, Crimsonmane Mungil," Odelie tertawa. "Pertama, itu tergantung dari target yang ingin ditunjukkan suratan takdirnya. Jika kita ambil contoh kartu ini, seorang musuh pasti akan diapit oleh gelombang energi. Tapi musuh tetap bisa menghindar atau menangkis serangan tersebut tergantung kemampuan mereka. Kedua, mana ku terus terkuras selama aku berhubungan dengan Keberadaan. Jika manaku habis, Keberadaan tidak akan memberikan pilihan mantera padaku. Dan sebagai demonstrasi lainnya …."

Odelie mengambil satu kartu tak terpakai lagi. Kali ini gambar yang muncul bertuliskan "Sang Penyusun", dan benar saja, semua pecahan tadi bergerak mundur lalu saling bersatu kembali membentuk gelas utuh. Tidak ada warna, maupun gelombang yang tampak, hanya puluhan beling yang terbang seperti membalikkan waktu!

Tidak ada yang lebih menggembirakan bagi Alicia selain melihat gelas pecah dan tersusun kembali hanya dengan perintah kartu. Ia melompat-lompat kecil, bagaikan seorang anak yang melihat pesulap pada pesta ulang tahun. Gadis aneh yang menggemaskan.

Tangannya terus menggesek kertas dengan pulpennya sementara pandangnnya tetap terpancang ke arah Odelie maupun gelas tadi. "Keren! Luar biasa! Menakjubkan!" Alicia berucap girang. "Tapi pertanyaan! Bagaimana kau bisa tahu mantera yang ingin digunakan untuk gelas itu? Apakah mantera yang disediakan melalui takdir bersifat acak, dan astrolog hanya memanfaatkan apa yang disediakan?"

"Tidak juga. Aku ditakdirikan untuk menggunakan sihir tertentu dan di saat yang sama tidak mengabaikan kehendak bebasku untuk memilih mantera tersebut. Ketika bersama Keberadaan, Keberadaan telah menentukan apa yang akan aku pakai, dan pada saatnya datang, aku secara sadar menginginkan mantera yang telah ditentukan oleh takdir."

Dari penjelasan tersebut, jelaslah Alicia menunjukkan gelagat kebingungan. "Aku tidak mengerti. Jadi kau seperti meramal sihir apa yang ingin kau pakai dan takdir mengabulkan hal itu? Kukira kita tidak boleh meramal diri kita sendiri. Lalu, bagaimana Keberadaan menentukan takdir dan manusia menjalaninya dengan kehendak bebas? Bukankah itu menjadikan kita sama seperti boneka?"

"Semua pernyataan tadi tidak benar, sayang. Satu kata, Dik Alicia: Predestinasi. Dengan mengerti konsep predestinasi, kau selangkah lebih maju dalam menghubungkan diri dengan Keberadaan dan memahami jalan takdir. Aku tidak menyalahkanmu kalau tidak mengerti sekarang, karena sebenarnya ini persoalan yang sangat rumit. bahkan jika kau mengerti kau belum tentu bisa mengajarkannya ke orang lain! Namun sejak kau tertarik, kau bisa meluangkan waktu untuk mencari tahu di perpustakaan sihir. Akan butuh waktu lama untuk mengerti, tapi itu bukanlah perkara yang mustahil."

"Begitu rupanya. Dan disini kukira pengetahuan dari perpustakaan Mama sudah cukup membuatku mengerti seluk beluk seni mistis dunia sihir."

"Percayalah, Alicia. Apa yang kita pelajari seumur hidup kita tak sebanding dengan pengetahuan alam semesta!" tanggap Odelie terhadap pernyataan naif sang gadis.

Setelah beberapa saat, Odelie melanjutkan permainannya, "Baik, ronde terakhir! Apa keinginan terdalammu?"

Alicia kembali mengambil waktu kalau-kalau otaknya terpikir akan sesuatu. Dan benar saja, ada satu yang menceletuk kepalanya. Tapi ini permintaan yang tidak biasa. Sesuatu yang tak seharusnya dilontarkan oleh perempuan sepertinya. Mungkin segala pembicaraan mengenai ramalan dan takdir membuatnya mendadak penasaran.

"Bagaimana menurutmu jika aku ingin tahu bagaimana aku akan mati?"

Ekspresi Odelie langsung berubah, sesuai dugaan. "Tidak!" tegasnya. "Tidak mungkin aku dapat memberikan ramalan itu. Aturan ramalan nomor dua: Kau tidak boleh meramal kematianmu! Meramal kematian termasuk ke dalam sihir terlarang. Seseorang yang tahu bagaimana ia akan mati akan menyimpan sugesti yang menyesatkan dalam melihat dunia sekitar. Ini dapat berakibat buruk pada orang di sekelilingnya. Tentu kita tak ingin hal buruk terjadi, bukan? Apalagi hal buruk kepada Crimsonmane mungilku ini?"

"A-aku mengerti. Maafkan aku."

Odelie kembali dengan senyuman manisnya. "Ini ramalanmu yang terakhir, jadi pikirkan baik-baik."

Alicia sebenarnya punya segudang hal yang ingin ia cari tahu, saking banyaknya membuat sang gadis gelagapan sendiri. Tapi rasanya potongan infromasi yang sedikit, membuatnya tidak sepadan dibanding berpetualang mencari tahu sendiri dengan segala keseruannya. Ia harus memikirkan sesuatu yang tampaknya hampir mustahil diraih oleh dirinya, agar setidaknya ia mendapatkan sedikit kepastian dan ketenangan dari secuil pengetahuan tersebut.

Lama ia berpikir, tapi Alicia akhirnya menemukan satu permintaan terbaik yang dapat ia pikirkan saat ini. Permintaan yang hampir membuat suasana hatinya berubah seratus delapan puluh derajat.

"Apakah suatu saat ada kesempatan dimana aku dapat bertemu Mama lagi?"

Mendengar itu, hati Odelie tergerak oleh belas kasihan. Tentu saja ia punya kerinduan besar terhadap ibu tercinta dan ingin mencari tahu nasibnya sekarang. Kehilangan orang terdekat tidak pernah menjadi pengalaman yang mudah. Namun jika mereka dapat melihat tubuh orang kesayangan itu terbaring kaku, sebagian besar dapat segera berdamai dengan kenyataan. Lain ceritanya ketika sesorang terombang-ambing dalam lautan ketidakpastian, tidak mengetahui jika orang yang dicintainya sudah berpaling menuju Hades apa belum. Mereka ingin berharap tapi kenyataan tidak memberikannya cukup alasan untuk berharap. Mereka hendak merelakan tapi hati kecil kian meronta mencari setitik harapan sebagai pegangan. Ketidakpastian tersebut menyiksa perih batin.

Raut wajah gadis muda itu tidak sarat kesedihan. Suara yang mengalun adalah pinta penuh harap. Odelie menyanggupi permintaan sang gadis dan memintanya menarik kartu.

Tujuh kartu tersisa. Alicia merasa seperti dipermainkan dengan permainan kartu ini. Karena ini adalah sebuah ramalan, tak mungkin ada yang benar dan salah saat memilih kartu! Jika perkataan Odelie benar, kartu apapun yang ditarik sang gadis sudah menjadi bagian dari takdir sejak awal! Namun tetap, perasaan waspada ini masih kentara. Dengan bibir mengerucut, Alicia perlahan menarik kartu keenam dari kiri.

Tulisan pada kartu tersebut bertuliskan "Reuni".

Sudah pasti pertanda baik, bukan? Akan tetapi menurut raut wajah Alicia, belum tentu. Gambar yang terpampang seolah memberikan kesan pesimistis terhadapnya.

Sekali lagi, Alicia bukanlah pembaca ramalan di sini. Diserahkanlah kartu itu kepada si pembaca sebenarnya, berharap ada maksud lain yang dapat merubah prasangka sang gadis.

"Seorang manusia menghadap tengkorak, masing-masing di dunia yang berbeda," kata Odelie. "Tangan tengkorak berhasil masuk ke dunia manusia, sehingga tangannya yang berada di dunia manusia ikut menjadi tangan manusia …."

Alicia menceletuknya, "Apakah berarti mama akan selamat dari dunia—dimensi lain dan berkumpul lagi bersamaku?"

Dengan berat hati Odelie menjawab, "Tidak demikian, sayang."

"A-apa?"

"Tengkorak ini … adalah dirimu, Alicia."

Alicia tercengang.

"Kau akan berkumpul dengan ibumu kembali ketika dirimu …," Odelie tidak melanjutkan kata-katanya lagi.

"Ketika diriku apa, Odelie? M-mati? Ketika diriku mati?"

Odelie hanya mengangguk pelan. Kini dirinya terbebani apakah mengajaknya bermain kartu takdir adalah keputusan yang benar.

"Kalau diriku mati … berarti Mama …?" suara sang gadis perlahan menjadi lirih.

"Aku tidak mendapatkan ilham dari keadaan Ailsa, Alicia. Maafkan aku."

Sang gadis itu masih terdiam. Masih berkontemplasi. Beberapa saat kemudian ia menggelengkan kepala sampil menampar pipinya. Napasnya berat, sebab ia berusaha untuk membendung air matanya.

"Alicia, aku menyesal, sungguh," pinta Odelie.

"Odelie, tidak apa-apa," Alicia menjawabnya lembut. "Mama … sudah tiada dua tahun lalu. Aku seharusnya sudah beralih."

Setelah berkata demikian, Alicia mencoba untuk tersenyum. "Tapi, hey … setidaknya aku mendapatkan sedikit kepastian. Semuanya berkat kegiatan kecil kita, Odelie. Aku bisa … a-aku bisa belajar mendapatkan penutupan."

Kini malah si astrolog itu tidak merespon. Dirinya malah terbayang sosok Ailsa Crimsonmane dan Ailsa itu sedang duduk tepat di hadapnnya. Ibu dan anak sama saja, menurut Odelie. Maklumlah, namanya juga buah tidak jatuh dari pohonnya. Yang membedakan satu dengan yang lain adalah Alicia tidak mewarisi sifat keras dan pura-pura acuh tak acuh dari Ailsa. Sifat khas sang ibu yang selalu disaksikan oleh Odelie dan penyihir Magisterium lain saat bertugas.

"Alicia, aku menyukaimu, kau tahu?" Odelie membuka suaranya.

"Kamu a-apa?"

"Bukan menyukai seperti yang kau pikirkan, Nona."

"Oh."

"Baiklah Crimsonmane mungil, kurasa sekarang sudah larut," Odelie mengemaskan kartu-kartunya lalu berdiri. "Sudah saatnya dirimu berisitirahat, nona. Kita akan tiba di Vanir pagi-pagi sekali, jadi semoga tidurmu nyenyak, ya!"

"T-tunggu! Bagaimana dengan kartu-kartu ini?" Alicia menyerahkan ketiga kartu pilihannya.

"Kenapa? Simpan saja, itu untukmu. Kau akan membutuhkannya."

"S-sungguh? Kamu tidak akan kekuarngan kartu?"

"Oh aku tidak perlu kartu-kartu ini, Alicia. Aku punya alat sihir yang lebih bagus dari tumpukan kertas ini!"

"Maksudmu 'Katalis Iman'?"

Odelie hanya tersenyum manis.

"Aahh, Odelie! Harusnya kamu membawa Katalis Iman juga, dong!"

"Kalau aku bawa, bisa-bisa kamu tidak mau tidur karena ingin melihat benda itu terus menerus!"

Kemudian sang astrolog berjalan melewati Alicia untuk menaiki undakan. Sesaat sebelum hilang dari pandangan akibat dilahap tembok penghalang, Alicia memanggilnya sekali lagi.

"Odelie," katanya, "terima kasih atas kartu-kartu ini. Dan terima kasih juga atas permainannya. Tadi sangat menyenangkan."

"Ya. Permainan yang sangat menyenangkan. Ngomong-ngomong jika kau membutuhkan sesuatu dariku—apapun—kau bilang saja padaku, oke?"

"Apapun?"

"Apapun."

"Hmm …. Akan kupikirkan, Odelie."

Leher Odelie seketika menjulur ke depan dengan kedua mata genitnya menyala-nyala. "Sungguh, Alicia?"

"Baiklah Odelie, saatnya naik ke atas." Keduanya tertawa. Alicia mendorong Odelie ke lorong gerbong.

"Selamat malam, Crimsonmane Mungil," ucap Odlie hangat.

"Selamat malam juga, Odelie," jawab Alicia.

Hadiah berharga dari seorang teman. Ia menyelipkan ketiga kartu tersebut pada bukunya sebagai pengingat.

***

Ketukan yang cukup keras membangunkan Alicia yang terlelap. Ia dapat melihat sinar mentari sudah menembus kaca jendela. Alicia mengira suara ketukan tadi cuma perasaannya saja sampai ada suara manusia menyusul tepukan pintu.

"Hei, Alicia? Sudah jam berapa ini? Jangan bilang kau masih tidur!" teriak suara maskulin itu, yang ternyata adalah suara Grand Magus.

Alicia terkejut seraya bergegas ke atas untuk menjawab ketukan Haddock.

"Alicia, kau masih menggunakan piyama!" tegur Haddock. "Apa yang kau lakukan malam-malam sampai bangun telat?"

Selagi sang Grand Magus mengomel, Alicia dapat melihat sosok Odelie di belakangnya tertawa kecil.

"Dengan segala hormat, Grand Magus. Ini masih pagi." Alicia menyapa Haddock.

"Apa katamu? Ini sudah jam delapan, dan kita akan sampai di stasiun perbatasan Vanir beberapa menit lagi!"

"Tunggu, apa?"

Haddock mundur untuk memperlihatkan apa yang ada di balik jendela gerbong. Dibalik kumpulan ilalang yang jarang itu, terdapat sebuah danau besar biru jernih dengan banyak ikan melompat-lompat. Tapi nun jauh disana, di sisi seberangnya, jejeran gedung tinggi yang indah. Garis-garis kilauan pada gedung menyilaukan, bahkan sampai tampak dari kereta. Segala hiruk pikuk kejauhan dapat terasa dari banyaknya zepellin dan kendaraan terbang lainnya mengitari gedung-gedung tersebut. Alicia terlena akan pemandangan pagi itu. Alicia sedang memandangi Vanaheim, ibukota Vanir.

"Hei, hei, hei!" teguran Haddock sekali lagi membuyarkan detik-detik indah sang gadis.

"Aku mengerti, aku segera bersiap!" Gadis Crimsonmane itu pun kembali ke ruangan. []

Tiga bab untuk minggu ini, karena kalian--pembaca aktif dan pembaca diam--keren!

RestuIbucreators' thoughts