Andika memasuki markas mapala di kampusnya. Dilihatnya Rudi melambaikan tangan padanya dan bersama dengan para anggota yang lain sedang mengerubungi seseorang.
Setengah acuh ia melangkah mendekati kerumunan teman- temannya itu, dilihatnya Rudi melambaikan tangan padanya.
"Woi Ndik.....kenalin nih... Malika, anggota baru kita. Temennya Nunik. " Rudi mengenalkannya pada cewek yg dikerubungi itu. Andika tersenyum masam, ogah ogahan dia menatap sekilas dan menyambut anggukan serta senyuman Malika dengan mengangguk acuh sambil diam-diam menilai cewek baru itu. Cantik sih...tapi tatapan matanya membuat dia seperti tenggelam, sangat dalam dan teduh.
Andika tersenyum masam dan menjabat tangan Malika yang tersenyum lembut.
"Andika." ucapnya singkat.
"Malika," sahut si gadis. Belum sempat melanjutkan bicara, Setya dan Ramli langsung nyerobot Malikah kembali dalam kerumunan anak yg lain lagi. Menanyakan ini itu layaknya senior kepo.
Andika memberi isyarat pada Rudi lalu beranjak memilih duduk dipojok sambil mengluarkan hp nya.
Melihat sikap Andika yang cuek tidak hangat seperti biasa. Rudi datang menghampiri.
" Lesu amat lu bro. kenapa sih.? nggak biasanya lu mojok sendiri. Hari ini briefing terakhir, besok anak-anak akan berangkat ke Aceh Selatan. Ada Gua baru ditemukan setelah gempa kuat 2 bulan yang lalu. Gempa itu mengakibatkan terbukanya sebuah celah didekat air terjun Batu Air. kita pernah kesana ingat? Jadi si prof. udah dapat ijin untuk explore tuh. Lu ikut kan?" Rudi memastikan Andika. Tapi lagi Andika menggeleng menolak ajakan Rudi.
" Aku nggak bisa. ada sedikit masalah. mungkin aku akan meninggalkan kampus untuk sementara. Pusing.!" Andika mengeluarkan rokoknya dengan kesal. Wajah kusutnya membuat Rudi merapatkan alisnya. Nggak biasanya ni anak kusut kayak begini. Biasanya dia kalau sumpek ngebut atau kemping sendiri kayak pertapa, atau ikut ngetrek atau ngebut kesana kemari. Tapi ini kok malah mau ninggalin kampus?
" Lu serius mau ninggalin kuliah Ndik? Emang kenapa sih? Kira-kira aku boleh tau nggak? Rudi bertanya hati hati, wajahnya jadi serius 100 %. Biasanya Andika tidak suka disoal. Tapi kali ini, entah kenapa, setelah terdiam beberapa saat, ceritapun mengalir dari bibir Andika dengan sikap yang pasrah. selama ini dia bukan saja benci pada ayahnya karena ibu tirinya, tapi disebalik itu ia juga sangat menyayangi ayahnya jauh di lubuk hatinya. Hatinya tidak bisa menerima ayahnya menempatkan seorang wanita lain menggantikan posisi ibu Andika. Ibunya tidak akan pernah tergantikan! Dua hal yang paling bertolak belakang yang menyesakkan hati dan pikirannya selama ini bertahun-tahun.
Setelah selesai meluapkan ganjalan hatinya selama ini, mendadak Andika terdiam menatap Rudi.
" Kenapa gua jadi curhat sama elu!" ditatapnya Rudi dengan kening berkerut dan alis bertaut.
Rudi mengangkat alisnya dengan tatapan heran.
"Lha gua juga heran, lo sehat nggak?" Rudi tersenyum mencoba mencairkan hati Andika yang terasa beku.
"Ah...lu..." Andika ingin menjitak Rudi dengan tinjunya yang langsung dilawan dengan jurus berkelit dari Rudi.
Andika menarik nafas berat dan kembali duduk selonjor sambil memutar mutar rokoknya. Rudi hanya menggeleng-geglengkan kepala sambil ikutan duduk disamping Andika.
Diamatinya sahabat karibnya dari SMA itu, wajah Andika yang persegi, sangat tampan seperti patung yunani di buku filosofinya. Banyak cewek dikampusnya berharap jadi yang terdekat, tapi dia seperti alergi sama cewek. tidak ada satupun gadis yang bisa dekat dengan Andika.
Rudi tersentak menadapati Andika melotot padanya,
" He he...sori...lu manis sih kalau lagi bete...." cengirnya sambil meniru gaya Romli yang rada kemayu. Tapi langsung serius lagi melihat pandangan jijay dari Andika.
"Sekali- kali curhat ma gue kan nggak pa pa kalee. Mungkin selama ini hati elu tuh berkata gue sahabat yg paling baek..." Rudi menepuk dadanya seperti kingkong.
Andika tersenyum masam melihat Rudi yang berlagak. Tapi mungkin ada benarnya juga. Dia suka berteman dengan Rudi karena memang pembawaannya kalem tapi hangat pada sahabat. Dia tidak banyak ngomong ngibul, tapi selalu care pada siapapun yang butuh pertolongan. Perlahan Andika menyandarkan punggungnya yang terasa berat tiba-tiba.
"Jadi sekarang apa rencana lo? saran gua ni ya... lo tetap nyambung kuliah Ndik. Uang yg dikasi ayah lo kan cukup buat biaya kuliah lo, asal nggak lu foya-foya in." Rudi melanjutkan.
" Tu dia...Entah kenapa..lagi males aja gua mikirnya. Kuliah males, kepala mumet, apalagi karena ayah udah menyerah ma gua, di rumah apalagi, males ngeliat ayah dengan ibu tiriku hidup sebagai keluarga, gua nggak suka, tidak rela, gua ingat terus sama almarhum ibu. Kayaknya gua harus pergi sementara waktu. Kemana kek, asal nggak disini atau dirumah."
" Wah. wah...bahaya ni anak. Ya udah ikut ekspedisi aja lo Ndik. Daripada kabur nggak jelas, ntar disamber setan lu. Jangan grasa- grusu Pikir - pikir dululah. Lagian ekspedisi kali ini mungkin akan beda. Kita mengeksplosari daerah baru, tempat yg tak dikenal. Tenangkan diri lo deh, besok kita ketemu disini lagi ya. aku akan pikirkan jalan keluarnya." Kata Rudi polos.
"Emang gua minta lo ikut mikir? Aah. sok lu ah...Gua cabut dulu."
"Eh .. mau kemana lo? jangan kabur dulu. Besok kesini nggak?"
" Ntar gua telpon lu kalau udah sampe di kutub utara" Andika beranjak sambil mengibaskan tangannya.
Rudi hanya menarik nafas melihat kepergian Andika. Hatinya sedih melihat sahabatnya yang satu ini, seperti orang kehilangan arah. Berbuat semaunya, tidak perduli sekitarnya. Tapi sebenarnya otaknya sangat pintar, hanya sayang nggak dipergunakan dengan baik. Buktinya dosen fisika mereka menarik Andika menjadi asisten risetnya. Meski Andika sering bolos, tapi dia tetap dirangking tertinggi untuk ilmu fisika. Dia selalu menjadi asisten riset sang dosen di lab pribadinya. Sang dosen tidak berminat pada mahasiswa yang lain. Dia selalu menunjuk Andika untuk membantu riset-risetnya, dan Andika akan tenggelam dalam penelitian sang dosen jika mereka sedang bekerja. Dia bahkan menjadi lebih tekun dari sang dosen yang seorang profesor fisika, jika sudah masuk Lab. Andika bisa berhari-hari tidak tidur, tidak makan, mereka seperti zombi, mereka memang partner kerja yang aneh, batin Rudi.
----------+++++---------------
Malamnya, Andika perlahan turun sambil menyandang ranselnya. Suasana rumah sangat sepi, nampaknya keluarganya sudah terlelap karena ini sudah pukul setengah dua dini hari. Andika meletakkan sebuah amplop di meja makan berisi cek yang ayahnya berikan sebagai bekal terakhirnya ditambah catatan kecil dimeja kerja sang ayah, "aku pergi dulu, jangan kuatir. Maaf selama ini telah membuat ayah marah, dan maaf aku pamit dengan cara seperti ini. Jaga kesehatan ayah."
Andika melangkah perlahan nyaris tanpa suara. Ia mendorong motornya keluar garasi sampai agak jauh dari rumah agar tidak membangunkan ayahnya. Ia sengaja tidak mengambil uang yang diberikan sang ayah. Andika sebenarnya tidak masalah dengan uang. ia punya uang yang cukup dari penelitiannya dengan sang dosen. Ia menghamburkan uang ayahnya selama ini hanya untuk membuat ayahnya dan ibu tirinya kesal. Sebagai protesnya dari kecil ketika wanita itu masuk dalam kehidupannya 8 tahun yang lalu.
Tanpa setahu dirinya. Sesosok tubuh berdiri dibayangan gelap dekat jendela memperhatikan gerak - geriknya. Sang ayah...tanpa setahu Andika melepas kepergian anaknya dengan bisikan doa dari bibir keringnya.
---------------++++++-------
Rudi tersentak kaget, hp nya berbunyi tengah malam begini. Susah payah ia mengucek mata kantuknya dan tanpa melihat siapa yang menelpon langsung saja ia menjawab malas," siapa ni?"
" Rud, ni gue. buka pintu dong. gua didepan kos lu nih." klik hp nya langsung di putus.
"Apa? " Rudi terlompat dari tidur manisnya, sambil menggaruk garuk kepalanya setengah terseok ia bangun berjalan menuju pintu rumah kosnya dan ia terbengong ketika di depan pintu Andika berdiri dengan ransel di punggung.
"Lo jadi kabur?..." tanyanya setengah heran.
Andika melepas ranselnya dan langsung berbaring disofa satu satunya diruang tamu rumah kos Rudi yang minimalis tapi elegan.
" Gua numpang tidur bentar ya? besok gua cabut dah..." Andika langsung memejamkan matanya. Rudi mau menjawab, tapi melihat keadaan Andika, diurungkannya niat mau bertanya ini itu. Diambilnya sehelai selimut dan bantal dilemparkannya pada Andika. Tanpa bersuara iapun meneruskan kembali tidurnya yang terganggu.
-------------+++++++-----------
Keesokan paginya Andika bangun pukul 8 pagi. Dilihatnya Rudi sudah selesai mandi dan sedang menyiapkan ransel kempingnya. Dimeja depannya ada dua nasi bungkus dan dua cangkir kopi.
" Mandi lo gih...bau tau."
Rudi melemparkan handuk ke pangkuan Andika. Seperti anak kecil Andika tidak membantah. Dengan lesu ia berjalan terseok kekamar mandi. Walaupun kecil, rumah kos Rudi cukup bagus dan nyaman. Peralatan didalamnya sangat modern. serba maskulin dan minimalis. kamar mandinya lengkap dengan air panas dan ada dapur mini lengkap dengan mikrowave dan kulkas. Pasti mahal nih kos kosan, batinnya.
Selesai mandi, Rudi sudah menunggunya diruang tamu menikmati kopi panasnya. Walaupun ada meja pantry didapur, tapi ia lebih suka makan di ruang tamunya. Sambilan nonton tv katanya.
Sambil menikmati sarapannya Andika berkata,
" Jadi kalian ke Aceh Selatan hari ini? "
Rudi mengangguk.
" Lo ikut kan? rugi kalau nggak ikut Ndik.? Pasti seru kali ini," Rudi mencoba membujuk Andika.
" Sori dah...gua mau kemping sendiri dulu. mau semedi, bosan gua rame-rame terus. Lu ada saran dimana tempat yg bagus buat gua semedi nggak?"
"Apa? semedi?, Rudi meletakkan sendoknya bingung.
"Lu pusing sih pusing, tapi jangan pake magic deh. . udah lo ikut kita aja ke aceh selatan. Kali ini Caving nya seru. ada retakan baru di Goa Naga. Gempa kemaren menyebabkan munculnya goa baru. Gua jamin lo bakal suka."
Andika menarik nafas pelan.
" Nggak ah. Gua lagi pengen sendiri. Lagi males gabung. Lain kali deh gua kesana. Gua mau cari tempat berfikir dulu sementara." Andika tetap pada pendiriannya. Wajahnya kaku tak bercahaya. Pikirannya sekusut hatinya.
Sejenak Rudi tercenung melihat raut Andika yang mengambang. Dikerutkannya keningnya sebelum menarik nafas panjang.
Drrrrt...drtttt...hp Rudi bergetar disakunya. Rudi melihat siapa peneleponnya. Dia terdiam sejensk lalu beranjak ke dapur.
"Bentar ya...cewek gue calling nih," cengirnya.
"Emang lu punya cewek?" Andika memanyunkan bibirnya acuh. Lalu melanjutkan sarapannya. Agak lama juga Rudi telponan, nasi bungkus Andika sudah amblas ke perutnya ketika Rudi kembali dari dapur.
"Hmm...gini deh."
Kata Rudi sambil menggaruk- garuk kepalanya.
"Sebenarnya sih... ada satu tempat yang mungkin lo bisa kesana untuk berfikir. Kalau lo mau lo bisa gua tunjukin. Di Aceh selatan juga lokasinya. Searah dengan tujuan kemping kali ini. Gua jamin, lo bakal tenang disana. Gimana?" Rudi berkata dengan sangat meyakinkan dan tersenyum melihat kilatan tertarik dalam pandangan mata Andika.
" Yakin lu nggak becanda?" tanya Andika penuh selidik.
" Yakin 100%. Cepetan kalau lu minat, jam 11 siang ini anak2 ngumpul di markas dan langsung berangkat. Gimana? Ok nggak?" Rudi tidak memberi kesempatan Andika untuk berpikir.
"Ok deh" Akhirnya Andika setuju juga. Rudi tidak membuang waktu lagi, segera dia berkemas.
"Cepetaaan...!Jangan lupa motor lu simpan disini aja, aman kok, yuk cepetan."
Rudi menepuk bahunya dua kali. Setengah ragu Andika beranjak juga akhirnya menyiapkan tasnya. Walaupun sedikit ragu, tapi dia tidak punya pilihan. dia benar- benar ingin menyendiri. Mencari suasana baru. Jauh dari hiruk pikuk keluarga yang dibencinya.
Akhirnya sejam kemudian mereka tiba dimarkas mapala kampus. Anak anak sudah pada ngumpul. Selanjutnya, tepat pukul 12 siang, bus mini itu berangkat dari kampus Geologi USU ke Kota Tapak Tuan di Aceh Selatan, membawa 9 orang anggota mapala termasuk Malika si anak baru. Ia sempat tersenyum melihat Andika datang. Hanya tersenyum biasa. Setelah itu mereka sibuk masing-masing dengan bawaannya.