webnovel

Kehidupan Sehari-Hari

"Baiklah," John menjawab dengan tenang. Dia kemudian mendengar suara pintu ditutup, dan rumah kembali sunyi.

John berdiri di depan cermin sendirian, menatap wajahnya. Dia tiba-tiba memiliki firasat bahwa mimpi buruknya tidak akan hilang begitu saja.

"Aku harap itu hanya sekedar mimpi biasa," celoteh nya.

Dia lalu keluar dari kamar mandi dan berjalan ke ruang tamu, di mana ada dua lembar uang seratus di atas meja kayu panjang. Uang kertas hijau berubah warna dan memiliki kilauan yang berbeda tergantung dari sisi mana kita melihatnya.

John mengulurkan tangan dan mengambil uang itu tanpa sepatah kata pun. Dia harus hidup dengan uang ini selama dua bulan ke depan.

Sebelumnya, uang saku yang dia dapatkan adalah seratus Yuan sebulan dengan makanan yang disediakan oleh pihak sekolah. Sekarang, dia mendapat dua ratus Yuan untuk dua bulan. Itu berarti dia hanya bisa menghabiskan dua puluh lima saja dalam seminggu, dan sekitar tiga Yuan sehari.

"Walau hanya tiga Yuan sehari, aku harus bisa hidup dengan hemat." John bangkit dan memasuki kamarnya.

Dirinya kemudian berganti pakaian dengan seragam sekolahnya. Di dada kiri seragam biru-putihnya ada lencana sekolah dengan pola ayam jantan dan kalimat, 'Keera'.

John mengemasi tas sekolahnya. Tak lupa dia berganti menjadi sepasang sepatu kets dengan corak warna biru-putih yang unik, dan bergegas keluar pintu. Dia berjalan keluar dari area perumahan, melewati beberapa penjual sayur sebelum ia naik ke bus tua di halte bus di sebelah gerbang lingkungan.

Bus itu pun lalu mulai berjalan selama lebih dari sepuluh menit. Dia akhirnya mencapai tujuannya. Keluar dari bus yang penuh dan begitu sesak, dia langsung berlari ke sekolah. Bel sekolah berbunyi begitu dia masuk ke kelasnya.

Sebagian besar teman sekelasnya sudah ada di sana saat kelas itu akan segera dimulai. Guru yang ada juga baru saja masuk ke kelas dan menyiapkan bahan ajarnya. John dengan cepat berjalan ke tempat duduknya, hanya dalam waktu sepersekian detik kemudian ia berhasil duduk di kursinya. Matanya dia arahkan ke depan.

Guru bahasa asing itu tampak sedang menyesuaikan kacamata berbingkai hitamnya dan perlahan membuka bahan ajar sambil sesekali mengarahkan pandangannya ke arah siswa, yang secara tidak sadar berperilaku dan tetap di tempat duduk mereka. John adalah pengecualian.

Namun, hari ini, kata-kata kakak perempuannya terus terngiang di dalam kepalanya. John meraih uang dua ratus yang berada di saku celananya, merasa sedikit tertekan.

Kakeknya tiba-tiba mengalami penyakit stroke dan perlu bantuan banyak uang untuk masalah pengobatan. Keluarga John telah menghabiskan semua tabungan yang mereka punya untuk masalah tersebut. Oleh karena itu, kakak perempuannya terpaksa bekerja paruh waktu sambil kuliah tentunya pada saat yang sama.

Ketika pikiran itu terlintas dalam kepalanya, John menghela nafas pelan. "Ini mungkin waktu yang sulit bagi kami semua, tapi ini juga tidak terlalu buruk."

Dia tersentak dari lamunannya, dan entah mengapa, secara tiba-tiba, mimpi buruk dari semalam terlintas di benaknya lagi. Mimpi itu begitu tampak begitu realistis.

Bel sekolah yang berbunyi, membuat John kembali pada realitanya dan dia segara membuang jauh-jauh pikiran akan hal itu. Dia mengeluarkan buku teks dari tasnya untuk berkonsentrasi pada pelajaran. Ini adalah tahun terakhirnya di sini, sebelum dia akan memasuki dunia perkuliahan.

Namun sayangnya, tidak peduli seberapa keras dia berusaha berkonsentrasi, bayang-bayang mimpi buruk, masalah pengobatan kakeknya yang akan menjalani operasi, dan situasi keuangan keluarganya saat ini terus merayap ke dalam pikirannya, seolah hal-hal itu memaksanya kembali untuk melamun. Setiap pelajaran dimulai dan berakhir, silih berganti, maka kelas terakhir bagi John juga akan segera berakhir.

"John, apakah kamu baik-baik saja?" Gadis yang duduk di barisan depan mengetuk meja John.

"Aku baik-baik saja," dia membalasnya sembari menatap dengan tenang.

Gadis itu memiliki wajah yang agak lonjong dan memanjang seperti rubah serta mata yang cukup sipit yang tidak sesuai dengan kategori tipe menarik untuknya. Seragam sekolahnya yang longgar dan bengkak menutupi sebagian besar tubuhnya, dan satu-satunya hal yang mencolok tentangnya adalah gadis itu memiliki kulit yang begitu putih.

Namanya Yuna Shen, dan dia adalah salah satu dari sedikit teman baik John Lin di kelas sementara ini. Yuna sering meminjam penghapus, pensil, dan barang serupa darinya.

"Apakah kamu yakin tidak ada yang salah?" Yuna memiliki sikap yang agak kekanak-kanakan, dan dia begitu tergila-gila pada anime. Dia jarang bergaul dengan teman perempuan sebayanya, dan lebih memilih untuk berteman dengan para laki-laki.

"Tidak ada," John menggelengkan kepalanya. Yuna mengulurkan tangan dan menepuk bahu temannya itu. "Kau terlihat berantakan hari ini. Aku tahu bahwa akan ada sesi senam nanti. Biarkan aku membawamu ke sana untuk memanjakan matamu!"

John hanya bisa memaksakan senyum miliknya. "Ada apa dengan reaksimu itu? Bukankah kau suka pergi ke klub senam untuk melihat gadis lainnya… Aduh!" Sebelum Yuna bisa menyelesaikan kalimatnya, John langsung mencubit punggung tangannya.

Kemudian, dia kembali menarik tangannya. Sahabatnya ini punya masalah, dia suka berucap dengan sembarangan.

"John Lin, apakah kamu gila? Awas saja, ini telapak tangan suciku yang tak terkalahkan!" Yuna bangkit, dan tangannya langsung mengarah ke wajah John.

Namun, John berhasil mengambil sebuah buku dan menghalangi langkahnya. Dia terlalu mudah ditebak. Seorang gadis gila yang berpikiran sederhana.

"Mengapa kamu memperlakukanku seperti ini ketika aku menunjukkan kebaikan kepadamu dengan mengajakmu melihat hal-hal yang baik?" Yuna tidak mundur. Sebaliknya, dia melanjutkan serangannya.

Sayangnya, John kembali berhasil memblokir setiap serangannya. Beberapa teman sekelas memandang mereka berdua dengan penuh minat dan tertawa. Guru sejarah yang berada di depan sudah terbiasa dengan lelucon itu. Dia melirik mereka, menggosok kepalanya yang botak, dan berpura-pura tidak melihat apa-apa.

Mereka berada di beberapa bulan terakhir pada tahun ketiga mereka di sekolah atas ini. Sebagian besar guru akan menutup mata dan membiarkan siswa yang ada bersenang-senang sebagai hadiah atas kerja keras mereka selama ini.

Segera, suara bel terdengar berbunyi di udara, pertanda kelas ini berakhir. "Yusra Xiao, apakah kamu akan mencari kaset baru di siang hari?" Seorang gadis datang ke arah Yuna dan berbisik ke telinganya.

"Tentu saja. Kenapa tidak? Aku membutuhkan satu kaset terakhir untuk melengkapi koleksi anime kesukaanku itu. Kali ini, aku harus mendapatkannya…"

Kedua gadis itu mulai mengoceh. John hanya bisa menatap gadis itu yang kini berbicara dengan Yuna.

Gadis itu mengenakan seragam sekolah, tetapi dipasangkan dengan rok denim putih bersih, di mana sepasang kaki panjangnya dapat terlihat dengan jelas. Roknya nyaris tidak menutupi setengah pahanya. Meskipun dia mengenakan lapisan legging, kakinya yang panjang masih menarik banyak perhatian dari para cowok.

**To Be Continued**

Bab 3 resmi di publish. Bagaimana pendapat kalian? Oh yah, jangan lupa tuk tambahkan cerita ini ke dalam library kalian, supaya gak kelewatan update bab-bab berikutnya.

M_Jiefcreators' thoughts