webnovel

PERTEMUAN DENGAN KELUARGA KEVIN

Naura menatap pantulan dirinya di cermin, tersenyum tipis, dan membenarkan kacamata besarnya yang turun, sudah menjadi kebiasaan kala ingin berpergian.

"Tidak apa-apa, aku akan melakukan apa pun demi ibu agar dia dapat sehat kembali," monolognya meyakinkan diri bahwa Naura siap melakukan pernikahan kontrak dengan pria semalam.

"Tuan."

Naura tersentak kaget, saat ia membuka pintu rumah tiba-tiba sosok pria jangkung memenuhi indra penglihatannya.

"Apa yang tengah kau lakukan di dalam rumah? Semedi terlebih dahulu? Lama sekali." Kevin mendumel kesal, melihat-lihat penampilan wanita itu … masih sama seperti semalam tak ada yang menarik.

Hanya kaos oblong oversize berwarna merah muda yang bagian bawahnya dimasukan pada rok di bawah lutut bercorak polkadot berwarna hitam putih.

Rambut hitam panjangnya di kepang dua laksana anak kecil, dan tidak lupa kacamata bulat besar menutupi kedua matanya.

Naura menyatukan kedua tangannya, meremas-remas jari jemarinya. "Maaf tuan, tadi aku membereskan halaman belakang terlebih dahulu," ungkapnya sedikit menundukan wajahnya, tak ingin menatap kedua iris mata tajam berwarna abu itu.

Kevin menyimpan map berwarna merah yang baru saja diberikan Devian ke atas meja kayu yang ada di sampingnya. "Sesuai kesepakatan kita semalam, alangkah baiknya kau menandatangani surat kontrak itu agar memudahkanku jika suatu saat kau kabur sebelum masanya habis."

Retina hitam milik Naura bergulir, menatap map merah itu, tampak ragu namun ia harus yakin … demi sang ibu tercinta!

"Naura Moore, pernikahan kontrak akan terjalin selama enam bulan. Keuntungan di sini adalah aku akan mendapatkan warisan dari keluargaku sementara kau akan mendapatkan uang senilai lima puluh juta dariku berdalih mengobati ibumu yang tengah sakit. Baik, bukankah itu sangat untung?"

Naura tersenyum kecil memperlihatkan lesung pipinya sembari menganggukan kepalanya pelan. "Iya, Tuan."

"Setelah nikah nanti banyak peraturan yang harus kau patuhi terutama jangan pernah sedikit pun mengatur hidupku! Kita hidup masing-masing hanya saja memakai topeng pernikahan," lanjut Kevin berucap.

Lagi-lagi Naura menanggapinya dengan anggukan kepala. Tak ada sesutu yang perlu ia bantah. Tangannya bergerak menggenggam pena yang baru saja disodorkan Devian.

Perasaannya tampak tak karuan, Naura menggigit kecil bibir bawah bagian dalamnya, memejamkan kedua mata sejenak yang kemudian dalam satu detik ia menggoreskan pena dan menandatangani di dekat matrai.

Melihat itu Kevin menyeringai sinis.

"Kita akan pergi ke mana, Tuan?" tanya Naura heran. Kini ia berada di dalam mobil, tak tahu pria itu akan membawa dirinya ke mana, sedari tadi Kevin terus saja membungkam mulutnya tak ingin menjawab pertanyaan yang Naura lontarkan.

"Nona mohon bersikap tenang," sahut Devian yang tengah mengemudi, menatap sekilas wanita culun itu melalui kaca spion.

Devian sangat tahu, jika Kevin sudah tak lagi mengeluarkan suaranya berarti dia tengah melamun. Satu hobi yang tak diketahui oleh banyak orang, hanya anggota keluarganya saja yang tahu.

Naura menurunkan bahunya, mengerucutkan bibirnya kesal. "Kalau tuan sudah memberi tahuku maka aku akan bersikap tenang," balasnya bernegosiasi, tak urung ada sedikit emosi yang tersampir di hati.

"Nona akan dibawa ke rumah tuan Kevin."

Naura tak lagi membalas perkatan itu, ia menyenderkan punggungnya pada badan kursi, melihat jalanan melalui jendela mobil yang terbuka.

Lima belas menit terlewati mereka telah sampai di tempat tujuan. Gerbang hitam yang menjulang tinggi terbuka lebar mempersilahkan mobil milik sang majikan masuk ke halaman rumah.

Naura melihat-lihat sekelilingnya, mulutnya mendecak kagum, kedua matanya berbinar cerah menatap pemandangan istana yang terpampang jelas di depannya.

"Tuan, apakah aku sedang bermimpi? Kenapa akau ada di istana?" tanya Naura polos, tak henti-hentinya menatap ke segala penjuru arah.

Bangunan bertingkat dengan tihang-tihang kokoh, berwarna cream dengan corak putih gading, kolam bulat hias dengan air mancur di tengah-tengahnya kian menambah kesan aesthetic.

Sungguh demi apa pun Naura seperti sedang bermimpi.

Kevin dan Devian tertohok, kedua pria itu geleng-geleng kepala tak habis pikir dengan Naura.

"Kuno boleh, tapi jangan terlalu kentara untuk menunjukannya," ucap Kevin sarkas. Berjalan terlebih dahulu meninggalkan mereka.

Keruatan halus tercetak di kening Naura, retinanya menoleh pada Devian seolah bertanya kenapa Kevin seakan marah pada dirinya.

Devian tersenyum tipis, sangat tipis bahkan hampir tak terlihat. "Tidak apa-apa tenang saja."

Naura mengangguk paham, berjalan menyusul Kevin yang diikuti oleh Devian di belakangnya.

Bruk!

"Aws."

"Hati-hati nona."

Naura meringis, mengusap keningnya yang tak sengaja menabrak tihang beton keras.

"Kau tidak apa-apa, Nona?" tanya Devian melihat-lihat kening Naura takut-takut ada benjolan yang tercipta di sana.

Naura menggerakan kepalanya. "Tidak apa-apa."

****

Naura tersenyumm canggung, merapatkan kedua pahanya dan menyembunyikan kedua tangannya di dalam sana.

Di hadapannya sudah ada dua pria berumur yang dapat diyakinkan jika itu adalah ayah serta kakek dari Kevin dan satu lagi ada wanita berumur namun wajahnya masih terlihat muda nan ayu bahkan Naura pun sempat mengiri pada kecantikan wanita tersebut, yang dapat diyakinkan jika orang itu adalah ibu dari Kevin.

Tatapan mereka terus terpusat pada Naura membuat wanita culun itu merasa canggung. Seolah Naura akan diintrogasi karena telah melakukan kesalahan.

"Kevin!" panggil Anuraga tegas.

"Ya?" jawab Kevin singkat, pria itu duduk di single sofa. Atmosfirnya tampak santai namun jauh dalam lubuk hatinya yang terdalam ia sangat berharap ayahnya itu tidak terlalu banyak tanya.

"Jelaskan!" Anuraga menitah pada sang anak.

"Bukannya ayah menginginkan aku agar segera mendapatkan calon istri? Dan dia adalah orangnya!" ungkap Kevin masih mempertahankan sikap santainya.

Tiga manusia dewasa itu tersentak dengan penuturan Kevin, tatapan mereka langsung beralih pada calon pewaris keluarga Anuraga.

"Kau yakin, Nak?" tanya Maria merasa tak percaya pada anak semata wayangnya itu.

Pasalnya sudah banyak wanita yang berasal dari kalangan atas datang ke sini hanya untuk mendapatkan hati Kevin yang beku, namun semuanya ditolak mentah-mentah oleh Kevin tanpa sedikit pun memberikan alasan.

Dan kini Kevin membawa wanita yang sangat jauh di luar dugaan mereka. Hanya gadis sederhana yang tampaknya sangat lugu.

"Kenapa tidak?" tanya balik Kevin berdusta, nyatanya ia pun tak ingin bersatu dengan Naura. Hanya saja ia terpaksa dan malas mencari wanita lain lagi yang ingin diajak kompromi bersama dirinya.

"Baik tidak apa-apa, itu pilihanmu," timpal Anuraga, Kevin tersenyum miring.

"Namamu Naura Moore?" Anuraga kembali beralih pada wanita pilihan anaknya.

Naura sedikit mendongak, ia langsung menganggukan kepalanya. "Iya, Tuan."

"Apakah kau siap bersanding dengan anakku?" lanjutnya bertanya to the points.

Naura tampak gagu, wanita itu kesulitan menjawab, hatinya masih setengah-setengah. "Eum … aku …." Netranya beredar hingga tak sengaja bertubrukan dengan iris mata abu.

Kevin melotot, memaksa Naura agar wanita itu menjawab seperti apa yang sudah direncanakan.

Naura memutuskan pandangan itu. "Eum i-iya … a-aku."

"Dia siap!"