webnovel

Kesedihan

Seperti biasa hari ini Arin bergegas memulai aktivitasnya sebagai guru honorer di salah satu Sekolah SMP ternama di Jakarta. Walaupun ia sedang dilanda kesedihan karena sang suami baru saja meninggal, tetapi dia berusaha tegar untuk tetap bangkit dari permasalahan yang sedang dialaminya.

"Aku harus bisa melewati ini semua. Ayo Arin kamu pasti kuat," ujarnya menguatkan diri sendiri. Sambil beranjak keluar dari pintu kamarnya, kemudian Ibu Arin datang menghampiri.

Dengan wajah khawatir ibu Arin bertanya.

"Nak. Apa kamu yakin sudah ingin masuk kerja lagi ? keadaanmu kan belum terlalu pulih, Sayang."

"Tidak apa-apa Bun , Arin sudah merasa baikan kok , lagipun mau sampai kapan Arin terus mengurung diri di kamar. Semakin dikamar rasanya makin terfikir semua kenangan bersama Mas fikry Bun".

"Yasudah kalau dengan begitu membuatmu lebih baik, kamu hati-hati yaa sayaang".

"Iya Buun. Do'akan Arin kuat ya menjalani ini semua."

Sambil memeluk Arin dengan lembut, Ibu yang sangat menyayanginya itu pun berkata.

"Pasti sayaang. Bunda pasti selalu mendo'akan yang terbaik untuk kamu Nak."

"Makasi banyak ya Bun, Arin berangkat dulu yaa. Assalamu'alaikum," ucapnya berpamitan.

"Wa'alaikumussalam. Hati-hati yaa Nak."

Sebenarnya Ibu Arin sangat khawatir membiarkan Arin pergi keluar rumah. Akan tetapi dia juga harus memahami anaknya yang sedang merasakan kesedihan.

"Iyaa Buun," ucap Arin kurang bersemangat.

Walaupun sebenarnya keadaan badannya masih kurang fit, Arin tetap mencoba berupaya berjalan menuju pagar rumahnya. Dengan menggunakan motor beat biru kesayangannya ia pun berangkat.

Sesampainya ditempat kerja, Arin langsung menuju ruang guru untuk mempersiapkan segala keperluan yang ingin dibawanya untuk mengajar. Begitu masuk Ternyata dilihatnya Nindi terlebih dahulu sampai. Nindi adalah teman Arin yang juga sebagai guru disekolah tersebut.

"Hai Rin.Bagaimana keadaanmu?" ucap Nindi bertanya.

"Ya beginilah Nin, mencoba baik-baik saja." Sambil menghela nafas.

"kamu yang sabar yaa. Aku yakin kamu pasti kuat Rin. Semua yang terjadi pasti ada hikmah baik di dalam nya," menatap Arin sendu.

"Iya Nin. Makasi banyak yaa," tersenyum tipis.

Setelah beberapa saat mereka bercerita, Bel sekolah pun berbunyi menandakan pelajaran pertama akan di mulai. Arin dan Nindi pun mulai beranjak memasuki ruang kelasnya masing-masing untuk mengajar.

Setelah beberapa jam mereka mengajar, Bel pun kembali berbunyi menandakan pelajaran sudah berakhir. Dikarena masih dimasa pandemi sekolah tatap muka dilaksanakan hanya 2 Jam saja.

"Anak-anak Bel sudah berbunyi. Pelajaran hari ini sudah selesai. Jangan lupa tugas yang ibu berikan dikerjakan yaa," ucap Arin kepada murid-muridnya.

"Baik Buu."

jawab sebagian anak-anak yg mendengarnya berbicara.

Setelah semua murid-murid pulang. Arin pun bergegas meninggalkan kelas dan langsung menuju keparkiran untuk mengambil keretanya.

"Ariiin. Tugguuu," suara cukup keras terdengar dari belakang Arin .

Ternyata Nindi yang memanggilnya.

"Ada apa Niin?" jawab Arin terheran.

"kamu mau langsung pulang atau gimana Rin?"

"kayaknya iya Nin. Aku belum terlalu fit buat kemana-mana dulu, emangnya kenapa?"

"Yaaah, niatnya mau ngajakin kamu makan siang baareng, udah lama kita gak makan bareng semenjak kamu cuti."

"Oh gituu, gimana ya Nin. Aku lagi gak enak mau ngapa-ngapaiin. Rasanya pengen pulang aja istirahat dirumah."

"Ayo dong Riin. Pliiiiss , Dirumah pun kamu gak bosen apa," bujuk Nindi.

"hmmmm, yauda deeh iyaa ayook."

"Naah. Gitu doong."

Di karena kan mereka punya kereta masing-masing, Nindi mengajak Arin untuk berboncengan saja, Ia takut Arin belum terlalu kuat untuk berkendara terlalu jauh karena keadaannya terlihat belum cukup fit. Jarak Sekolah dengan rumah makan yang ingin mereka tuju memang cukup jauh.

"Riin, kamu aku boncengin aja yaa. Kamu kayaknya belum terlalu fit, Nanti kamu jatuh pula."

"Hmmm, yaudaa deeh, iya kamu aja yang bonceng Nin, tapi kamu jangan ngebut-ngebut ya bawa keretanya, kamu kan kalau naik kreta kayak hantu," ucap Arin Bercanda.

"Hehe, iyaa iyaa. Siap boskuu."

Setelah Nindi bersusah payah membujuk Arin untuk makan bersama, Akhirnya mereka pun berangkat ke suatu tempat makan, tempat langganan mereka yaitu di Rumah Makan Dapur Emak.

Jarak antara sekolah dengan rumah makan tersebut cukup jauh. Setelah 45 menit diperjalanan mereka pun sampai. Dengan terburu-buru Arin mengajak Nindi masuk kerumah makan karena iya sangat lapar.

"Nin, Ayok cepaatt, perutku dari tadi dijalan udah bunyi-bunyii niih."

"sabar dong Riin, belum juga buka helm."

"Yaudaa, Ayook buruuaan."

"Iyaa sabar nyonya Ariin yg baik hatii,"ledek Nindi.

Setelah beberapa menit , mereka pun masuk kerumah makan dan memilih tempat duduk.

"Aduh Rin, kita duduk dimana yaa.Bangkunya full semua."

"Gini nih resiko kalau kesini tepat di jam makan siang, pasti selalu ramai."

Arin menghela nafas karena kesal, bingung mau duduk dan makan dimana.

"Coba bentar yaa, biar aku tanya dulu sama pelayan yang kerja disini, mana tau masih ada sisa 1 meja lagi buat kita," ucap Nindi menenangkan.

"Yauda tanya dulu gih."

"Sabar ya Arin ku."

"Iyaa. Cepetan yaa, Perutku sudah sangat lapar ini."

"Iyaa bentar yaa."

Setelah mencari-cari tempat, Akhirnya Nindi menemukan 1 meja kosong diujung dekat toilet. Ia pun bergegas memanggil Arin untuk datang dan duduk disitu.

"Ariin, Ayo ikut aku. Ada 1 meja kosong tuh di sana."

"Syukurlaah. Ayo kita kesana."

Setelah Nindi mengajak Arin ke meja makan, Mereka pun duduk dan memesan makanan.

Arin dengan cepat memanggil pelayan untuk memesan makanan. Setelah makanan sampai mereka pun makan bersama, Ditengah-tengah sedang asik makan, Nindi pun bertanya dengan Arin.

"Rin. Ma'af banget nih kalau aku lancang bertanya denganmu, Tapi aku dengar dari rekan-rekan kerja yang lain, kamu yang membayar hutang-hutang suamimu itu yaa?"

"Hmmmm, Ya begitu lah Nin," jawab Arin lesu.

"Yaampuun Riin, kasian banget sih kamu, sudah ditinggal suami, Ditambah Harus membayar hutang-hutangnya pula."

"Iyaa Niin, mungkin ini sudah menjadi takdir ku harus menjalani kisah yang cukup sulit."

"Jadi Rin. Gimana caranya kamu mau membayar hutang-hutang suamimu? kamu itu masih guru honorer Riin. Gajimu itu gak seberapa," ucap Nindi iba.

"Iya Niin. Inilah yang lagi aku bingung kan, Aku harus gimana ya membayar hutang-hutang suamiku nanti," dengan suara sendu dan mata berkaca-kaca.

"Kamu yang sabar ya Riin. Pasti semua ini ada jalan keluarnya, Ini semua sudah di atur dengan baik oleh yang maha kuasa untuk menjadikanmu wanita yang lebih kuat lagi."

"Iyaa Niin, Semoga aja aku bisa kuat menjalani ini semua yaa."

"Iya Rin. Aku pasti akan selalu mendo'akan yang terbaik untuk sahabat terbaikku."

"Makasih banyak ya Nin. Kamu memang sahabatku yang paling bisa ngertiin aku," sambil memeluk Nindi.

"Iya sama sama Arin sayaang,"balas Nindi memeluk Arin.