webnovel

Undaa cama ayah nghapain?

.Tiba tiba ada tangan yang melingkar di pinggangku dan mengangkatku.

"Ehh tuan," ucapku kaget saat merasa tubuhku melayang.

"Udah cepetan ambil bajunya," ucapnya sambil mengangkatku, aku pun langsung mengambil bajunya supaya cepat cepat turun dari gendongan Zafran.

Setelah turun, aku pun langsung memakaikan pakaian untuk Cia yang menunggu dipinggiran ranjang.

"Undaa adek mau dikepang," ucapnya sambil menyerahkan sisir dan ikat rambut.

"Sini sayang."

Aku dengan telaten mengepang rambut anak kecil itu, setelah selesai, tiba tiba terdengar suara handphone yang sedang berdering.

Aku pun melihat handphone ku dan yah, ternyata ada telfon dari orang yang tidak dikenal.

"Emm tuan, saya izin keluar sebentar," ucapku dan langsung diangguki Zafran.

___________

"Assalamualaikum, siapa yah?" tanyaku.

"Waalaikumsalam, Heera? kamu belum save nomorku," terdengar suara laki laki yang memang sangat familiar di dengarannya.

"Ya ampun aku kira siapa van, ternyata kamu! emang ada apa telfon?" tanyaku penasaran dengan maksud dia menelfonku.

"Emm nanti malam kamu free nggak?" tanyanya kepadaku.

"Emm free sih, emang kenapa?" ujarku.

"Nanti aku jemput yah, aku mau ajak kamu ke resto bentar buat ngerayain kedatangan ku kesini, mau nggak?" tanyanya antusias.

"Boleh sih, nanti aku sharelock yah," ucapku.

"Beneran? yaudah tunggu nanti malam yah cantik, mungkin sekitaran jam tujuh an," ucapnya genit, memang begitulah sifatnya jika bersamaku, tapi itu hanya aku anggap sebagai panggilan teman dekat saja.

"Emm yaudah, aku akhirin telponnya yah," ucapku.

"Iyah, cantik, see you nanti malam, wassalamu'alaikum," salamnya dengan nada terdengar tengah bahagia.

"Waalaikumsalam," salam ku sambil mematikan sambungan telponnya.

Tanpa ku sadari, ada seorang pria yang tengah menggendong putri kecilnya, dia mendengarkan semua obrolan ku dengan Elvan, tangannya mulai terkepal, dia sedang membendung amarahnya supaya tidak membeludak, apalagi dia tengah menggendong putri kecilnya. Dia merasa cemburu.

Saat ku mengakhiri obrolannya, terlihat Zafran dan Cia keluar dari kamar.

Aku pun menghampirinya.

"Emm tuan, saya izin pulang sekarang, boleh tuan?" tanyaku sambil menatap wajah dinginnya, tunggu! kenapa wajah dia berubah, perasaan tadi waktu di dalam wajah Zafran terlihat sumringah, tapi sekarang kenapa wajah Zafran menjadi dingin seperti ini?

"Emm silahkan," ucapnya singkat sambil berlalu begitu saja, Cia yang berada gendongan Zafran hanya diam memandang wajah bundanya itu.

Setelah itu aku pun juga turun ingin izin ke mama Sava dan Papa Ardi yang sekarang tengah berada diruang tamu memakan roti tadi.

"Ma, pa, Heera pamit pulang dulu yah?" ucapku kepada dua orang paruh baya didepanku.

"Ehh kok cepet banget sayang?" tanyanya.

"Heera setelah ini ada kepentingan ma, tapi masih nanti malam sih."

"Owh yaudah kalau gitu, biarin ajaa Zafran yang antar"

"Tapi Heera udah pesen taksi kok mah"

"Batalin, ayo aku antar," ucapnya sambil menarik lenganku, aku pun terperanjat kaget.

___________

Dan disinilah kita sekarang, berada didepan rumah ku dengan keadaan langit yang sudah gelap, apalagi tadi, Cia merengek untuk ikut ke rumah ku. Dan sekarang dia berada digendongan ku dengan air liurnya yang terus menetes dibajuku.

Saat Zafran ingin mengambil anaknya dari pelukanku, dia tertawa terbahak bahak saat melihat air liur anaknya yang membasahi dadaku.

"Hahahaha jadi benar, kemarin hasil dari tetesan air liur Cia," tawanya, membuat Cia sedikit menggeliat.

"Sudah tuan anda jangan mentertawakan saya?" ucapku sambil cemberut.

"hehehe abisnya lucu banget," kekehnya sambil mengambil tissue yang berada dikursi belakang kemudian mengelap air liur anaknya itu, setelah itu Cia digendong Zafran memasuki rumahku, membuatku menyerngitkan alis.

"Tuan! anda tidak pulang?" tanyaku sedikit bingung.

"Kamu mau mengusir saya?" tanyanya sambil berlalu begitu saja meninggalkan ku.

"Lagi pula habis ini mau maghrib, jadi saya numpang istirahat sebentar disini, bolehkan?" aku hanya menganggukkan kepala tanda setuju saja.

Aku pun memasuki rumahku, saat sudah didalam, aku menemukan Zafran dan Ica yang sedang tiduran di sofa ku.

Aku pun masuk kedalam kamar untuk mengganti pakaiaan yang aku pakai sekarang, setelah itu aku pun pergi ke dapur untuk memasak makan malam ku bersama Zafran dan Ica, saat memasak aku dikaget kan dengan pelukan yang ada dipinggangku serta peklukan yang ada di kaki ku, aku pun terkejut dan refleks menoleh ke arah belakang, dengan tiba tiba bibir kami bertemu membuatku membelalakkan mata, aku melihat wajah Zafran tersenyum tipis sambil menatap wajah terkejutku, aku pun menghilangkan gugupku dengan melepaskan tangannya yang ada dipelukanku lalu aku berjongkok menyamakan tinggi badanku dengan anak kecil yang memeluk kaki ku.

"Undaa adek lapell," ucapnya manja sambil memajukan bibirnya, aku pun dengan gemas mencium pipi gembul anak itu.

"Bentar yah, bunda lagi masak buat adek, mending adek di ruang tv aja yah! nanti, kalau masakannya udah selesai bunda bakal panggil adek," terlihat dia menganggukkan kepalanya setuju dengan tiba tiba dia mencuri ciuman pipiku membuat ku tersenyum dan aku melihat dia berlalu meninggalkan ruang dapur menuju ruang tv yang berada ditengah.

"Tuan kenapa masih ada disini? mending tuan susul Ica ke ruang tamu saja, kalau sudah selesai pasti nanti saya panggil," ucapku sambil memandang wajah bangun tidur khas Zafran, dengan kancing baju atas yang dibuka sedikit, serta rambut yang agak berantakan membuat ketampanannya semakin bertambah.

"Saya mau membantumu, memangnya tidak boleh?" tanyanya sambil menaikkan alisnya tanda tak setuju dengan permintaanku.

"Memangnya tuan pernah masak?" tanyaku meragukan kemampuannya, sebab setahuku dia hanya tau bulpoin dan setumpuk kertas saja, itulah alat yang dia pakai sehari hari, bukan wajan dan sepatula seperti ini.

"Bisalah, kamu meragukan kemapuan saya?! mana yang harus saya kerjakan?" ucapnya kepadaku.

"Tuan kupas bawang merahnya saja, itu pisau dan itu bawang merahnya," ucapku menunjuk bawang merah yang ada dirak bumbu bumbu dan pisau yang berada di atasnya.

Aku terkejut dengan matanya yang mulai berair, tunggu! apakah dia menangis atau keperihan?

"Tu-tuan, apakah tuan tidak apa apa?" tanyaku sedikit khawatir dengan keadaannya.

"Mat-mata saya Heera! mata saya perih," ucapnya sambil menaruh bawang dan pisau yang berada ditangannya kemudian dengan sengaja dia memelukku dan menelusupkan wajahnya dileherku, dan aku merasakan air matanya mulai mengalir karena keperihan dengan bawang yang tadi dia kupas.

"Sudahlah tuan, mending tuan keruang tv saja, dari pada tuan disini kesakitan," ucapku sambil mengelus lembut rambut Zafran.

"Huhh, tidak apa apa saya hanya keperihan saja, saya bisa bantu bantu di dapur kok," ucapnya sambil mengeluarkan kepalanya dari leherku. Aku pun mengusap bekas air mata yang berada di pipinya. Wajah kami pun bertemu, sedetik kemudian.....

"Undaa cama ayah nghapain?"