webnovel

Aaaaa

"Undaa cama ayah nghapain?"

Terdengar suara anak kecil yang berada didapur itu menyaksikan ayahnya yang diusap pipinya oleh bundanya sendiri.

"Ehh sayang, kenapa kesini? bunda kan belum panggil adek buat makan, makanannya juga belum selesai juga sayang," ucapku menghilangkan gugup kemudian menghampiri anak kecil itu, lalu ku gendong.

"Tapi adek udah lapell udaa," ucapnya sambil memegang perutnya.

"Habis ini selesai kok, tunggu lima menit yah sayang," ucapku sambil menurunkannya. Dengan cekatan aku menyelesaikan masakanku kemudian menghidangkan di ruang tengah didepan tv.

Aku, Zafran dan Ica makan dilesehan dengan Zafran yang memangku anaknya itu.

"Undaa adek mau disuapin," ucapnya sambil melebarkan mulutnya didepanku, membuatku dengan senang hati aku menyuapinya sampai selesai.

Setelah kami makan makanan tadi, Zafran dan Ica pamit ingin segera pulang, karena tadi oma dan opanya telfon kangen dengan cucunya itu, padahal aneh, baru tadi bertemu kenapa kangen? ahh sudahlah tidak terlalu aku pikirkan.

Saat aku mengantarkannya ke mobil, aku melihat ada mobil juga menuju rumahku, aku pun mengerutkan alisku bingung, siapakah orang itu? saat orang itu sudah keluar, ternyata itu adalah Elvan, aku sampai lupa jika sudah membuat janji dengannya.

"Assalamualaikum," salamnya kepadaku, kulihat wajah Zafran berubah saat kedatangan Elvan, aku pun tidak tahu kenapa Zafran seperti mempunyai masalah dengan Elvan.

"Waalaikumsalam," jawabku kepadanya.

Dengan cepat Zafran memasuki mobilnya dan melajukan mobilnya lumayan cepat.

"Ayoo Heera," ucapnya mengajakku, aku pun mengangguk kan kepala.

"Tapi tunggu yah, aku mau ganti baju dulu bentar, kamu silahkan duduk," ucapku sambil berlalu ingin mengganti pakaian yang aku kenakan.

Setelah selesai mengganti baju, dan memberi make up sedikit di wajahku, aku pun menemui Elvan yang berada didepan rumahku.

"Ayoo van," ucapku mengajaknya.

"Kamu cantik banget Heera," kagumnya membuatku tersenyum hangat kepadanya.

"Terimakasih," ucapku.

Saat perjalanan, hanya keheningan lah yang tercipta, tak lama kemudian sampailah kita di pasar malam yang dipenuhi oleh semua orang, ada yang membeli makanan dan ada juga yang bermain dengan wahana yang ada disana.

"Kamu senang nggak?" tanyanya sambil memandang wajahku. Aku pun tersenyum kepadanya.

"Senang banget, aku jarang banget kesini," ucapku kepadanya.

"Owhh yah? berarti nggak sia sia dong aku ajak kamu kesini," ucapnya sambil tersenyum senang, aku pun menganggukkan kepalaku tanda setuju.

"Kamu main wahana apa? atau.... mau beli makanan dulu aja?" tanyanya membuatku bingung.

"Emmm beli makanan aja deh, nanti aja wahananya."

"Siapp ayoo.... kamu mau beli makanan apa?" tanyanya kepadaku.

Aku pun menunjuk satu gerobak yang menjual martabak manis.

"Dari dulu kamu belum berubah yah! kamu masih suka martabak manis... yaudah ayoo kita kesana," dia pun menarik tanganku dengan lembut menuju gerobak yang ada didekat wahana.

"Pak, beli martabak manisnya satu yah," ucapnya memesan.

"Kamu mau minum apa Heer?"

"Aku minum air putih aja," terlihat dia menganggukkan kepala.

"Sama air putihnya satu botol yah pak."

"Siap mas," ucap penjual itu, memang disini tidak ada yang membeli sama sekali, apalagi penjualnya orang tua yang kelihatannya sudah berumur, dia tampak bersemangat saat ada yang membeli makanannya itu, terlihat senyum sumringah yang tercipta dibibirnya.

"Ini mbak, mas, pesanannya," ucap penjual itu sambil memberikan pesanan yang sudah Elvan pesan tadi.

Saat aku rasakan, ternyata enak sekali, tapi kenapa hanya gerobak inilah yang sepi pembeli, sedangkan gerobak lainnya banyak sekali yang beli sampai antri antri, disini ada lima gerobak penjual martabak manis, dan gerobak bapak inilah yang paling sepi pembelinya.

"Emm bapak jualan disini dari tadi atau baru?" ucapku penasaran.

"Memang kenapa Heer?" tanya Elvan bingung dengan pertanyaan yang aku lontarkan kepada penjual martabak itu.

"Nggak papa cuman penasaran aja," ucapku membuat dia menganggukkan kepalanya saja.

"Udah dari tadi mbak, memang beginilah kalau bapak jualan, mungkin yang beli cuman satu atau dua, kalau ada yang beli tiga yang syukur banget," ucapnya sambil tersenyum kepadaku.

"Saya jualan ini juga cuman buat biaya hidup saya sendiri mbak."

"Memangnya anak atau istri bapak kemana?" tanya Elvan yang sudah tertarik dengan cerita penjual martabak ini.

"Istri saya sudah meninggal, dan anak saya pergi saat sudah menikah, saya ditinggal disini sendirian"

"Memangnya bapak nggak dikasih uang bulanan sama anak bapak," tanya Elvan semakin penasaran.

Terlihat bapak itu tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

Aku pun sedikit tersentuh dengan cerita bapak ini, saat ada anak yang bapaknya masih hidup, dia malah menyianyiakan seperti ini, bahkan bapak ini harus membanting tulangnya untuk kehidupannya sehari hari, apalagi kehidupan disini lumayan mahal.

"Totalnya berapa pak?" tanya Elvans ambil mengeluarkan dompetnya disakunya.

"Totalnya tiga belas ribu mas," ucapnya kepada Elvan.

Elvan pun mengeluarkan uang seratus ribuan sejumlah sepuluh kertas, dia pun memberikan kepada bapak itu.

"Nih pak"

"Ini kelebihan mas, satu saja sudah ada kembaliannya"

"Nggak papa ambil saja, itu bonus buat bapak, jaga kesehatan yah pak," ucapnya Elvan, bapak itu pun tersenyum. haru, aku pun sedikit tersentuh dengan perbuatan Elvan ini.

"Ayoo kamu mau kemana lagi hmm?" ucapnya sambil memandangku, aku pun menunjuk wahana yang belum pernah aku naiki yaitu, bianglala.

"Memangnya kamu berani?" ucapnya sedikit menyebalkan di telingaku, kulihat wajahnya seperti orang yang menyepelekan.

"Heii aku berani yah," ucapku tidak terima.

"Kamu dulu kan takut banget sama ketinggian, aku takut diatas sana kamu menangis jerit jerit," ucapnya membuatku melototkan mata kepadanya.

"Yaudah yaudah... ayoo kesana.... kita beli tiket dulu," dia pun memeluk bahuku menuju pembelian tiket yang ada disana.

Saat aku dan Elvan sudah menaiki wahana itu, aku sedikit takut saat wahana itu sedikit naik menuju puncaknya.

Saat sudah berada dipuncak nya aku lun hanya diam menundukkan kepalaku, tak terasa air mata mengalir di wajahku.

POV ELVAN

Aku sedikit heran saat wahana ini naik, terlihat Heera hanya menundukkan kepalanya, dulu waktu dia berada diketinggian, dia pasti menjerit ketakutan, tapi sekarang dia hanya menundukkan kepala membuatku takut, takut terjadi apa apa dengan Heera.

Dengan lembut aku memegang wajahnya serta mengangkat wajah Heera, dan ternyata aku melihat dia melinangkan air mata cukup deras.

"Heera kamu nggak papa kan?" tanyaku sedikit panik.

Dia pun membuka matanya, dengan cepat dia memelukku erat, menenggelamkan wajahnya dileherku, kudengar Heera sesenggukkan sambil mengeratkan pelukannya kepadaku.

"Kau takut... kita turun yah," ucapnya dengan sedikit bergetar, membuatku tidak tega, harusnya aku tidak mengajaknya kewahana ini.

"Sstt tenang yah, setelah ini pasti selesai kok, kamu kalau ketakutan peluk aku aja," ucapku kepadanya, dia pun menganggukkan kepalanya tanda setuju, aku pun dengan lembut mengelus rambut panjangnya.

Jegleggg

"Aaaaa"