Bella menatap keluar jendela kamarnya dengan pikiran yang tak menentu. Dia bukanlah wanita egois yang tega merampas milik orang lain. Tidak dulu maupun sekarang, dia akan melepaskan Evan jika memang harus. Airmatanya tanpa terasa mengalir di kedua pipinya mengingat dia dan putranya yang harus pergi menjauhi Evan. Bella masuk ke dalam kamarnya dan melihat Rado yang terlelap di ranjangnya. Wajah putranya itu sangat mirip dengan wajah papinya, seakan pinang di belah dua. Maafin mami, sayang! Kita mungkin memang tidak ditakdirkan bersama papi! batin Bella.
Keesokan harinya Bella berniat berbicara dengan serius dengan Evan agar semuanya menjadi jelas.
" Mami mau kemana?" tanya Rado yang melihat maminya telah berdandan rapi.
" Mami mau kerja dulu, ya!" kata Bella berbohong. Maafin mami yang berbohong sama Rado! batin Bella.
" Apa Rado boleh ikut?" tanya Rado yang duduk di atas ranjang Bella.
" Mami mau meeting, sayang! Jadi Rado belum boleh ikut mami!" kata Bella.
" Apa Rado boleh ikut kalo mami nggak meeting?" tanya Rado dengan wajah bantalnya.
" Tentu saja! Sekarang anak mami sama mbak Surti dulu, ya! Mami harus segera pergi!" kata Bella.
" Iya, mami!" jawab Rado.
" Anak pintar!" kata Bella lagi.
Bella pergi setelah sarapan bersama orang tua dan putranya, karena dia harus menemui Evan sebelum pria itu keluar dari rumah sakit. Dan Bella kuatir akan bertemu dengan Dania yang bisa berakibat buruk. Bella melangkahkan kakinya menuju ruang Evan semalam. Dia begitu rindu dengan Evan dan ingin meluapkan semuanya pada pria itu. Langkahnya terhenti saat dilihatnya dua orang manusia saling berpelukan di depan pintu kamar VVIP. Deg! Jantungnya berdetak dengan kencang sementara hatinya bagai tertusuk sembilu melihat Evan berpelukan dengan Dania.
" Papa! Ai kangen sama papa!"
Evan memeluk seorang anak perempuan yang kira-kira sebaya dengan Rado yang tadi memanggilnya papa. Kembali airmata Bella membasahi kedua pipinya, dia memutar tubuhnya dan sedikit berlari meninggalkan tempat itu.
" Bodoh! Seharusnya aku memang tidak kesana!" ucap Bella ambigu. Airmatanya terus saja mengalir bagai anak sungai di kedua pipi mulusnya. Bella melarikan mobilnya menuju ke apartement miliknya yang lama tidak dia tempati.
" Maafin mami, Rado! Mami tidak berhasil membawa papi kamu berkumpul bersama kita!" kata Bella pelan.
Bella membuka pintu balkon kamarnya lalu duduk di kursi sambil memandangi ponselnya yang berisikan gambar dirinya bersama Evan dulu.
Bella meraba perutnya, dia merasa ada sebuah tangan memeluk perutnya yang datar. Dia mencium aroma parfum yang dulu sampai sekarang begitu memabukkan baginya. Ah! Mana mungkin dia! batin Bella. Kalau bukan dia...tangan siapa ini? batin Bella terkejut. Dengan cepat Bella memutar tubuhnya dan melihat siapa yang telah dengan lancang memeluk dirinya.
" Maaf! Apa aku membangunkanmu?"
Suara itu! Wajah itu! Apa kah ini nyata? batin Bella.
" Do? Apa...ini nyata?"
" Iya, sayang! Ini aku!"
" Tapi kamu tadi..."
" Maaf! Apa aku sekali lagi menyakiti hatimu? Aku tahu kamu melihat kami!"
" Kamu tahu?"
" Aku memang pria brengsek! Jahat! Bajingan!"
" Aku selalu dan terus menyakiti hatimu! Kamu pasti sangat menderita selama 5 tahun ini!"
" Do..."
" Kamu pantas membenciku, Ra! Aku memang tidak berguna..."
Evan memukul dan menampar wajahnya berkali-kali.
" No, Do! No! Stop it!" kata Bella menghentikan tangan Evan yang menampar wajahnya sendiri.
" Kamu tidak pernah membuat aku sakit! Semua yang kamu berikan 5 tahun yang lalu adalah hal yang paling membahagiakan dalam hidupku! Aku tidak pernah sedetikpun menyesali semua yang terjadi diantara kita!" tutur Bella mengusap pipi pria di hadapannya itu.
" Tapi aku..."
" Sssttttt! Bisakah kita lupakan semuanya? Aku sangat merindukanmu!" ucap Bella dengan wajah bahagianya karena pria yang dicintainya saat ini ada bersamanya.
" Aku juga sangat merindukanmu, sayang!" balas Evan lalu memeluk erat tubuh Bella.
Bella meneteskan airmatanya seakan tak percaya jika saat ini Evan ada bersamanya setelah sekian lama. Bella mengurai pelukannya, dia menatap wajah yang selama ini hanya ada di mimpinya itu dengan penuh kerinduan. Tiba-tiba Bella mengecup lembut bibir Evan, tanpa menunggu lama, Evan membalas ciuman itu dengan penuh kelembutan pula. Evan menekan tengkuk Bella agar ciuman mereka semakin dalam. Bibir mereka saling sesap dan lidah mereka saling lilit antara satu dengan lainnya. Saliva yang telah saling bertukar dibarengin nafas yang saling memburu akibat gairah yang perlahan datang.
Bella menekan lengan Evan tanda dia kekurangan oksigen. Evan perlahan melepaskan ciuman panas mereka dan menatap mata Bella dengan penuh gairah. Bella membalas tatapan mata Evan dan membuat tubuhnya bergetar. Dia masih ingat tatapan penuh kabut gairah milik ayah dari putranya itu.
" Ra..."
Bella dengan cepat menyusupkan kedua tangannya ke dalam kaos Evan dan mengusap dada bidang pria itu hingga menyentuh biji kacang di dada Evan.
" Hmmmm!"
Evan menggeram merasakan sentuhan Bella yang sangat dirindukannya. Evan memejamkan kedua matanya demi merasakan sentuhan Bella yang membuat juniornya semakin menegang. Bella lalu menaikkan kaos Evan dan mengulum biji kecil di dada tersebut dengan gerakan sensual.
" A..raaaaa!"
Desah Evan dan menekan kepala Bella pelan. Bella mendorong tubuh Evan hingga berada di bawahnya. Tanpa menunggu lebih lama, Bella mencium setiap inci tubuh Evan hingga turun ke bawah. Lalu dengan perlahan dia membuka ikat pinggan Evan dan juga celana boxer pria itu.
Mata Bella menatap nanar benda favorit yang begitu dirindukannya itu.
" Ra?"
Bella langsung memainkan tangan dan mulutnya disana, membuat tubuh Evan meremang dan menggeram penuh kenikmatan.
" Faster, babe!" ucap Evan menekan kepala Bella.
Sebelum cairan kental itu keluar, Evan membalik keadaan dengan Bella berada di bawahnya. Evan segera mencium bibir Bella sambil menekan juniornya masuk ke dalam milik Bella yang dia yankin sudah basah sedari tadi.
" Doooo!"
" Maaf! Apakah sakit?"
" Sedikit!"
" Aku akan pelan!"
Evan perlahan mendorong juniornya hingga masuk seluruhnya dan memompa tubuhnya pelan.
" Faster, babe!"
Evan mempercepat gerakannya sambil meremas dada Bella yang masih dibungkus kain.
" Doooo...aku mau..."
" Together, babe!"
Evan semakin mempercepat gerakannya dan beberapa saat kemudian mereka berdua mendapatkan kenikmatannya yang telah lama tidak mereka dapatkan.
" I love you, Ra!"
" I love you more, Do!"
Bella memeluk erta tubuh Evan, dia sangat takut jika Evan akan meninggalkannya lagi. Dan Evan bisa merasakan keresahan Bella. Evan mengecup kepala Bella dengan penuh cinta.
" Aku tidak akan meninggalkan kalian lagi! Kita bertiga akan segera bersama selamanya!" ucap Evan pelan.
" Janji?" tanya Bella.
" Janji!" jawab Evan lalu memeluk Bella dan mengusap punggung wanita itu.
" Tidurlah! Aku tidak akan kemana-mana!" kata Evan berjanji.
Bella menganggukkan kepalanya, lalu perlahan memejamkan kedua matanya. Dia tidak perduli besok akan seperti apa, mungkin dia bisa disebut sebagai wanita yang egois. Tapi dia sangat mencintai dan menginginkan pria yang saat ini berada dalam pelukannya itu agar bersamanya selamanya. Dan Bella juga tidak perduli jika Evan telah memiliki seorang istri dan anak. Jika Evan telah memberikannya lampu hijau dan sebuah janji seperti sekarang ini, maka Bella akan mati-matian memperjuangkan keluarga kecilnya.