webnovel

Tentang Keikhlasan

Pada kenyataannya luka itu tidak akan pernah hilang. Karena luka itu akan membekas. Yang sewaktu-waktu luka itu akan kembali datang. Di tempat yang sama, bahkan luka itu dapat lebih dalam lagi dan lebih menyakitkan dari sebelumnya. ~Rani Adhwa Salsabila Indah... Kata itu begitu melekat menggambarkan dirimu. Bagaikan lukisan jika dipandang, tidak akan membuat orang berpaling. Menelusuri setiap titik lukisanmu yang menyimpan sebuah rahasia. Di mana tidak semua orang bisa menemukan rahasia itu. Rahasia yang dapat menunjukkan senyuman sekaligus luka dalam waktu yang sama. ~Muhammad Ali Arifansyah

Cocha · ย้อนยุค
เรตติ้งไม่พอ
17 Chs

Prolog

Suara gemuruh hujan terdengar sangat jelas di telinganya. Disertai suara petir yang mengerikan menambah kesan menyakitkan di hatinya.

Setelah mengetahui fakta yang tidak pernah dia duga, hujan seakan tahu apa yang harus dilakukan. Turun dengan derasnya, seolah memeluk gadis itu untuk mengatakan bahwa dia tidak sendiri. Setiap tetes hujan yang turun, disaat itulah tetesan air mata gadis itu mengalir.

Dinginnya udara malam serta air hujan, membuat dia terlihat menyedihkan. Kakinya terus melangkah, tapi tidak tahu ke mana arah tujuannya.

Rumah yang selama ini memberikan rasa nyaman dan menenangkan hatinya, menyimpan begitu banyak rahasia yang tidak pernah dia tahu.

Bahkan rumah yang baru saja membuatnya merasa nyaman, terasa begitu menyesakkan.

Dan yang lebih menyakitkan adalah, almarhumah bundanya ikut andil dalam semua ini. Itu adalah hal yang tak pernah dia inginkan.

Rasanya, mengetahui hal itu lebih menyakitkan dibandingkan fakta itu sendiri.

Yang dia pertanyakan hanya satu,

'Kenapa harus bunda?'

Pertanyaan itu terus berputar di otaknya.

Rasanya ingin marah, namun terasa sia-sia. Dan hanya menangis satu-satunya cara dia meluapkan emosi.

Diiringi hujan yang lebat, hatinya bertanya pada Sang Pencipta.

'Mengapa dirinya diberikan kenyataan yang begitu pahit?'

'Belum cukupkah, dirinya dihina dan kehilangan kedua orang tua?'

Takdir begitu mengujinya, baru saja lukanya mengering, namun sudah di tambah luka yang baru. Bahkan di tempat yang sama.

Pria yang telah menyembuhkannya, adalah pria yang memberikannya luka baru.

Pria yang dia jadikan tempat 'Pulang', telah mengancurkan rumah baru yang dia bangun secara perlahan.

Dia tidak mengerti lagi apa yang harus dilakukan sekarang.

Hatinya sudah hancur, jiwanya juga sudah pergi. Hanya tersisa raga yang berjalan tanpa arah.

Seakan hidup pun terasa seperti berjalan di atas duri.

Menyakitkan, namun baginya sudah tidak terasa. Karena sudah terlalu banyak luka yang dia terima. Dan seakan dia sudah mati rasa.

Terutama, hatinya . . .

Tidak tahu lagi bagaimana rasanya terluka.