Selain memiliki otak yang cerdas dan juga seorang Pilot yang handal, Charlemagne ini dikenal sangat jago memasak. Karena keahliannya dalam memasak ini, Charlemagne memiliki pekerjaan sampingan sebagai seorang Koki paruh waktu di sebuah restoran di Leiden. Selain untuk memenuhi biaya hidup sebagai Mahasiswa termuda di Universitas Leiden, dia juga ingin mengasah kemampuan memasaknya.
Tidak seperti Athena yang otaknya pas-pasan dan bahkan hampir tidak naik kelas. Charla dan Charlemagne dikarunia otak yang sangat cerdas, di mana mereka berdua mendapatkan gelar Bachelor dari Universitas Leiden di usia sembilan belas tahun. Kecerdasan mereka juga merupakan warisan dari kedua orang tuanya.
Lelaki tampan itu tengah memasak, membantu rekan-rekannya yang bertugas di pos perbatasan Prussia-Bavaria.
"Aku sudah tidak sabar untuk menyantap hidangan Charlemagne," kata Louise tidak sabar.
"Nanti juga kau akan dapat," balas Athena.
Saat ini Athena bersama dengan kedua Rekannya sedang ditugaskan di pos perbatasan Prussia-Bavaria titik Coburg.
Para Tentara berbaris sambil membawa piring logam anti karat dan menantikan sajian sarapan dengan makanan yang enak, lezat, dan bergizi yang dibuat oleh Charlemagne. Barisan pertama diisi oleh para Perempuan dan barisan selanjut diisi oleh para Lelaki.
Charlemagne lalu menaruh berbagai macam makanan yang terdiri dari daging, bubur gandum, sayuran kepada para rekan-rekannya.
"Selamat menikmati dan semoga makananku ini membawa kebahagiaan," kata Charlemagne dan disambut dengan teriakan histeris para Perempuan. Lelaki itu tersenyum bahagia melihat respon yang sangat positif dari para Perempuan. Satu per satu para perempuan menerima jatah sarapan mereka.
"Sepertinya makanan yang dibuat oleh lelaki yang baru mendapatkan ciuman pertama sangatlah nikmat," goda Athena kepada kakak tirinya.
Charlemagne tersenyum sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatel, "Sepertinya kau salah lihat."
Athena lalu pergi menuju ke mejanya dan kini Charlemagne dan Sasha saling berhadap-hadapan. Perempuan setinggi seratus enam puluh sembilan centimeter itu menyerahkan piringnya dengan begitu canggung, sementara teman-temannya menggodanya. Athena juga turut bersiul menggoda kakak tirinya.
"Semuanya beri jalan untuk Tuan Puteri Sasha yang sedang jatuh cinta dengan Pangeran Charlemagne," kata Athena sedikit bercanda.
Charlemagne berusaha bersikap masa bodoh dengan apa yang tengah terjadi, sementara wajah Sasha terlihat sangat merah padam. Lelaki itu memberikan porsi yang lebih banyak untuk Sasha, "Selamat menikmati dan semoga makananku ini membawa kebahagiaan. Porsi ini spesial aku berikan untukmu dan aku mohon habiskanlah."
Mendengar perkataan dari Charlemagne benar-benar membuat hati Sasha sangat tersentuh. "Terima kasih banyak, Charlemagne. Aku akan menghabiskan makanan buatanmu." Sasha segera jalan menuju ke kursinya dan dia memakan makanan tersebut dengan begitu lahap.
Charlemagne melayani para rekan-rekannya yang tengah mengantri makanan. Tidak disangka dan tidak diduga, Sasha menghabiskan makanan yang dibuat oleh Charlemagne dengan sangat cepat.
"Ini adalah makanan terlezat yang belum pernah aku makan sebelumnya. Dagingnya begitu lembut serta rasanya sangat enak dengan bumbu-bumbu alami. Rasa pedas ini sangat alami dan aku sangat suka itu," ungkap Sasha dengan senang hati. "Apakah kau tidak menggunakan MSG?" tanyanya.
"Aku hanya menggunakan beberapa bumbu rempah yang dipadukan dengan garam," jawab Charlemagne. "Kalau kau menyukai masakanku, mampirlah ke Huegenot Restaurant."
"Baiklah, aku akan mengajak keluargaku untuk makan di restoranmu," kata Sasha memotong perkataan Charlemagne.
"Aku tunggu kedatanganmu, kawan," balas Charlemagne.
Sasha terlihat sangat senang dan bagi Sasha hari ini adalah akan menjadi hari paling membahagiakan dalam hidupnya.
"Tidak biasanya dia terlihat sesenang itu," kata seorang Prajurit perempuan berambut pendek.
"Namanya juga orang sedang jatuh cinta. Kau juga selalu berbunga-bunga ketika Stanislaw menyatakan cintanya padamu."
.
.
Charlemagne sedang duduk di depan layar laptopnya. Lelaki bermata biru itu dan Letnan Kolonel Franz Wilhelm tengah mengamati wilayah Bavaria dengan drone yang dia kendalikan.
"Stasi mengizinkan kita untuk memulai operasi pengingtaian ini. Penyerangan yang dilakukan oleh para vampir sialan itu tidak bisa dimaafkan, terlebih mereka menyerang bis di mana ada anak dari Menteri Ekonomi," ungkap Letnan Kolonel Franz Wilhelm.
Drone berbentuk burung elang itu memasuki kawasan Kota Coburg.
"Kota ini memang seperti benteng alami," balas Charlemagne.
Sementara itu di sebuah tempat di atas menara Gereja St. Matthias yang terletak di sebuah persimpangan jalan. Seorang vampir tengah mengamati Kota tempat di mana dia dilahirkan dari dalam menara tersebut. Ketika dia melihat ke langit, dia melihat seekor burung elang, tapi dia merasa itu bukan burung elang.
"Drone memang canggih, tapi kami bukanlah seperti manusia. Kami bisa merasakan kehidupan dan juga benda mati." Lelaki itu membuka ponselnya dan mengirim sebuah pesan kepada rekannya untuk melumpuhkan drone tersebut.
Drone itu terbang rendah mengitari Kota Coburg, hingga akhirnya drone itu jatuh ditembak oleh seseorang yang tengah berdiri di atas atap sebuah rumah.
"Tembakan yang bagus, Wilhelm," puji vampir yang bernama Matthias Germain.
Visual dari Kota Coburg di laptop milik Charlemagne langsung rusak, setelah drone burung elang miliknya ditembak jatuh oleh seorang vampir.
"Sialan, sepertinya musuh mengetahui keberadaan kita," keluh Letnan Kolonel berkumis cokelat tersebut.
"Bagaimana Letnan Kolonel?" tanya Charlemagne.
"Kita akan berada dalam posisi bertahan seperti biasa. Lagian pengintaian ini hanyalah satu dari sekian rencana yang telah dilakukan sejak kemarin."
.
.
"Dengan tertembaknya drone elang ini, membuat kita memiliki hak untuk membalaskan dendam saudara vampir kita yang telah mereka bunuh. Lagian kita ini tergabung dalam Nachzehrer, sehingga tidak perlu khawatir dengan Tentara Bavaria. Ini adalah urusan ras vampir dengan orang-orang Prussia," kata seorang perempuan bermabut mohawk sambil memegang drone elang yang hancur setelah ditembak oleh rekannya.
[Nachzehrer, dalam cerita ini adalah sebuah Private Military Contractor alias penyedia jasa Prajurit Bayaran. Nachzehrer adalah sejenis vampir dalam cerita rakyat wilayah utara Jerman. Dalam Bahasa Indonesia, Nachzehrer artinya "setelah hidup."]
"Untuk saat ini kita memang tidak ada masalah dengan Prussia," kata seorang vampir perempuan berambut mohawk yang telinganya dipenuhi dengan tindik. "Akan tetapi saudara vampir kita telah dibunuh oleh dua orang Prussia, salah satu tersangkanya adalah Alexandrine Marie Louise Victoria Artemis von Imhoff, anak dari seorang Menteri Ekonomi Prussia. Untuk membalas kematian ketiga saudara kita, kita akan membunuh para Tentara Penjaga Perbatasan yang tengah berpatroli. Nyawa harus dibalas dengan nyawa dan darah harus dibalas dengan darah." Vampir perempuan itu berdiri dan mengepalkan tangannya ke atas, "Untuk saudara vampir kita yang gugur."
Rekan-rekannya mengikutinya dengan berdiri dan mengepalkan tangan mereka ke atas. "Kita akan memulai operasi kita untuk balas dendam. Ini adalah hukuman jika kau mencari masalah dengan ras vampir," ungkap perempuan berambut mohawk bernama Nelvrina.
Dengan malu-malu, Sasha berjalan menghampiri Charlemagne yang tengah makan nasi goreng. Perempuan berambut dikepang dua dan berkacamata tersebut membawa kotak makan dibelakangnya yang akan dia berikan kepada Charlemagne.
"Yo, Sasha," sapa Charlemagne.
Sasha hanya tersenyum membalas sapaan dari Charlemagne. Dia lalu duduk di hadapan Charlemagne dan menyerahkan sebuah kotak makan yang berisikan roti sandwich. "Aku membuat roti sandwich untuk Charlemagne dan aku harap kau menyukainya."
"Aku akan memakannya setelah menghabiskan nasi goreng," kata Charlemagne.
"Apakah tidak apa-apa mengingat kau sedang nasi goreng. Aku minta maaf jika telat memberikannya sehingga Charlemagne tidak perlu dengan repotnya memasak nasi goreng," katanya dengan rauti wajah bulatnya yang terlihat gugup.
"Tidak masalah. Aku sering makan banyak, walau tidak pernah gemuk," balas Chalemagne sedikit berbohong, karena dia menghargai apa yang diberikan oleh Sasha. Lelaki itu memakan roti sandwich buatan Sasha dengan begitu lahap dan habis dalam sekejap. "Ini adalah sandwich terlezat yang pernah aku makan."
"Terima kasih atas pujiannya, Charlemagne." Sasha terlihat sangat bahagia.
Beberapa Orang yang tengah memperhatikan mereka berdua dari luar.
"Mereka baru kenal dan bisa langsung akrab dengan cepat, yah," kata Louise.
"Kalau orang suka sama suka pasti akan cepat akrab, dan aku sangat senang melihat kakak tiriku berbahagia. Aku belum pernah melihatnya sebahagia ini," kata Athena yang tengah tersenyum bahagia melihat kakak tirinya yang juga tengah berbahagia.
.
.
Lima orang vampir berpakaian serba hitam bersenjatakan senapan serbu M16 tengah mengamati para Tentara Perbatasan Prussia yang sedang berpatroli. Meskipun siang hari ini sedang dilanda hujan yang deras, tetapi bukanlah halangan bagi para Tentara untuk bersantai. Tidak peduli apapun cuacanya, baik itu cerah atau hujan, panas ataupun dingin, para Tentara Perbatasan Prussia akan selalu siap siaga untuk melindungi tanah air mereka. Begitupula dengan kelima vampir tersebut tengah menyusup ke wilayah Prussia.
"Apa tak masalah dengan menyusup ke wilayah Prussia, bukankah kita bisa membunuh mereka dari jarak jauh?" keluh salah seorang Vampir Lelaki.
"Meskipun kita adalah para sniper, akan lebih aman dengan jarak dekat, sehingga kita bisa membantai seluruh musuh kita. Kalau dari jarak jauh, musuh akan memanggil bala bantuan dan akan sangat merepotkan jika berhadapan dengan banyak orang. Kita akan serang kelompok yang sedikit," balas Nelvrina.
"Baiklah, kami paham," balas ketiga rekan laki-lakinya dan seorang rekan perempuannya.
Sebuah regu yang terdiri dari sepuluh Tentara tengah berpatroli di sepanjang perbatasan Prussia-Bavaria dan di antara mereka salah satunya adalah Elizabeth Sasha. Setelah berjalan kaki sejauh sebelas kilometer, Regu 3 beristirahat di sebuah pos kecil. Mereka duduk untuk menyantap hidangan makan yang mereka bawa.
Melihat Sasha yang terlihat sangat bahagia, salah satu rekannya membuka suara, "Semenjak kedatangan Charlemagne dan mencuri ciuman pertamanya. Kau terlihat semakin bahagia."
"Aku sudah mengagumi Charlemagne sejak satu tahun yang lalu. Dia tampan dan juga sangat cerdas," balas Sasha yang tengah membayangkan digendong ala bridal style oleh Charlemagne.
"Untungnya Letnan Kolonel Franz bukanlah Orang yang sangat galak. Tindakanmu saat itu kalau di tempat lain bisa mendapatkan hukuman yang keras. Terlebih dia adalah anak dari Kanselir," balas salah seorang rekan lelakinya yang berambut lancip berwarna pirang dan bermata biru kehijauan.
"Aku hanya tidak bisa mengendalikan emosiku dan ingin menyampaikan perasaanku. Walau mungkin itu yang pertama sekaligus yang terakhir," balas Sasha dengan nada sendu.
"Apakah kalian sudah cukup kenyang?" tanya seorang Lelaki berbadan tinggi besardan berkulit hitam legam. "Kalau sudah cukup kita akan lanjut."
"Sudah cukup, Letnan Bikoko," balas mereka secara serempak berdiri mengikuti sang Letnan berkulit hitam tersebut.
"Ayo, lanjut," kata sang Letnan berkulit hitam legam.
Kelima vampir itu telah berada di posisi dekat berjarak seratus meter dari tempat di mana mereka habis beristirahat. Mereka melanjutkan patrolinya tanpa tahu akan bahaya yang tengah mengancam nyawa mereka.
Keempat vampir itu menarik pelatuknya dan peluru yang mereka tembakkan menembus tubuh keempat Tentara Prussia dan mereka (kecuali Letnan Bikoko) yang dikejutkan akan serangan tiba-tiba dan mereka segera menembaki sekelilingnya secara acak.
"Semuanya, hentikan dan tenanglah!" kata sang Letnan berkulit hitam tersebut yang tengah memperhatikan kondisi sekelilingnya.
Para Tentara yang tersisa menghentikan tembakan mereka dan ekspresi wajah mereka terlihat sangat marah, sedih sekaligus terpukul akan terbunuhnya keempat rekan mereka.
"Tenanglah agar kalian bisa berpikir dengan jernih dan bentuklah formasi bertahan," kata sang Letnan. Sebuah Kapak melayang di udara dan menancap ke arah kepala Letnan Bikoko. Tubuh sang Letnan keturunan Papua itu terjatuh dengan kapak yang tertancap pada kepalanya. Melihat Letnan mereka telah tewas, kelima Tentara yang tersisa menembak ke segala arah secara acak untuk melampiaskan emosi mereka.
"Keluarlah kalian pengecut!" teriak Sasha.
"Matilah kau-" ucapan salah seorang lelaki terhenti ketika sebuah peluru menghancurkan kepalanya. Beberapa tombak es meluncur dengan cepat dan menembus tubuh seorang Tentara Lelaki bernama Hermann van de Crouf.
Kini hanya tersisa tiga Tentara perempuan yang terlihat sangat ketakutan melihat tubuh rekan lelaki mereka yang mati secara mengerikan dengan banyaknya tombak es yang tertancap pada tubuhnya.
Saking takutnya mereka, dua perempuan terjatuh sambil memegang AK-47 dalam pelukannya, sedangkan perempuan yang satunya berlari menuju ke Pos Perbatasan Prussia-Bavaria.
Perempuan berambut hitam lurus panjang sepunggung itu berlari dengan cepat dengan ekspresi wajah ketakutan, dan tubuhnya terjatuh setelah menabrak seorang lelaki berpakaian serba hitam di hadapannya. Vampir berpakaian serba hitam itu segera memukulnya dan melucuti pakaiannya. Simone van de Graaf memberikan perlawanan, walaupun akhirnya dia kalah karena vampir itu sangat kuat. Dengan pasrah dan wajah yang sedih, Simone van de Graaf tidak bisa berkutik ketika vampir itu merenggut kesuciannya.
Kedua perempuan itu menjatuhkan AK-47 mereka. Sasha memeluk rekannya yang sangat ketakutan ketika empat orang berpakaian serba hitam menghampiri mereka berdua.
"Lihatlah kedua perempuan cantik yang tengah ketakutan ini," kata Nelvrina yang mengenakan topeng logam berwarna perak. "Mari kita perkosa mereka sebelum membunuhnya."
Kedua lelaki itu menarik tubuh Sasha dan melucuti pakaiannya.
"Lepaskan aku!" kata Sasha yang meronta-ronta dibawa oleh kedua lelaki tersebut. Mereka membawa Sasha ke balik semak-semak untuk memperkosanya. Sedangkan Nelvrina dan rekan perempuan vampirnya tengah melakukan lesbian sex dengan Vicky yang lainnya.
Kelima vampir itu berkumpul dengan membawa ketiga perempuan tersebut. Mulut ketiga perempuan itu disumpal dengan kain. Mereka membawanya ke sebuah gua kecil dan secara bergiliran ketiga vampir laki-laki dan dua vampir perempuan itu memperkosa mereka.
Setelah memperkosa mereka, kelima vampir itu menarik kedua kaki Sasha dan Vicky. Sasha dan Vicky terlihat sudah tidak sadarkan diri, dan hampir mati. Dengan kekuatannya yang menguasai air, angin dan es. Nelvrina membuat beberapa tombak es dan menancapkan tombak-tombak es tersebut ke arah perut Vicky dan Sasha sehingga mereka langsung tewas.
Sasha dan Vicky mati secara mengenaskan dengan tubuhnya yang hancur lebur tertancap beberapa tombak es dan kelima Vampir itu meninggalkan Simone van de Graaf yang terbujur tidak berdaya menyaksikan kedua rekannya telah mati secara mengenaskan.
"Baiklah, pembalasan telah selesai, dan saatnya kita pulang," kata Nelvrina diikuti oleh keempat rekannya meninggalkan Simone dan juga jasad dari Sasha dan Vicky. "Sebelum itu, kita rusak jasad Tentara Prussia agar menghancurkan psikologis dan mental mereka."
Perempuan bertopeng perak itu tertawa dengan sangat mengerikan di tengah hujan yang deras dan gemuruh petir.