Lisya membantu Tere mendesain gaun yang dipesan oleh kliennya. Tere seorang desainer muda yang memiliki beberapa karya yang sering menjuarai perlombaan. Lisya berharap, suatu saat dia bisa menggunakan gaun rancangan sahabatnya,
"Tere, aku ingin suatu saat nanti dapat menggunakan gaun rancangan mu"
"Tentu saja bisa. Kamu lupa? Aku memiliki beberapa gaun yang khusus untuk kita bertiga. Aku harap, Rei segera bangun dan bersama dengan kita"
"Terima kasih. Kamu mau menerima aku dan Rei di sini. Bahkan kamu menampung kami tanpa pamrih"
"Hei! Apa yang kamu katakan? Kita bertiga ini keluarga, semua yang ada di panti ini adalah keluarga. Jangan berkata hal-hal yang membuatku menangis di sana" kata Tere sembari menunjuk langit.
Tere tau, meskipun Lisya tidak bisa melihatnya dengan jelas. Lisya bisa merasakan apa yang Tere rasakan, kedekatan antara Tere dan kedua sahabatnya tidak bisa diragukan. Sedari kecil, bunda selalu menjaga mereka untuk saling berbagi kasih satu sama lain, serta mengasihi adik-adik mereka di panti ini.
Sebuah ketukan di pintu, membuat Tere menghentikan kegiatannya. Begitu pula Lisya yang mencoba mencari sumber suara yang membuat Tere menghentikan kegiatannya,
"Ngapain kamu ke sini?" tanya Tere tidak suka,
"Ehm, maaf. Aku hanya ingin melihat keadaan Rei, sekalian aku mampir ke sini" jawab Agatha alias Rei. Tere menghampiri Agatha yang berdiri di depan pintu, Tere melipat kedua tangannya. Merasa terganggu dengan kehadiran Agatha di sekitarnya,
"Bukannya aku sudah bilang, kamu nggak perlu ke sini untuk menengok Rei. Jangan sok peduli, kami tidak memerlukana hal itu, begitu pula Rei. Jangan berkeliaran di sekitar panti kami, aku harap kamu mengerti bahasa manusia" jelas Tere panjang lebar membuat Rei terpukul. Sesulit itu, Tere menyadari keberadaan dirinya.
"Tere" panggil Lisya yang kini mencoba berjalan ke arah mereka berdua, sayangnya langkah Lisya tidak berjalan mulus. Lisya nyaris saja terjatuh, dengan sigap Rei menangkap tubuh sahabatnya. Saat menangkap tubuh Lisya, tangan Rei terkantuk meja, membuat tangan Rei memar.
"Lisya!" panggil Tere panik, melihat Lisya yang saat ini sedang menindih tubuh Agatha.
"Akh!" teriak Rei kesakitan,
"Ka-kamu baik-baik saja?" tanya Lisya panik. Tere mengabaikan Agatha dan membantu Lisya untuk berdiri, memeriksa tubuh Lisya yang saat ini mencoba menggapai Agatha yang membantunya.
"Aku baik-baik saja" dusta Agatha alias Rei yang kini mencoba tersenyum, Rei tidak ingin Lisya mengetahui apa yang Rei rasakan. Rei tahu jika Lisya tidak sepenuhnya tidak bisa melihat, Lisya bisa melihat dalam jarak dekat. Hal itu membuat Rei harus tersenyum agar Lisya tidak panik dan merasa bersalah karena Agatha alias Rei telah membantunya saat Lisya terjatuh beberapa menit yang lalu.
"Kamu dengar kan Sya, dia baik-baik saja. Kita segera obati luka di kaki mu dulu!" kata Tere yang kini menggandeng tangan Lisya,
"Tapi dia juga terluka" tolak Lisya membuat Tere menatap tajam ke arah Agatha,
"A-aku baik-baik saja. Sungguh, tidak ada luka di tubuhku" timpal Rei membuat Lisya menghela nafasnya. Mau tidak mau Lisya mengikuti kemauan Tere, untuk segera pergi dari ruangan itu. Lisya dan Tere perlahan bergerak menjauh, Rei hanya bisa memandangi kedua sahabatnya yang semakin menjauh dari dirinya. Rei memegang sikunya yang saat ini terasa nyeri, dia segera bergegas pergi dari ruangan itu.
*.*
Rei membuka dress yang dia gunakan saat pergi ke panti, kemudian menggunakan tanktop serta rok mini lipit milik Agatha, hari ini Luo sedang berada di kantor. Jadi Rei bisa meminjam beberapa baju Agatha yang menurutnya sedikit terbuka. Rei mencoba mengobati sikunya, ternyata dugaannya benar, siku Agatha tidak hanya memar, tetapi terdapat luka yang cukup lebar karena terkena goresan di lantai. Rei berjalan ke arah dapur, mencari kotak obat yang Luo simpan di atas lemari. Sayangnya, lemari itu sangat tinggi membuat Rei harus berpijak pada sebuah kursi untuk membuat tubuhnya tinggi. Rei tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya, membuat kursinya bergerak dan Rei nyaris terjatuh. Untungnya, Luo dengan sigap menangkap tubuh Rei.
"Agatha! Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Luo panik, membuat Rei mengerjapkan kedua matanya, tidak merespon pertanyaan Luo,"Gatha? Kamu dengar pertanyaanku kan?"tanya Luo semakin panik.
"A-aku baik-baik saja. Maaf membuat mu khawatir" jawab Rei terbata-bata,
Luo membopong tubuh Agatha dan mendudukkan Agatha di meja makan. Membuat Agatha alias Rei menatap Luo dengan bingung. Rei mencoba menerka apa yang sedang dipikirkan Luo, sehingga Luo mendudukkannya di atas meja, apakah Rei melakukan sebuah kesalahan dan membuat Luo marah?
"Kamu sengaja berpakaian seperti ini?" tanya Luo membuat Rei menyadari kesalahannya.
"Oh, ini. Aku kira, di rumah sedang tidak orang. Jadi aku memutuskan untuk menggunakan pakaian lama ku. Aku baru saja mengganti dress yang aku pakai untuk pergi ke panti. Aku tidak bisa mengobati siku ku, yang terluka" jelas Rei panik. Dia tidak ingin dituduh menggoda Luo dengan berpakaian seperti ini di hadapannya, sungguh Rei tidak bermaksud seperti itu.
"Aku mengerti, kamu sudah berubah" sahut Luo, membuat Rei bernafas legah.
Sayangnya Luo tidak beranjak dari tempatnya, dia semakin mencondongkan tubuhnya ke arah Agatha.
"Ka-kamu mau ngapain?" tanya Rei panik,
"Melakukan sesuatu yang tertunda saat Vania mengganggu kita di kantor" jawab Luo membuat Rei merona.
Luo mengecup bibir Agatha, kemudian mempersempit jarak di antara mereka berdua. Luo memeluk tubuh Agatha, menjadikan tubuhnya sebagai tumpuan Agatha, sedangkan tangan Agatha Luo bimbing untuk bertengger di lehernya. Awalnya hanya lumatan yang Luo berikan, dinginnya suasana apartemen membuat Luo semakin menginginkan lebih dari sekedar lumatan di bibir Agatha.
"Nggh-" erang Agatha,
Luo tidak dapat menahan gejolak di tubuhnya. Dia segera mengangkat tubuh Agatha, membuat kaki Agatha menyilang di pinggulnya. Luo segera berjalan ke arah kamarnya. Membuat Rei dapat menghirup aroma musk, khas Luo. Kemudian dengan hati-hati, Luo membaringkan tubuh Agatha. Luo melepas tautan bibir mereka berdua. Kemudian menatap netra Agatha, Luo membelai wajah Agatha dengan penuh kasih sayang,
"Aku menginginkan mu, Gatha. Apakah boleh aku melakukannya sekarang?" tanya Luo, membuat Rei terdiam,"apakah aku egois, jika aku menginginkanmu menjadi milikku seutuhnya?" tanya Luo lagi.
Rei tidak bisa menjawabnya. Karena dia bukan pemilik tubuh ini. Tetapi, disisi lain Rei juga menginginkan Luo menjadi miliknya. Rei merutuki dirinya sendiri, merasa egois dengan apa yang seharusnya bukan miliknya.
Luo yang tidak merasakan tidak mendapatkan ijin dari Agatha, menarik tubuhnya. Berharap air dingin dapat menuntaskan hasratnya. Sayangnya, sebuah gerakan dari Agatha membuat Luo tertahan di tempatnya.
"Aku juga menginginkanmu" sahut Rei yang kini mulai melumat bibir Luo.
Luo tersenyum. Apa yang dipikirkan ternyata salah. Cintanya tidak bertepuk sebelah tangan, begitu pula hasratnya yang membuncah di hatinya.