webnovel

17. Vin

Elang tidak lupa. Dan mereka memang merencanakan hal ini sudah jauh-jauh jari. Sudah cukup lama mereka membiarkan kedua wanita itu memiliki ingatan buruk tentang Kalla. Dan itu sangat membahayakan keselamatan mereka.

"Ada apa?" tanya Shanum, bingung.

Adi dan Elang saling lempar pandang, saling lempar tanggung jawab, siapa yang harus menjelaskan pada dua wanita itu.

"Jadi mereka berdua berencana untuk menghapus ingatan kalian,seperti yang Elang lakukan pada Lian," cetus Gio sambil menyomot camilan di meja.

Kini Shanum dan Ellea yang bergantian menatap Adi dan Elang.

"Maksud kalian apa?menghapus ingatan kami?" tanya Ellea meminta penjelasan. Ia kini menoleh ke Abimanyu yang duduk di sampingnya.

"Eum ...." Abimanyu yang bingung bagaimana harus menjelaskan, kini membetulkan posisi duduknya. Berharap ada orang lain yang mau dengan senang hati menyambar jawaban dari mulut Ellea.

"Biyu?"

Dan pertahanan Abimanyu runtuh saat nama itu keluar dari mulut Ellea. "Yah, Elang bilang kalau kami harus menghapus ingatan kalian untuk keselamatan kalian dari Kalla. Karena siapa saja yang pernah melihat wukud asli mereka, maka akan menjadi target korban selanjutnya. Kalla memiliki indera penciuman tajam. Kalian akan menjadi sasaran mereka, " terang Abimanyu.

"Kami target? Bukan, kah itu bagus? Kalian bisa menjadikan kami umpan, untuk membuat mereka mendekat, bukan?" tanya Ellea, bersemangat. Ia bahkan lupa bagaimana ketakutannya dia kemarin, saat menjadi korban penyekapan Kalla.

Shanum meletakan baskom di lantai. Ia menarik nafas panjang. "Ellea benar. Bukan, kah, itu bagus. Kalau kami ada di antara kalian, maka jalan kita untuk membunuh mereka terbuka lebar."

Semua orang terdiam. Karena tidak dapat dipungkiri, kalau perkataan dua gadis itu ada benarnya.

"Betul juga. Lebih baik mereka saja kita jadikan umpan," tukas Adi bersemangat.

"Tapi.... " Abimanyu ragu.

"Kenapa? Mereka bahkan tidak keberatan, bukan? Kau harus ingat, Bi, kalau untuk mengundang Kalla agar mendatangi kita itu tidak mudah. Mereka sudah tau tentang kita. Mereka sudah tau tentang siapa saja anggota Argenis sekarang. Bukan hanya aku, Elang, dan Gio saja yang mereka incar, tapi kau, mereka berdua dan tentu Vin sekarang."

"Adi benar. Sekarang mereka tau kalau Argenis sudah memiliki banyak anggota. Sudah dapat kupastikan kita akan makin sulit mencari mereka. Mereka akan bersembunyi dan menghindari kita." Gio kini sependapat dengan musuh bebuyutannya.

"Kecuali ... Jika kita memiliki umpan, yaitu mereka berdua. Kita bisa menjebak Kalla. Benar, kan, Lang?"

Elang menatap Adi dengan ekspresi datar. Pikirannya penuh dengan berbagai kemungkinan terburuk maupun terbaik. Namun, anehnya otak Elang seakan tidak ingin terjadi sesuatu pada dua gadis itu. Ia tidak ingin mereka terluka, terlebih tatapan mata Shanum kini terlihat teduh. Senyum tipis gadis itu terasa mampu membuat hatinya nyaman, dan rasanya ia ingin terus dapat melihat senyum Shanum.

"Tidak! Itu bukan ide bagus, terlalu beresiko!" tolak Elang.

Shanum menggenggam tangan Elang. "Lebih baik kita bekerja sama untuk memusnahkan Kalla. Aku dan Ellea akan membantu. Tidak menutup kemungkinan kalau kami akan bertemu mereka lagi. Banyak manusia yang ternyata jelamaan mereka, dan dengan kami memiliki ingatan ini, kami akan lebih waspada."

Elang kembali gelisah. Hanya dirinya dan Abimanyu saja yang tidak setuju dengan ide ini. Tapi Elang menyerah karena tidak ada cara lain lagi. Ia terpaksa harus menyetujui hal ini.

"Ya sudah terserah kalian saja."

"Untuk berjaga-jaga, mereka berdua harus selalu kita dampingi atau setidaknya kita harus ada di dekat mereka dalam jarak 5 meter. Bukan, kah, mereka akan menjadi sasaran Kalla terus? Dan otomatis kehadiran mereka akan menarik Kalla mendekat, bukan? Itu memudahkan kita untuk menangkap mereka," saran Vin.

"Itu ide yang bagus. Ellea selalu datang ke cafe tempat Abi bekerja, bukan? Nanti kami akan bergantian mengikutimu, Ellea. Tugas Abi melihat ke sekeliling jikalau ada Kalla yang mendekat. Lalu untuk Shanum ...." Perkataan Adi terpotong. Karena Shanum tidak memiliki pekerjaan, ia baru saja mengundurkan diri beberapa hari lalu karena alasan mengurus pernikahan dengan kekasihnya yang telah dibunuh oleh mereka. Dulu Noah memang menyuruh Shanum untuk mengurus rumah saja setelah mereka menikah. Karena bagi Noah, Shanum  akan lebih fokus mengurus rumah tangga jika tidak bekerja di luar. Itu adalah rencana Noah asli, sebelum dirinya dibunuh Kalla dan Kalla itu menjelma menjadi dirinya.

"Begini saja, biar Shanum bekerja di kantorku. Kebetulan Lian akan pindah ke kantor cabang yang baru kubuka tempo hari, jadi posisi sekretaris akan kosong."

"Yang benar saja? Lian pindah ke cabang? Bukan, kah, dia satu-satunya orang kepercayaanmu dan kau tidak akan melepasnya walau.... "

"Aku Ceo nya, bukan?" Pertanyaan Elang mampu memotong kalimat Adi yang belum selesai sepenuhnya.

Adi hanya menatap Elang sedetik lalu, menarik sebelah bibirnya. "Terserah kau sajalah."

Ia seolah paham maksud dan tujuan Elang mengangkat Shanum sebagai sekretarisnya, menggantikan Lian.

Diskusi berakhir. Untuk sementara waktu Vin akan tinggal bersama mereka juga. Karena tempat tinggalnya juga hancur akibat perkelahian semalam. Lagipula Vin juga berencana pindah dari tempat itu. Semua kenangannya bersama istrinya ingin ia kubur dalam-dalam. Bersama dendam yang harus ia tuntaskan. Hanya saja ia belum menemukan tempat yang tepat. Lagipula jika mereka tinggal satu tempat seperti ini, maka memudahkan mereka dalam bergerak jika teror Kalla kembali muncul dan meresahkan manusia.

_____

Shanum berjalan ke kamarnya yang ada di lantai dua, kamarnya berdekatan dengan Elang. Jika Elang akan ke kamarnya, maka ia harus melewati kamar Shanum.

"Eum, jadi aku harus mulai bekerja kapan, Pak Ceo?" tanya Shanum yang hampir masuk kamarnya, dan kebetulan Elang baru saja lewat di belakangnya. Elang menghentikan langkahnya, tanpa menoleh sama sekali. "Besok. Kau sudah mulai bekerja. Jadi persiapkan dirimu. Tidurlah. Kau pasti lelah," ucap Elang, lalu melanjutkan langkahnya lagi.

Shanum tersenyum samar, saat ia memutar kenop pintu, kini Elang berdeham. "Ehm, terima kasih."

Kalimat itu membuat Shanum menoleh ke Elang dengan kerutan dahi. "Untuk?"

"Semua. Sarapan, bekal makan siang, dan... Soal tadi." Tanpa menunggu jawaban Shanum, Elang langsung masuk ke dalam kamarnya. Sementara di sisi lain, Shanum tersipu.

_____

"Biyu," panggil Ellea yang melihat Abimanyu ada di dapur. Gadis itu tidak bisa tidur. Rupanya ia tengah dilanda insomnia lagi. "Apa?" sahut Abimanyu dengan nada bicara datar.

"Bisa, kah, kau membuatkan aku capucino latte?"

"Kau pikir ini cafe? Tidak bisa!" cetus Abimanyu, meneguk air yang barusan ia ambil.

"Aku benar-benar tidak bisa tidur, jika belum meminum kopi buatanmu."

"Cih, rayuanmu sungguh klise. Lagipula manusia mana, yang mengalami insomnia malah meminum kopi? Itu aneh, Ell."

Abimanyu yang hendak kembali ke kamarnya lantas dihadang oleh Ellea. "Biyu... Kumohon," pinta Ellea memelas. "Aku benar-benar tidak bisa tidur. Aku takut. Suasana hatiku tidak tenang."

Gurat kebingungan terlihat jelas di mata Ellea. Ia benar-benar serius akan ucapannya. Tanpa menjawab apa pun, Abimanyu segera membuatkan dua cangkir capucino latte. Beruntung Elang memiliki barista tool di dapurnya.

Dua cangkir capucino latte sudah ada di genggaman masing-masing. Mereka berdua duduk di taman, yang ada di halaman belakang rumah Elang. Ada sebuah air terjun mini lengkap dengan kolam ikan koi di dekatnya. Suara gemericik air, membuat suasana tidak terlalu sunyi.

Mereka berdua duduk di kursi taman, memandang ikan yang berenang ke sana ke mari. Lampu taman yang memang dipasang di beberapa sudut membuat keadaan taman tidak terlalu gelap.

Ellea meneguk kopi di tangannya. Pandangannya lurus ke dalam kolam. Namun, pikirannya menerawang ke mana-mana. Ia cemas dan takut. Tapi ia merasa aman dan nyaman, terlebih saat ada di dekat Abimanyu.

Sejak pertama kali mereka bertemu di cafe saat itu, Ellea merasa kalau Abimanyu adalah pria yang baik. Walau terkesan angkuh dan dingin. Tapi dibalik itu semua, Abi adalah pribadi yang lembut. Ellea yang merupakan lulusan psikologi dengan mudah menilai sikap dan perilaku seseorang di dekatnya. Terlebih Abimanyu adalah orang pertama yang benar-benar cemas akan keselamatan dirinya. Abimanyu yang paling takut melihat kondisi Ellea saat disekap Kalla tempo hari. Di saat yang lain hanya peduli sekedarnya saja, Abimanyu justru membuat Ellea merasa penting. Ia sangat suka mencandai pria itu, karena ekspresi kesal Abi akan menggelitik hati Ellea.

"Kalau suatu saat nanti, aku harus mati di tangan Kalla ...."

"Apa maksudmu?!" pekik Abimanyu dan langsung menoleh ke Ellea.

"Aku sedang memikirkan kemungkinan terburuk. Kau diam dulu, Biyu. Aku belum selesai bicara," rengek gadis itu.

"Kalau suatu saat nanti aku mati.... "

"Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Itu yang akan kulakukan. Aku akan menjagamu, kita semua akan saling menjaga satu sama lain. Dan aku tidak akan membiarkan kau terluka sedikitpun!" tegas Abimanyu dengan sorot mata serius.

Ellea terenyuh mendengarnya. Hatinya berdesir. Lalu spontan Ellea memberikan ciuman singkat ke bibir Abimanyu. Pria itu melotot, tidak menyangka gadis itu akan seberani ini.

"Ayok kita kembali ke kamar. Sekarang aku sudah mengantuk," kata Ellea dengan menunjukan cangkir kopi yang sudah tandas.

Abimanyu hanya diam saat Ellea pergi dari hadapannya.