webnovel

Chapter 1

Sebelumnya, aku tidak pernah menemukan seseorang yang benar-benar tulus kepadaku. Mereka yang memulai hubungan denganku pasti ada maksud tertentu. Tidak lain dan tidak bukan adalah, mereka menginginkan hartaku.

Perkenalkan, aku Jinny Kim. Anak tunggal dari seorang pasangan pemilik kasino terbesar di Asia. Umurku 32 tahun. Pekerjaanku sekarang hanya menghamburkan uang. Diumurku yang segini, aku belum menemukan pasangan yang cocok. Pernah aku mencoba berpacaran dengan seseorang yang berumur diatasku, tapi kandas karena ia kasar dan sering mengatur-atur hidupku. Aku juga pernah berpacaran dengan seseorang yang berumur sama denganku, ia juga sama. Bahkan ia lebih psikopat. Ia tidak pernah mengizinkanku kemana-kemana. Aku juga 'sering' bertengkar dengannya di depan apartemen milikku. Ia tidak segan-segan untuk menampar, memukul, bahkan menendangku. Disanalah, aku bertemu dengan remaja itu.

Kim Dohyun.

Remaja laki-laki yang sukses membuatku menggila.

Aku tidak pernah berpikir sedikit pun akan menggilai remaja berumur 17 tersebut. Remaja yang benar-benar membuatku jatuh hati untuk yang pertama kalinya. Hatiku berdebar ketika ia pertama kali menolongku di apartemen.

Kim Dohyun.

Aku akan memastikan, kau menjadi milikku seseutuhnya.

....

Sejak kejadian kemarin, aku mulai mencari tau tentangnya. Ia anak remaja biasa yang bersekolah ditempat yang tidak jauh dari tempat tinggalku. Alasan kenapa ia menolongku kemarin adalah, ia sudah sering melihatku diperlakukan dengan kasar dan perlakuan kemarin itu adalah perlakuan yang benar-benar kasar. Badanku hampir mati rasa karena pria itu menendangku dengan sangat kencang. Untungnya tidak ada keretakan sama sekali ditulangku. Dohyun tinggal bersama dengan keluarga kakaknya yang bernama Kim Jia dan kakak iparnya yang bernama Song Woosik. Kebetulan sekali mereka ini bekerja di tempatku. Woosik bekerja sebagai bartender dan Jia bekerja sebagai kasir. Apartemen kami bersebelahan, aku membeli sembilan blok apartemen sedangkan ia tinggal dengan hanya satu blok yang berisikan dua kamar, ruang makan yang menyatu dengan dapur, serta ruang tengah yang hanya cukup diisi dengan sofa berukuran untuk tiga orang duduk.

Itu benar-benar sempit menurutku. Apa aku harus memberikan apartemen untuknya agar mereka bisa tidur ditempat yang luas?

Baiklah, aku akan memikirkan ini nanti malam.

Sekarang aku sedang didepan sekolah Dohyun—menunggunya. Aku berniat mengajaknya makan malam sebagai ucapan terimakasih sekaligus tahap pendekatan dengannya. Masa bodo dengan pandangan sekitar, yang ada dimataku sekarang hanya dia.

Kim Dohyun.

Bel sekolah berbunyi.

Aku langsung keluar dari mobil dan berdiri memandang gerbang pintu sekolah didepanku. Beberapa murid sudah terlihat, sekitar lima siswa yang jalan beriringan sukses menarik atensiku.

Disana.

Ada Dohyunku.

Aku tersenyum lebar dan membuka kacamata yang sedang kugunakan. Ketika tinggal beberapa langkah lagi ia sampai didepanku, aku melambaikan tangan sambil berteriak, "KIM DOHYUN!"

Ia memicingkan mata menatapku. Seperkian detik ia sadar dan tersenyum kearahku. Dapat kulihat, ia berbincang sebentar dengan temannya kemudian berlari kearahku. Ingin rasanya aku melebarkan tangan berharap ia memelukku, tapi hal tersebut langsung kutepis.

Ia memberikan salam didepanku.

"Sore Noona, ada apa?" tanyanya. Aku tidak bisa mengendalikan tanganku, tanpa sadar aku mengusap rambutnya gemas.

Note:

Noona = Pengucapan bagi laki-laki muda kepada wanita yang lebih tua darinya.

"Aku ingin membayar tanda terimakasih soal kemarin," jawabku dengan senyum gummy smile.

Ia tertawa kecil kemudian mengibaskan tangan.

"Soal kemarin itu 'kan hanya kebetulan. Tidak usah seperti ini Noona."

Aku mengibaskan tangan, "ayolah, hanya makan malam biasa. Dohyun tidak kasihan denganku yang sudah menunggumu sedari tadi?"

Ia tertawa, "hahaha, baiklah-baiklah. Mau makan dimana memangnya?"

"Dohyun sendiri ingin makan apa?"

"Aku apa saja Noona."

"Oke. Kalau begitu, ayo!" ajakku. Aku membuka pintu mobil, ia terlihat kaget dan tidak beranjak dari tempatnya berdiri.

"Kenapa?"

"Ini mobil Noona?"

Aku menganggukkan kepala, sambil menjawab, "iya. Kenapa?"

"Noona orang kaya ya?" tanyanya polos. Aku tertawa mendengar pertanyaan polosnya.

"Tidak juga, ayo naik," ajakku lagi. Ia menganggukkan kepala dan naik kemobilku.

....

Disinilah kami.

Di restoran bintang lima punya keluargaku. Gedung restoran ini menyatu dengan tempat kasino terbesar di daerah Gangnam. Dohyun tidak henti-hentinya bertanya soal tempat ini.

"Ini mewah sekali, apa tidak berlebihan?"

"Tidak kok."

Kami masuk ke dalam. Pegawai yang membuka pintu terlihat kaget dan langsung mengantarkanku ke ruangan VIP biasa aku dan keluargaku makan. Ada dua lift disini, yang satu untuk tamu biasa dan yang satu lagi khusus untuk tamu VIP.

Setelah melewati sekitar tujuh lantai, kami tiba dilantai VIP yang terdiri dari dua ruangan khusus. Pintu bercat merah adalah ruangan pribadi keluargaku. Pintu dibuka, pemandangan yang terlihat adalah ruangan besar yang terdiri dari meja panjang dan bangku yang kira-kira berjumlah sepuluh.

Dohyun memandang sekeliling, kemudian ia menatapku.

Aaa~ hatiku berdebar.

"Noona, kita makan di restoran biasa saja ya?"

Aku duduk di bangku.

"Kenapa?"

"Anu, ini, aku rasa, ini benar-benar berlebihan. Tindakanku kemarin rasanya tidak berpengaruh besar."

"Duduk dulu."

"Hatiku benar-benar berdegup dengan kencang!"

Aku tersenyum, "karena?"

"Ini tempat mewah."

Aku terkekeh dan beranjak bangun. Aku tarik Dohyun agar segera duduk. Ia menahan pergerakannya, "aku tidak bisa Noona."

Aku menariknya lagi. Ia tetap tidak bergeming.

"Aku yang traktir, tenang saja."

"Bukan masalah itu."

"Lalu?" aku masih memegang tangannya.

"Aku takut ketagihan makan disini."

Aku benar-benar tertawa lepas. Anak ini benar-benar polos, ia juga ikut tertawa canggung.

"Noona, balik saja ayo," rengeknya. Aaa~ ini benar-benar lucu. Aku cubit pipinya, ia sedikit kaget dengan perlakuan tiba-tiba yang aku lakukan. Ia terlihat mundur sedikit.

"Yasudah, mau makan dimana nanti kita ketika keluar dari tempat ini?"

"Makan hotteok saja didepan sekolahku, itu murah dan enak."

Note:

Hotteok adalah kue yang terbuat dari tepung ketan yang berisi pasta kacang dan digoreng.

Aku melepaskan tangan Dohyun, "dijamin bersih dan higienis seperti disini?"

Ia terlihat kaget dan menggaruk lehernya.

"Dijamin, mungkin," jawabnya ragu. Aku langsung saja menarik tangan Dohyun untuk segera duduk. Ia akhirnya menuruti ajakanku. Kami duduk berhadapan dengan view pemandangan malam kota. Tidak ada percakapan lagi diantara kami, apa pertanyaanku soal tadi keterlaluan?

Setelah makan malam selesai, aku mengajaknya ke mall. Ia hanya mengangguk menuruti ajakanku. Kami masuk ke dalam departemen store yang biasa aku kunjungi bersamaan. Pegawai disini langsung menyapaku ketika aku memasuki salah satu toko tas yang biasa aku kunjungan karena memang, hampir setiap hari aku belanja disini.

"Ah, Noona Jinny. Silakan," pegawai ini menunjukkan koleksi barang yang aku inginkan kemarin.

"Ini tas yang ada inginkan kemarin itu, tapi kami gagal mendapatkan edisi yang warna hitam. Jadi bagaimana?"

Aku mengangkat tas itu kemudian meminta saran pada Dohyun. Ia terlihat bingung.

"Tas ini bagaimana? Bagus atau tidak menurut Dohyun?"

Dohyun tersenyum kaku, "Noona meminta pendapatku?"

Aku mengangguk.

"Iya. Aku minta pendapat Dohyun, bagaimana?" tanyaku lagi.

Ia mengangkat jempolnya.

"Ini bagus kok."

"Tapi, aku inginnya warna hitam, kalau memakai warna putih kurang pas dengan gayaku hari ini huft...."

"Anu, Noona mau langsung pakai memangnya?"

Aku mengangguk. "Iya."

Ia langsung pergi dariku dan mengelilingi toko, aku memperhatikannya. Setelah sekitar 30 detik, ia datang lagi padaku dengan tas model Sling bang berwarna hitam.

Ia memberikannya kepadaku, "ini bagaimana?"

Aku terima tas tersebut.

Langsung saja aku berdiri didepan kaca dan mencobanya sambil berputar.

Aku tersenyum lebar kearah Dohyun, "aku suka ini. Terimakasih sudah bantu memilihnya ya."

Ia tersenyum.

"Aku hanya membantu sebisaku hehehe...."

Aku serahkan tas yang kumau kearah pelayan toko serta kartu kreditku.

"Tolong bungkuskan ini untukku, tas yang aku mau juga tolong bungkus. Kalau warna hitam yang kumau sudah ada, hubungi aku langsung ya," jelasku pada pelayan tersebut. Ia mengangguk mengerti dan pamit undur diri meninggalkanku dengan Dohyun.

"Kalau ada yang Dohyun suka, ambil saja. Ayo kita lihat bagian tempat laki-laki," ajakku dan menarik tangannya. Ia tidak sempat menolaknya.

"Pilihlah yang Dohyun mau," ucapku. Ia menggaruk tengkuknya.

"Tidak usah Noona."

"Eiyy, ayolah pilih. Ini tanda terimakasihku pada Dohyun tempo hari."

"Tadi 'kan Noona sudah mentraktirku. Tidak usah!" Tolaknya dengan senyum kaku.

"Aku yang pilih ya."

"Noona, tidak usah."

Aku tidak peduli dan tetap saja mengitari etalase. Ia mengikuti dari belakang.

Aku mulai saja mengambil beberapa sepatu dan memperlihatkannya kepada Dohyun.

"Ini bagaimana?" tanyaku pada Dohyun yang terfokus pada ponselnya.

Aku tepuk pundaknya, "bagaimana yang ini?"

"Oh, sebentar," ucapnya dan melihat banderol harganya dan beberapa detik kemudian ia menyampaikan pendapatnya.

"Ini bukan gayaku."

Aku meletakan sepatu itu dan mengambil tas di sebelahnya. Tas edisi musim panas yang baru keluar 14 hari yang lalu. Aku diberi tau ayahku.

"Kalau yang ini?" tanyaku lagi sambil menunjukkan kearah Dohyun.

"Ini?"

Ia lihat lagi banderolnya.

"Tidak cocok."

Aku letakan lagi dan mengambil topi yang ada di sebelahnya tersebut. Ia tetap mengatakan tidak cocok, bukan gayanya dan sampai semua yang dietelase tersebut habis tidak ada model lain lagi.

Aku sudah mulai kesal. Ia maunya membeli model yang seperti apa?

"Kenapa semuanya jelek? Ini semua edisi terbatas Dohyun."

"Itukan hanya pendapatku saja Noona."

"Kalau begitu, pilihkan yang bagus menurut Dohyun."

"Tidak ada yang bagus," jawabnya tanpa ragu dan kemudian ia keluar dari store ini. Aku langsung saja meminta pelayan membungkus sepatu, tas, topi, dan hoodie yang pertama aku pegang. Kemudian berlari mengejar Dohyun. Ia berdiri didepan store dengan tangan yang memegang ponsel. Ia terlihat mengetikkan beberapa kata. Aku berdiri disampingnya dan membaca apa yang ia ketikan.

[Iya babe, aku sebentar lagi sampai rumah. Nanti aku telepon, aku mohon jangan percaya dengan apa yang dibicarakan di grup ekskul.] -Bunny

"Kekasih Dohyun?" tanyaku.

Ia terlihat kaget dan menoleh menatapku. Aku mencoba tersenyum.

"Iya, ini kekasihku Noona," jawabnya datar kemudian ia memasukan ponselnya tanpa menatapku.

Apa yang terjadi?

Apa yang menyebabkan dia jadi mendadak dingin begini?

Apa ini semua karena kekasihnya?

Benar.

Itu pasti karena kekasihnya.

"Ayo kita pulang," ajakku dengan nada yang tidak kalah dingin dengannya.

Aku berjalan duluan kearah lobby. Ia mengikutiku dari belakang, perjalanan menuju lobby tidak ada pembicaraan apa pun. Hingga sampai mobilku yang diparkirkan valet datang, kami tidak ada yang berbicara.

Baiklah.

Aku sudah putuskan, aku akan singkirkan siapa pun yang mendekati Dohyun dan siapa pun yang berani mengubah moodnya. Walaupun itu kekasihnya atau keluarganya sekalipun. Diperjalanan menuju apartemen, aku sengaja menyalahkan radio dengan volume besar. Suasana hatiku kacau, aku kesal dan ingin marah-marah.

Aku tengok kearah Dohyun, ia terfokuskan kearah jendela.

AKU KESAL!

Sekitar 15 menit, akhirnya kami sampai di basment apartemen. Kami keluar bersamaan dari mobil dan menuju lift. Didalam lift, aku tidak henti-hentinya mengumpat. Siapa yang berani membuat hari pertamaku dengan Dohyun menjadi menyebalkan seperti ini?!

Ting.

Kami sampai di lantai nomor 27 apartemen. Baru aku ingin melangkah keluar lift, mataku membulat karena melihat seseorang yang berdiri diujung lorong dengan rokok yang menghiasi wajahnya.

Mata kami bertemu.

Tanpa sadar, kakiku melemas dan hampir jatuh tepat di tengah-tengah pintu lift sebelum Dohyun menahannya. Orang tersebut berlari kearah lift tempat dimana aku dan Dohyun saat ini berada. Tubuhku benar-benar bergetar dan mendadak tidak bisa bergerak hanya sekedar mundur kebelakang dan menekan tombol tutup lift. Aku menutup mataku karena takut, tetapi aku dapat merasakan seseorang menarikku kebelakang dan pintu lift tertutup kembali.

Aku tau, Dohyun menolongku lagi.

"Noona?" panggil Dohyun sambil mengguncang baju yang kugunakan. Aku tersadar dari lamunanku.

"Noona sebaiknya pindah apartemen!"

"Apa?"

"Pindah apartemen! Disini sekarang sudah benar-benar bahaya!"

Aku langsung menggeleng. Kalau aku pindah, aku jauh dari Dohyun.

Satu-satunya cara, aku harus menghabisi laki-laki brengsek itu.

....

Malam ini aku memutuskan pulang ke rumah orang tuaku. Aku langsung membaca berkas latar belakang Dohyun lebih lengkap yang aku dapatkan dari orang bawahku. Aku rasa, aku harus menyewa penjaga untuk lantai tempatku. Langsung saja mengirimi pesan ke asisten pribadi keluargaku.

[Taekyong, aku minta penjagaan lantai apartemenku dipercepat. Ada orang asing yang selalu mengganggu, aku ingin besok sudah selesai.]—send

Tidak menunggu lama. Balasan pesan datang.

[Baik Jinny-ssi.] -Asisten Nam

Kulempar ponsel ke sembarang tempat dan menatap jam besar yang ada di langit-langit kamarku. Jam menunjukkan pukul setengah satu malam. Dohyun sedang apa ya? Apa ia tertarik padaku atau tidak? Aku sudah berusaha terlihat bagus di hadapannya. Aku juga bahkan sudah mengeluarkan semua yang kupunya agar ia tertarik padaku. Akh sial! Aku melihatkan sisi burukku pada Dohyun, jika ia tau aku ini trauma dengan laki-laki brengsek tadi bagaimana? Apa ia akan ilfiel denganku?

Kim Hangyeom brengsek.

Aku akan menghabisimu jika—

Ponselku berbunyi. Aku langsung bangun dari posisiku dan mengambil ponselku yang tadi kulempar yang ternyata jatuh ke lantai kamar. Kulihat, Dohyun meneleponku. Aku tidak bisa memungkiri jika, aku benar-benar sangat bahagia!

Kugeser layar tersebut ke warna hijau.

"Noona sudah sampai rumah?"

Aku memegangi dadaku sendiri yang berdetak tidak karuan.

Sial!

Dohyun harus cepat-cepat jadi milikku!

Aku tarik napas, "sudah."

"Ah, baguslah. Aku sedikit khawatir, maaf aku tidak bisa mengantarkan Noona tadi karena sudah malam."

"Tidak masalah."

"Jadi, aku tutup dulu telepon—"

"TUNGGU!"

Sial!

Tanpa sadar aku berteriak.

"A-aku boleh jemput Dohyun?" tanyaku ragu. Sial, begini saja sudah membuatku matikutu.

"Jemput?"

"I-iya, jemput Dohyun. Kita berangkat bersama."

"Oh..., Tidak usah."

"Kenapa? Aku sekalian lewat sekolahmu kok."

"Kita ketemu di halte depan apartemen saja."

"O-oke. Dohyun berangkat jam berapa?"

"Jam tujuh."

"O-oke."

"Aku mau mengatakan sesuatu pada Noona."

Aku tersenyum lebar walaupun Dohyun tidak akan melihatnya

"Apa itu?"

"Aku ini tidak selalu ada disamping Noona, aku tidak bisa jamin Noona akan selamat seperti tadi. Maaf."

"A-aku bisa jaga diri sendiri. Tidak usah pikirkan hal itu!"

"Oke. Aku tutup."

Pip.

Sambungan kami terputus.

Aku tidak sabar menunggu hari esok!

To be continued...

Like it ? Add to library!

hhibincreators' thoughts