Universitas Seni Kota M
Masih di kantin dengan keramaian yang seakan tidak berpengaruh terhadap seorang Aliysia, dimana ia saat ini seperti merasakan telinganya berdenging mendengar pertanyaan dari Sasha.
Padahal, ia baru saja merasakan lega, tapi saat ini sudah dibuat seakan jantungan lagi.
"A-aku dua hari ini mempersiapkan diri untuk perform, maka itu bisa tampil maksimal di hadapan coach. Iya 'kan, jadi saat ini aku dapat kabar baik yang kubagi padamu," jelas Aliysia sempat gugup di awal, meski selanjutnya lancar jaya seakan tanpa beban sudah berbohong.
Sungguh, ia belum siap memberi statusnya saat ini kepada sang sahabat.
"Hum…. Bukankah kamu selalu latihan di kelas dan berbagi kabar denganku ya?"
Sahutan Sasha masih dengan nada curiga membuat Aliysia kelimpungan sendiri, meski masih mencoba untuk tenang sambil mengulas cengiran.
"Iya, tapi sial sekali latihanku tidak bisa menunda, aku terlalu over dari dua hari lalu, Sha," jawabnya masih menjelaskan.
Sasha mengangguk-anggukkan kepala mendengarnya, kemudian melupakan apa yang kemarin membuatnya khawatir. "Iya deh aku percaya, kamu pasti kerja keras banget untuk bisa mendapatkan panggung solo ini. Selamat ya, my Dear."
Kalimat percaya yang diucapkan Sasha menuai tatapan menyesal dari Aliysia, meski disembunyikan cepat, karena kini ia sudah kembali memberikan cengiran seperti biasa.
"Thanks, Sha. Oh ya, lalu bagaimana dengan gaun untukku tampil nanti?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.
"Ah! Benar juga, sini deh sini, aku buat konsep kasarnya dulu jadi kamu bisa kasih masukan juga."
"Okay sip!"
Berpindah tempat duduk menjadi di samping Sasha, Aliysia lagi-lagi mengucapkan syukur dalam hati karena sahabatnya percaya.
Hingga kini keduanya sudah berbagi pendapat, membicarakan masalah model gaun yang bisa diaplikasikan Sasha hanya dengan sebuah ucapan ini-itu dari Aliysia. Sampai waktu tak terasa habis, dengan keduanya yang berpisah masuk ke kelas masing-masing.
***
Apartemen Soho
Sore hari
Vian pulang dengan keadaan apartemen sepi dan temaram, ketika langit di luar sana sudah mulai tampak menampilkan semburat jingga. Melihat dari ruang tamu yang masih gelap dengan minim pencahayaan, ia menebak jika si istri bocah saat ini pasti belum pulang dari pelatihan.
Ini sudah mau satu minggu Vian dan Aliysia tinggal bersama. Istri bocahnya selalu berpamitan untuk menghadiri latihan vocal, Aliysia bilang akan ada paduan suara penggalangan dana, juga sekalian penilaian untuk para penyanyi dipilih oleh universitas seni dari luar negeri.
Aliysia juga berkata padanya, jika nanti berhasil membuat perwakilan dari universitas luar negeri terkesima dengan penampilannya. Maka besar kemungkinan, jika Aliysia dipiih untuk mendapatkan kesempatan beasiswa secara penuh melanjutkan kuliah untuk gelar master.
Dan ia hanya bisa mengangguk, karena bagi Vian jika itu bisa membuat Aliysia berhasil menggapai cita-cita, maka ia pun akan ikut senang.
Tidak, ia senang bukan karena artinya kontrak pernikahan pun akan berakhir, tapi sebagai teman ia ikut senang ketika melihat keberhasilan Aliysia.
Kini, Vian memasuki ruang apartemen, setelah menekan saklar lampu hingga kini ia bisa melihat ruangannya yang rapi, jelas, karena Aliysia membersihkannya sebelum pergi kuliah atau ke pelatihan.
Menghempaskan diri ke sofa di ruang tamu, Vian menghela napas lelah dengan tangan membuka ikatan dasi yang melingkar indah di leher, kemudian membuka kancing teratas saat gerah melanda.
Getaran gawai yang tersimpan di saku celana, membuat Vian mengernyit sebelum mengambilnya untuk melihat siapa yang menghubungi di saat seperti ini.
"Oh tidak, kenapa harus disaat seperti ini."
Ia hanya bisa mengerang sedikit kesal, ketika nama mama terpampang di layar.
Ia sangat yakin, jika sang mama saat ini ingin bertanya tentang hubungannya dan Aliysia, yang belum sempat mengunjungi rumah karena kesibukan kami berdua. Padahal, beberapa beberapa hari lalu pun sang mama berkunjung, bahkan memasak dan makan bersama.
Klik!
"Iya Mah," sahut Vian ketika panggilan diterima.
Bukannya apa, jika tidak segera diterima sang mama akan dengan senang hati menerornya menggunakan panggilan berulang dan pesan beruntun.
[Vian Sayang!]
"Hmm? Aku di sini, Mah. Ada apa, heum?" sahut Vian dengan nada sebiasa mungkin, ketika sang mama memanggilnya dengan nada aneh.
Percayalah, jika sudah mengeluarkan suara manis seperti ini pasti ada apa-apa.
Dan sialnya ia tidak bisa mengabaikan konsekuensi dari wanita yang paling dicintainya.
[Vian Sayang. Apakah Liysa ada di apartemen saat ini?]
"Liysa ya? Dia kebetulan masih latihan di kampusnya, Mah. Ada apa?" jelas Vian apa adanya.
Ia menyandarkan punggung santai, melihat langit-langit ruang tamu di mana sebuah lampu hias menggantung.
[Kamu tidak jemput Liysa, Vian? Ini sudah hampir menjelang malam loh, tidak khawatir apa sama istrimu kalau pulang sendirian?]
Pertanyaan mencerca dari sang membuat Vian segera duduk tegak, tidak bisa mengganggap enteng apa yang dikatakan sang mama.
"Liysa bilang, jika dia akan pulang bersama teman satu grup vocalnya, Mah. Ramai-ramai, jadi aku tidak perlu khawatir, begitu."
Menjelaskan dengan sabar apa yang di tanyakan oleh mama. Vian merasa beruntung, karena sudah bertanya-tanya sebelumnya kepada Aliysia. Sehingga, ia pun tidak perlu berbohong tentang kegiatan si bocah jika sewaktu-waktu sang mama bertanya kepadanya.
Ya seperti saat ini, saat ia sendiri saja tidak tahu apakah Aliysia sudah selesai latihan atau belum.
[Tetap saja lah, seharusnya kamu jemput, Vian. Biar bagaimana pun Liysa itu tanggung jawabmu, bagaimana kalau ada apa-apa di jalan saat dia berpisah dengan teman-temannya. Bagaimana hayo….]
Menggaruk kepala sudah pasti yang Vian lakukan. Benar, apa kata sang mama semuanya benar. Jika Aliysia adalah tanggung jawabnya karena kini status wanita tersebut adalah istrinya.
Ah! Andai saja sang mama tahu apa yang terjadi, sudah pasti tidak akan ada nasihat seperti ini.
"Iya, Mah. Lain kali sebelum pulang ke apartemen, aku akan menghubunginya untuk pulang bersama. Jadi, sebenarnya apa yang ingin Mama katakan? Aku tahu, pasti bukan ini saja 'kan, maksud dan tujuan Mama hubungi aku. Jangan mengelak," tanya Vian dengan beruntun, sekalian mengalihkan pembicaraan agar tidak melulu membahas Aliysia.
Biarkan saja, jika terkesan tidak sopan karena bertanya hal seperti ini. Bukannya apa, ia tahu kalau sang mama tidak akan selesai, jika ia tidak bertanya dengan to the point.
[Ah! Kamu selalu tahu apa yang Mama pikirkan, Vian. Tidak seru nih!]
Apa kata Vian, mamanya tetaplah wanita cantik yang selalu berhasil membuatnya mengusap wajah.
Lagian, tidak seru dari mana?
"Hmm…," sahut Vian bergumam panjang sebagai respon, seraya berdiri dari duduk dan berjalan menuju kamarnya berada.
Ceklek!
[Jadi, Vian. Bukan kah kamu bilang akan menjadwal ulang acara bulan madu kalian? Lalu, kapan itu? Mama ingin memperlihatkan foto kalian liburan kepada teman-teman Mama. Mama mau pamer, kalau kalian adalah pasangan yang paling romantis. Apalagi kalau ada foto mesra yang sedang berpelukan.]
What the hell!?
Bersambung