webnovel

Kambing Kurban Perasaan

Pagi ini Paijo izin keluar sebentar untuk mengambil kambing yang Paijo beli untuk di jual kembali.

Setelah itu Paijo ikat di taman belakang rumah, kanjeng ibu pun memanggil Paijo dan Paijo pun lupa mengikat kambing yang baru saja ia beli tadi hingga akhirnya Paijo dan Aiman mengejarnya.

"Ayo sini, nah gitu dong.., nurut ya, kan aku tidak ada niat menyembelih kamu, cuma mau jual doang, entar kan kalau laku aku kasih kamu dua persen, lumayan buat chatingan, sudah kamu di sini ya.." kata Paijo yang sedang mengobrol dengan kambing yang di bawanya.

"Joya.." kanjeng ibu memanggil Paijo yang sedang mengikat kambing di taman belakang rumah.

"Haduh kungfu panda lagi tuh manggil, tenang tidak usah pucat, dia kerjaannya cuma begitu, teriak kalau tidak ngeden ya sudah." keluh Paijo ketika Paijo di panggil oleh kanjeng ibu.

"Joya.." kanjeng ibu memanggil Paijo lagi yang sedang mengikat kambing di taman belakang rumah.

"Haduuh.., iya kanjeng ibu, sebentar.." keluh Paijo lagi ketika Paijo di panggil oleh kanjeng ibu.

"Sini dong.." pinta kanjeng ibu.

"Aahhh.." keluh Paijo lagi.

"Joya.." kanjeng ibu memanggil Paijo lagi yang sedang mengikat kambing di taman belakang rumah.

"Iya, iya.., waduh kambingnya lepas lagi lupa belum di ikat, haduh.. Man.. Man.., tangkap man.." keluh Paijo lagi yang lupa mengikat kambing di taman belakang rumah.

"Haa.." Aiman tidak mendengarkan perkataan Paijo.

"Tangkap.." teriak Paijo.

"Oke.., oke sudah di tangkap.." Aiman berlari ke arah Paijo dan kemudian Aiman menindih Paijo.

"Haduh Zulkifli, Zulkifli, kamu ngapain di situ?"

"Lah katanya suruh tangkap."

"Ngapain kamu tangkap aku, itu tuh.." keluh Paijo lagi.

"Oh itu ya, oh iya, iya.." kata Aiman yang lari meninggalkan Paijo dan berlari mengejar kambing yang lupa di ikat oleh Paijo.

"Sudah buruan.., yah lepas lagi, ayo cepetan, cepetan.." keluh Paijo lagi yang menyuruh Aiman mengejar kambing yang ingin dia ikat di taman belakang rumah.

"Kenapa pak?" tanya Aiman.

"Itu kesitu.." jawab Paijo sambil mengeluh.

"Oh iya, iya.." seru Aiman.

Sementara itu di ruang tengah kanjeng ibu masih memanggil Paijo yang belum juga datang untuk menghadap nya.

"Joya, Joya.." kanjeng ibu memanggil Paijo lagi sambil bersiul di ruang tengah.

"Yes dapat.." kata Aiman yang menangkap kanjeng ibu karena Aiman mengira kanjeng ibu adalah kambing.

"Eh.. Eh.." keluh kanjeng ibu.

"Jo ketangkap, Jo ketangkap.." kata Aiman.

"Ini apa sih?" tanya kanjeng ibu.

"Jo.." seru Aiman yang memanggil Paijo.

"Atakiwir.." Paijo kaget melihat Aiman sedang memeluk kanjeng ibu.

"Eh.. Ih.." keluh kanjeng ibu lagi.

"Zulkifli, Zulkifli, Haduh.. Bukan ini yang kamu tangkap, tapi kambing tahu.." keluh Paijo lagi.

"Oh, lah ini apa?" tanya Aiman dan kemudian berbalik ke arah kanjeng ibu, tenyata kanjeng ibu yang Aiman tangkap bukan kambing.

"Kamu itu ya Aiman.." kata kanjeng ibu yang kesal karena ulah dari Aiman.

"Oh iya, iya ampun kanjeng ibu, ampun.." Aiman meminta maaf pada kanjeng ibu.

"Kamu pikir saya kambing haa.. Kamu pikir saya kambing haa.." kata kanjeng ibu lagi yang masih kesal karena ulah dari Aiman.

"Enggak.." Aiman pun menangis.

Dan di ruang tv pak lik Purwanto sedang mencari slop yang dia pakai hari ini, lalu kemudian datanglah Jumiati, Jumiati pun membantu pak lik Purwanto untuk mencari slopnya.

Ketika sedang serius mencari slop, pak lik Purwanto mencium bau kambing, begitu juga dengan Jumiati yang mencium bau kambing di ruang tv, lalu kemudian keduanya pun melihat ke belakang, ternyata itu adalah kambing yang sedang Paijo cari karena kabur dan lupa Paijo ikat juga di taman belakang rumah.

"Mana sih.." kata pak lik Purwanto yang mencari slopnya.

"Paklik cari apa?" tanya Jumiati.

"Slop ku yang kiri gak ada Jum.." jawab pak lik Purwanto.

"Oh, biar saya bantu cari deh pak lik." kata Jumiati yang akan membantu pak lik Purwanto.

"Ya sudah, ayo bantu carikan slop ku." sambung pak lik Purwanto.

"Di kolong sini juga gak ada pak lik." kata Jumiati yang mulai mencari slop milik pak lik Purwanto.

"Lah iya.." seru pak lik Purwanto.

"Atau pak lik salah pakai kali, yang kiri di pakai kaki kanan." kata Jumiati sambil mencari slop milik pak lik Purwanto.

"Salah gimana, kalau sekarang slop yang ku di pakai di kaki kiri ini, terus slop ku yang kanan itu kemana?" tanya pak lik Purwanto.

"Lah itu yang kanan.." jawab Jumiati.

"Slopnya Jumiati, slopnya, bukan kakinya tahu.." keluh pak lik Purwanto.

"Oh slop.." seru Jumiati.

"Loh tadi emangnya aku ngomong apa?" tanya pak lik Purwanto lagi.

"Oh ya slop ya, hehe.." jawab Jumiati lagi sambil tertawa.

"Ayo bantu cariin lagi.." pinta pak lik Purwanto.

"Iya, iya.." kata Jumiati patuh.

"Ayo bantu cari dimana, ada gak?" tanya pak lik Purwanto lagi.

"Em.. Pak lik.." Jumiati mencium bau kambing di ruang tv.

"Apa Jum?" tanya pak lik Purwanto lagi.

"Pak lik kok bau kambing ya, pak lik belum mandi ya?" tanya Jumiati juga.

"Enak saja, badanmu itu yang bau kambing." jawab pak lik Purwanto.

"Masa sih pak lik?" tanya Jumiati lagi.

"Em.. Oh iya ya pak lik.." Jumiati mencium bajunya.

"Em oh iya ya, aku juga Jum.." pak lik Purwanto mencium bajunya juga.

"Kok bisa ya?" tanya Jumiati lagi.

"Em.. Iya ya, aku juga.." jawab pak lik Purwanto.

"Haa.. Kambing.. Kambing.. Kambing.." pak lik Purwanto dan Jumiati ketakutan saat melihat kambing di belakangnya.

Paijo masih di ruang tengah untuk menghadap kanjeng ibu, kanjeng ibu juga menanyakan soal sanggulnya yang Paijo simpan di gudang.

Dan kemudian kanjeng ibu menyuruh Paijo untuk merapihkan sanggulnya ke salon yang di gigiti tikus di gudang.

"Kan sudah simpan rapih kanjeng ibu." kata Paijo yang beralasan pada kanjeng ibu.

"Di simpan rapih gimana, nih lihat nih.. Kamu hanya bungkus dengan kantong plastik terus kamu taruh di atas lemari gudang, ya dimakan tikus dong, nih lihat nih.. Rusak kan rusak..?" tanya kanjeng ibu dengan kesal.

"Kalau soal itu bukan salah saya kanjeng ibu, itu salah tikusnya, konde dimakan, lagian kanjeng ibu juga salah.." jawab Paijo membela dirinya sendiri.

"Loh.." kata kanjeng ibu yang di potong perkataannya oleh Paijo.

"Kondenya bau terasi ya dimakan tikus.." sela Paijo.

"Hei, hei, hei.. Jangan ngawur kamu ya." kata kanjeng ibu yang mulai kesal pada Paijo.

"Emang kenyataan nya begitu, ya kan man?" Paijo bertanya pada Aiman.

"Gak tahu.." jawab Aiman.

"Eh Joya dengar ya, kamu sekarang bawa konde ini ke salon, suruh orang salon itu benerin, saya mau pakai untuk nanti lebaran haji, hanya konde ini yang pantas untuk di pakai.." kata kanjeng ibu yang masih kesal pada Paijo.

"Kok cuma konde ini yang pantas kanjeng ibu?" Paijo bertanya pada kanjeng ibu.

"Loh ya iya.." jawab kanjeng ibu dengan singkat.

"Jangan-jangan ini konde bau kambing ya?"

"Hemm.., mau bau kambing, mau bau domba, itu bukan urusan kamu, paham!!??, Sekarang bawa ke salon."

"Salonnya, salon Suharjo atau salon Suhartini, kanjeng ibu?, Kalau salon Suharjo itu buka, kalau salon Suhartini itu tidak tutup, mau yang mana?"

"Ah.., salon Suharjo saja, kan buka."

"Kalau salon Suharjo yang tau Aiman, kanjeng ibu, jadi yang berangkat Aiman." kata Paijo yang beralasan pada kanjeng ibu.

"Loh kok Aiman sih..?"

"Ya sudah kalau begitu salon Suhartini saja." kata kanjeng ibu yang mengubah salonnya untuk merapihkan sanggulnya.

"Emm kalau salon Suhartini kebetulan sudah ganti nama kanjeng ibu." Paijo beralasan lagi.

"Ganti nama jadi apa?"

"Salon Suharjo, jadi Aiman yang pergi."

"Ayo man, cepat man, ke salon.." kata Paijo yang menyuruh Aiman untuk pergi ke salon merapihkan sanggulnya kanjeng ibu.

"Gak mau.." tolak Aiman.

"Kamu gak ngerti banget ya, ah.. Aku tuh mau kejar harta kekayaan kita." kata Paijo yang berbicara dengan berbisik-bisik.

"Ya tapi aku gak mau jo.." kata Aiman yang menolak permintaan dari Paijo dengan berbisik-bisik.

"Eh itu, tuh, man, man.." kata Paijo yang berteriak karena melihat kambing di sebelah kanjeng ibu.

Paijo yang melihat kambing di sebelah kanjeng ibu langsung menangkap talinya dan meminta Aiman untuk membantunya menangkap kambing dan kambing itu lepas lagi karena Paijo kesakitan di pukuli kanjeng ibu yang Paijo dorong-dorong ketika ia menarik tali agar kambing itu bisa di tangkap oleh Aiman.

Sedangkan di depan rumah pak RT datang dan membicarakan sesuatu padaku yaitu ide untuk berjualan kambing kurban.

"Saya ngapain ya ke rumahnya pak Daffa?" kata pak RT yang bertanya-tanya sendiri.

"Abdul Latif tolong masukin ke garasi ya mobilnya, Betta tutup gerbang.." pinta Daffa.

"Siap pak Daffa." Betta dan Abdul Latif melaksanakan perintah dari Daffa.

"Mi, pi, Kamil, Silvy dan Citra masuk kedalam duluan ya." kata Kamil yang pamit untuk masuk ke dalam rumah duluan kepada ayah dan ibunya.

"Betta, Betta tunggu dulu, jangan ditutup dulu gerbangnya, pak Daffa ada?" tanya pak RT.

"Ada pak RT." jawab Betta.

"Saya mau masuk kedalam, ada yang ingin saya bicarakan dengan pak Daffa." kata pak RT yang ingin masuk kedalam rumah pak Daffa.

"Oh ya silahkan pak RT." Betta membukakan pintu pagar juga mempersilahkan pak RT masuk ke rumah Daffa.

"Oke terimakasih ya Betta." pak RT mengucapkan terimakasih pada Betta.

"Sama-sama pak RT." sambung Betta.

"Mi.."

"Iya pi, kenapa?"

"File papi mana ya mi?" Daffa menanyakan file pada Titah, istrinya.

"Ini pi.." jawab Titah yang memberikan file yang di minta Daffa.

"Oke, makasih sayang, yuk masuk kedalam rumah."

"Yuk pi.." Ajak Titah.

"Pak Daffa, pak Daffa, pak Daffa, tunggu.." pak RT memanggil Daffa dan menghentikan langkah Daffa ke dalam rumah.

"Iya pak RT, ada apa?"

"Ada yang ingin saya bicarakan pada pak Daffa sebentar, boleh?"

"Oh boleh, silahkan duduk pak RT."

"Ya sudah pi, kalau gitu mami masuk kedalam duluan ya pi.."

"Iya mi, eh mi, papi lupa, ini file papi tolong taruh di ruang kerja papi ya."

"Iya pi.." kata Titah patuh.

"Yuk pak RT, silahkan duduk." Daffa mempersilahkan pak RT untuk duduk.

"Iya pak Daffa." sambung pak RT.

"Oh iya pak RT katanya tadi ada yang ingin pak RT bicarakan dengan saya, bicarakan soal apa?"

"Jadi seperti ini pak Daffa, saya baru ketemu sama warga katanya mau beli kurban, lalu saya teringat dengan pak Daffa."

"Haa.. Kok saya sih, memangnya ada hubungan apa saya dengan kambing kurban pak RT?"

"Katanya pak Daffa jualan kambing kurban ya?"

"Oh itu, bukan saya yang jual kambing kurban pak RT, tapi Paijo dan Aiman, mereka itu patungan beli kambing kurban untuk di jual lagi biar dapat untung."

"Oh begitu ya pak Daffa."

"Iya pak RT."

"Emm aha..!!" kata pak RT yang mempunyai ide.

"Kenapa pak RT?"

"Saya punya ide pak Daffa."

"Ide apa itu pak RT?"

"Ide saya, bagaimana pak Daffa juga jual kambing kurban, padahal ini teh momen yang tepat, momen di hari raya kurban, pak Daffa beli kambingnya teh di kampung saya, murah-murah pak Daffa, dan di jual disini teh sangat menguntungkan." jawab pak RT sambil menjelaskannya pada Daffa.

"Oh gitu, oh iya ya, kenapa gak kepikiran ya pak RT."

"Permisi pak RT, pak Daffa, ini minumnya." kata Jumiati yang mengantarkan minum untuk pak RT dan Daffa.

"Iya Jum.." sambung Daffa dan pak RT.

"Nah sekarang kepikiran kan pak Daffa?"

"Iya pak RT, ya sudah kalau begitu sekarang kita temui kanjeng ibu." jawab Daffa lagi yang mengajak pak RT untuk menemui kanjeng ibu.

"Astaghfirullahalhazim pak Daffa, gak, gak, gak, saya mau pulang saja." kata pak RT yang ketakutan.

"Pak RT, pak RT, mau kemana?"

"Gak, gak, gak.." jawab pak RT yang ketakutan.

"Kenapa?"

"Itu kanjeng ibu mau di jadikan kurban." jawab pak RT yang masih ketakutan.

"Haduh, hemm, hemm.." Daffa kesal pada pak RT dan mendorong pak RT.

Paijo yang masih mencari kambing yang ia beli tadi bertemu dengan Astuti, tukang jamu langganan keluarga pak Daffa.

Kemudian Paijo bertanya padanya yang ia fikir pada waktu itu Astuti melihat kambing yang sedang ia cari.

"Duuhh.. Mana lagi tuh kambing, aahh.. Jangan-jangan pulang lagi tuh kambing ke terminal, duuhh.." keluh Paijo yang mencari kambing yang di belinya tadi pagi.

"Assalamu'alaikum mas jo.." Astuti memberikan salam pada Paijo.

"Wa'alaikumussalam Tut.." Paijo menjawab salam dari Astuti.

"Kamu sedang mencari apa mas jo?"

"Enggak, saya lagi cari kambing, kamu lihat gak?"

"Oh ciri-ciri nya bagaimana?"

"Ciri-ciri nya itu dia tinggi, kekar, terus ada bulunya terus kalau dia tersenyum itu ada lesung pipitnya di bokongnya."

"Warnanya, warnanya?"

"Em warnanya kalau gak salah hitam putih metalik, kaki-kaki nya racing."

"Yeh.. Itu kambing apa mobil sewaan?" tanya Astuti dengan mengeluh.

"Ya kamu nanya nya begitu, kaya polisi bagian curanmor saja sih kamu." jawab Paijo juga sambil mengeluh.

"Oh kalau kambing seperti itu saya lihat mas jo, talinya panjang." Astuti memberitahu Paijo.

"Nah iya, itu benar, kamu lihat dimana?"

"Itu di sana, lagi makan rumputnya orang."

"Waduh.., itu kambing cari perkara saja sih, ya sudah saya susul, saya pinjam sepedanya ya.." kata Paijo yang meminjam sepeda Astuti.

"Jangan.." Astuti tidak memberikan pinjam sepedanya.

"Sudah saya sewa ya." kata Paijo yang akan menyewa sepedanya Astuti.

"Yang benar mas jo?"

"Iya, nih.., uangnya."

"Ini mas jo sepedanya." Astuti pun memberikan sepeda nya pada Paijo.

"Oke pergi cari kambing dulu ya."

"Iya mas jo.."

"Loh Tut, jamunya?" tanya Abdul Latief.

"Sepedaku di pinjam mas jo, dul, saya tunggu di dalam saja deh.." jawab Astuti.

"Ya sudah masuk.." kata Abdul Latief yang membukakan pintu pagar rumah Daffa.

Kemudian aku membicarakan sesuatu dengan kanjeng ibu yang tadi pagi aku bicarakan juga dengan pak RT di teras depan rumah, yaitu soal menjual hewan kurban di ruang tengah.

"Jadi seperti itu kanjeng ibu, apakah kanjeng ibu setuju dengan ide dari pak RT?" tanya Daffa.

"Saya setuju, Daffa.." jawab kanjeng ibu.

"Iya kanjeng ibu, ada apa?"

"Kamu urus semuanya ya, oh ya satu lagi, nanti siapa yang mau bantu kamu jual kambing kurban nya?"

"Adik saya, kanjeng ibu."

"Maksud kamu Daffi?" tanya pak lik Purwanto.

"Iya pak lik Purwanto, dibantu para abdi dalem juga pak lik Purwanto." jawab Daffa.

"Oh gitu.." seru pak lik Purwanto.

"Em.. Tunggu sebentar dan jangan kemana-mana ya pak RT." pinta kanjeng ibu yang menyuruh pak RT untuk menunggu.

"Iya kanjeng ibu.." seru pak RT.

"Daffa, kamu ikut saya." pinta kanjeng ibu.

"Siap kanjeng ibu.." kata Daffa patuh.

Paijo pun mulai mencari kambing kurban yang baru ia beli tadi pagi di rumah pak Ubaidillah, ayah dari mantan pacarnya istriku.

Dan ketika Paijo mau menangkap kambing nya, tiba-tiba saja Daffi datang dan mengagetkannya, Paijo pun terkejut, kambing kurban yang ingin ia tangkap kabur dan akhirnya Daffi membantu Paijo menangkap kambing kurban nya.

Setelah berhasil menangkap kambing nya Paijo dan Daffi pulang, di jalan ia bertemu dengan Eva, orang yang Paijo suka sejak pertama kali ia bekerja di rumahku.

Dan ketika sampai di rumah, Paijo dan Daffi kaget melihat banyak kambing yang ada di taman belakang rumah. Aku dan kanjeng ibu berniat untuk menjual hewan kurban juga.

"Kata Astuti di sini, mana ya, oh itu dia tuh kambing saya, itu kan rumahnya pak Ubaidillah, ayah den mas Kamil, mantan pacarnya tuan mami, haduh.. ngapain sih itu kambing di situ, makan rumputnya pak Ubaidillah lagi, haduh.. kambing nyusahin saja ya, aah.." keluh Paijo yang melihat kambing yang di carinya sedang memakan rumput di rumah pak Ubaidillah.

"Akhirnya sampai juga, loh itu kan si Paijo, kok bawa sepeda jamunya Astuti, ngapain dia disitu?" Daffi bertanya-tanya sendiri yang melihat Paijo ada di rumahnya pak Ubaidillah menggunakan sepeda milik Astuti.

"Ya sudah deh masuk saja ke halaman rumahnya pak Ubaidillah, untuk mengambil kambing saya." kata Paijo yang memarkirkan sepeda jamunya Astuti di depan rumah pak Ubaidillah.

"Samperin saja deh.." kata Daffi yang akan menghampiri Paijo.

"Akhirnya ketangkap juga kan, aah kambing nyusahin saja.." kata Paijo yang berhasil menangkap kambing kurbannya di halaman depan rumah pak Ubaidillah.

"Paijo.." Daffi menghampiri Paijo dan membuat Paijo kaget dan kambing kurbannya lepas kembali.

"Atakiwir, ampun pak, ampun pak Ubaidillah, saya ke sini cuma mau ambil kambing kurban saya saja yang kebetulan masuk ke halaman depan rumah pak Ubaidillah, sekali lagi saya minta maaf ya pak, ampun ya pak.." Paijo kaget dan ketakutan saat Daffi menghampirinya dan memegang pundaknya.

"Haa.. Pak Ubaidillah, eh jo ini saya, bukan pak Ubaidillah.." keluh Daffi yang di kira Paijo adalah pak Ubaidillah.

"Atakiwir.. Eh pak Daffa ta.. Bikin jantungan saja nih tuan papi.." Paijo kaget lagi dan mengira kalau Daffi adalah Daffa.

"Haa.. Daffa, salah jo, saya Daffi adiknya Daffa.." keluh Daffi lagi.

"Pak Daffi, ah bohong kali, pak Daffa kan?"

"Benar jo, saya Daffi.."

"Kok mirip tuan papi ya?"

"Kan saya dengan dia kembar jo.., kamu ini gimana sih."

"Oh iya ya.." seru Paijo.

"Sekarang saya tanya, kamu ngapain di sini?"

"Saya ke sini mau ambil kambing kurban saya yang baru saya beli tadi pagi pak Daffi."

"Oh gitu, mana kambingnya jo?"

"Lah ada.."

"Mana?"

"Ini pak Daffi.."

"Mana gak ada gitu loh jo.." kata Daffi yang melihat kambing kurban nya Paijo tidak ada di belakangnya Paijo.

"Ini di belakang saya, pak Daffi.."

"Mana, coba lihat kebelakang.." pinta Daffi.

"Atakiwir.., loh pak Daffi, kambing kurban saya mana?"

"Gak tahu jo, haa.. Itu apa.." jawab Daffi lagi yang melihat kambing kurban milik Paijo sedang memakan rumput milik pak Ubaidillah lagi.

"Ya sudah yuk pak Daffi kita kesana, bantu tangkap kambingnya.." Paijo meminta bantuan Daffi.

"Ya sudah yuk.." sambung Daffi.

Satu jam kemudian..

"Akhirnya ketangkap juga ya pak Daffi." kata Paijo yang berhasil menangkap kambing kurban miliknya.

"Iya jo, ya sudah yuk pulang.." Daffi mengajak Paijo untuk pulang.

"Yuk pak.."

Daffi dan Paijo pulang bersama di jalan Paijo melihat Eva perempuan yang Paijo suka.

"Itu kan Eva, orang yang saya taksir, samperin ah, pak Daffi titip sepedanya Astuti ya." kata Paijo yang akan menghampiri Eva.

"Eh jo, hmm Joya.." keluh Daffi yang di titipkan sepeda Astuti dan kambing kurban milik Paijo.

"Assalamu'alaikum dik Eva.." Paijo memberikan salam pada Eva.

"Wa'alaikumussalam mas jo." Eva menjawab salam dari Paijo.

"Kamu sedang apa di sini?" tanya Paijo.

"Saya sedang menunggu ayah, mas jo sendiri?" tanya Eva juga.

"Oh sedang menunggu ayah, saya sedang.." jawab Paijo yang terpotong oleh Daffi yang datang menghampiri Paijo dan Eva.

"Assalamu'alaikum." Daffi memberikan salam pada Paijo dan Eva.

"Wa'alaikumussalam." Paijo dan Eva menjawab salam dari Daffi.

"Eh Joya, kamu ini bagaimana sih, kok saya di tinggalin dan di titipkan sepeda dan kambing kurban mu, repot loh aku ini." keluh Daffi lagi yang di titipkan sepeda Astuti dan kambing kurban milik Paijo.

"Aah.., pak Daffi malah kesini, ganggu orang pdkt saja." keluh Paijo juga, karena pembicaraannya di potong oleh Daffi.

"Sudah pulang ayo.." Daffi mengajak Paijo untuk pulang.

"Nanti dulu ah pak Daffi.." sambung Paijo yang menolak pulang bersama Daffi.

"Oh gitu ya, sebentar ya, oh ya jo tolong pegang kambing dan sepedanya dulu ya." kata Daffi yang ingin mengeluarkan hpnya.

"Oh iya, baik pak Daffi."

"Halo, assalamu'alaikum, tah.." Daffi berpura-pura menelepon Titah.

"Eh jangan dong pak Daffi.." Paijo ketakutan saat Daffi berpura-pura menelepon Titah.

"Loh emangnya kenapa?"

"Kalau pak Daffi ngadu ke tuan mami gajah makan kawat."

"Apaan tuh?"

"Gawat.."

"Gawat kenapa?"

"Gawat sama bahasanya, kalau pak Daffa atau kanjeng ibu yang memberikan hukuman mah masih mending, bahasa masih saya ngerti, lah kalau tuan mami, hu.. boro-boro, ngerti juga enggak."

"Oh iya ya.." seru Daffi.

"Nah makannya itu, tadi ngajak saya pulang kan?"

"Iya jo.."

"Ya sudah ayo pulang, tunggu sebentar pak Daffi." kata Paijo yang meminta Daffi untuk menunggu.

"Apa lagi sih jo?"

"Pamit dulu."

"Hadeh.. Ya sudah cepat.." keluh Daffi lagi yang menunggu Paijo pamit pada Eva.

"Dik Eva, saya pulang dulu ya, assalamu'alaikum." Paijo pamit pada Eva dan memberikan salam pada Eva.

"Iya, wa'alaikumussalam." Eva menjawab salam dari Paijo.

"Yuk pak Daffi." ajak Paijo.

"Nih bawa sepeda dan kambingnya sendiri." Daffi memberikan kambing dan sepeda pada Paijo.

Sesampainya di rumah Paijo segera memberikan sepeda yang biasanya untuk berjualan jamu pada Astuti.

"Assalamu'alaikum." Daffi dan Paijo memberikan salam pada Astuti.

"Wa'alaikumussalam." Astuti menjawab salam dari Daffi dan Paijo.

"Sudah mas jo?"

"Sudah Tut, makasih ya."

"Iya sama-sama."

"Oh ya pak Daffi.." Paijo teringat sesuatu.

"Apa lagi jo?"

"Nanti tolong bawa kambingnya ke taman belakang ya."

"Loh memangnya kamu mau kemana jo?"

"Mau bawa barang-barang pak Daffi masuk ke dalam kamar, nanti bawa kambingnya sama saya, sekalian saya mau cari makanannya di taman belakang rumah."

"Oh iya, Tut.." seru Daffi.

"Iya pak Daffi."

"Buatkan saya jamu ya, yang biasa ya." pinta Daffi.

"Iya pak Daffi."

"Mbak Tut.., loh om Daffi." kata Citra yang ingin memesan jamu dan terpotong karena Citra melihat Daffi yang sedang duduk di teras depan rumah dan mencium punggung tangan Daffi.

"Iya, eh Citra."

"Kapan nyampe om?"

"Baru Citra."

"Oh gitu, mbak Tut, saya minta jamu yang tadi saya pesan ya, untuk mas Kamil." pinta Citra.

"Oh ya mbak Citra."

"Om Daffi, Citra duluan ya ke dalam ya." kata Citra yang pamit ke dalam pada Daffi.

"Iya Citra, Tut mana jamu saya?"

"Ini pak Daffi." jawab Astuti yang memberikan jamu yang di pesan Daffi.

"Pak Daffi, yuk.." Paijo mengajak Daffi ke taman belakang rumah.

"Iya jo, nanti dulu saya sedang minum jamu, Tut, yang manisnya dong." pinta Daffi.

"Iya pak.." kata Astuti patuh.

Sesampainya di belakang rumah Daffi terkejut sudah banyak sekali kambing di sana dan ia juga mengira kalau kambing yang lepas hanya satu.

"Jo yang lepas cuma satu ya kambingnya?"

"Maksudnya, pak Daffi?"

"Itu di belakangmu banyak kambing."

"Di belakang saya, tunggu pak Daffi, saya punya kambing kurban cuma satu dan itu juga patungan belinya sama Aiman, dan kambing kurban saya ini saja, tidak ada yang lain.." kata Paijo heran.

"Itu tuh.." Daffi menunjuk ke arah belakang Paijo karena melihat kambing yang banyak di taman belakang rumah.

"Itu tuh, atakiwir.." Paijo heran dan kaget melihat kambing yang ada di belakangnya.

"Kenapa jo?"

"Kok banyak sekali ya pak Daffi kambingnya."

"Mana saya tahu jo.." seru Daffi.

"Eh Joya sudah pulang, jo.." kata Daffa yang melihat Paijo sudah pulang.

"Iya tuan papi."

"Kamu bantu urus kambing kurbannya, nanti ada bonus untuk kamu, oh ya saya lupa bilang saya jualan kambing kurban juga, dan nanti ada yang mau datang ke rumah untuk membeli kambing kurban." pinta Daffa.

"Iya tuan papi." kata Paijo patuh.

Setelah saya masuk kedalam rumah, datanglah Eva dan suaminya.

Paijo yang mengetahui Eva sudah mempunyai suami, menangis dan merelakan Eva, dan mengorbankan serta mengubur perasaanya dalam-dalam.

"Pak Daffi.."

"Apa jo, kenapa?"

"Itu ada yang datang pak Daffi."

"Kamu layani saja dulu, saya mau panggil Daffa untuk harga kambing nya berapa, nanti kalau saya yang kasih harga takut salah." pinta Daffi.

"Oh iya, pak Daffi.." seru Paijo.

"Assalamu'alaikum." Eva memberikan salam pada Paijo.

"Wa'alaikumussalam." Paijo menjawab salam dari Eva.

"Dik Eva kesini pasti sama ayah ya?"

"Iya mas jo."

"Pasti mau beli kambing kan?"

"Iya mas jo."

"Silahkan pak Bagas pilih dulu kambingnya, oh ya pak Bagas sama siapa kemari?" tanya Daffa.

"Saya kesini bersama istri saya, pak Daffa." jawab Bagas.

"Oh sama istri.." seru Daffa.

"Iya pak Daffa." sambung Bagas.

"Itu istri saya, mah, mama.." Bagas memanggil istrinya.

"Haa.. mama?"

"Iya mas jo, itu ayah, suami saya."

"Atakiwir.., ternyata perempuan yang saya taksir selama ini sudah memiliki suami." Paijo kaget mendengar Eva yang sudah mempunyai suami.

Paijo pun pergi ke dalam rumah untuk menangis, dan ketika Paijo menangis Kamil, Silvy dan Citra yang melihatnya sedang menangis langsung mengejeknya setelah menceritakan semuanya pada anak-anakku di dalam rumah.

"Ternyata seperti ini rasanya patah hati.., kenapa sih saya harus mengalami patah hati, cukup hewan kambing dan sapi yang di kurbankan, jangan perasaan saya yang di kurbankan juga huwaaaa." kata Paijo yang menangis di dapur.

"Mas Kamil.." Citra memanggil Kamil yang akan bertanya pada Kamil.

"Iya dik, ada apa?" tanya Kamil.

"Mas Kamil dengar suara tidak?" tanya Citra.

"Iya mas, tuh ada suara orang nangis, dengar gak?" tanya Silvy juga.

"Iya ya, suaranya dari sini nih dik Citra, dik Silvy.." jawab Kamil.

"Mas, mbak, tunggu.." kata Citra yang ketakutan mendengar Paijo menangis.

"Emm lik jo.." keluh Kamil, Silvy, dan Citra ketika melihat Paijo menangis.

"Apa den mas Kamil, mbak Silvy, mbak Citra? Huwaaaa." tanya Paijo sambil menangis.

"Ngapain disini, ih masa sudah gede nangis sih..?" tanya Kamil juga.

"Jadi gini ceritanya.." jawab Paijo menceritakannya pada Kamil, Citra, dan Silvy.

Empat puluh lima menit kemudian..

"Oh gitu ceritanya." seru Silvy.

"Iya.." sambung Paijo sambil menangis.

"Oh gara-gara patah hati juga ta.." seru Citra juga.

"Iya.." sambung Paijo lagi yang masih menangis.

"Lik jo, gini ya kalau saran Kamil sih lebih baik lik jo ikhlas kan saja dan mengorbankan perasaan yang selama ini lik jo pendam.." Kamil memberikan saran pada Paijo.

"Tapi kan den huwaaaa.." kata Paijo masih menangis.

"Yeh malah semakin kenceng nangisnya.." keluh Kamil.

"Tahu dasar cengeng.." Citra meledek Paijo.

"Cengeng, cengeng, hu.., cengeng, cengeng.." Kamil, Citra dan Silvy mengejek Paijo.