webnovel

Salah Memasuki Restoran Berhantu

Editor: Wave Literature

Aku berjalan dengan langkah tergesa-gesa. Xia Qianyang yang ada di belakang bertanya, "Mengapa kamu terburu-buru?" 

Aku tidak bisa menemukan kata-kata untuk menjawabnya. Saat ini, aku hanya ingin segera sampai ke restoran dan bertemu dengan banyak orang untuk menjaga kewarasanku. 

Aku berjalan dengan cepat dan tak lama kemudian, terlihat kilatan cahaya dari arah sebuah pintu masuk. Aku juga melihat ada beberapa bayangan bergerak dari sela-sela pintu. Aku berlari menuju ke sana dengan penuh harap.

Akhirnya aku sampai ke tempat di mana ada makhluk hidup. Bahkan jika ada hantu sekalipun, aku pikir hantu itu tidak akan berani menampakkan dirinya di hadapan banyak orang. 

Aku membuka pintu masuk. Aku pikir akan ada ratusan orang yang berada di dalam aula untuk mengikuti ritual makan malam bersama dan suaranya akan sangat bising, tetapi aku justru melihat ruangan itu sangat sunyi. 

Ya Tuhan! Seperti inikah restoran yang terletak di desa paling terpencil di negara ini?

Semua orang yang ada di dalam bergerak dengan perlahan. Setiap orang menyantap hidangannya masing-masing dan setiap gerakannya terlihat sangat anggun. Aku bahkan berpikir telah memasuki restoran Barat kelas atas. 

Ini terlalu aneh! 

Aku menarik nafas panjang dan mulai memperhatikan wajah-wajah disitu dengan seksama. 

Orang-orang yang duduk di sekeliling meja, semuanya terlihat seperti mayat hidup. Mulut mereka menutup, mengunyah, dan menelan makanan secara seragam.

Saat aku melihat makanan-makanan itu, aku merasa itu tidak bisa disebut makanan normal pada umumnya. Di atas meja ada bakpao yang sudah berjamur, belalang hijau yang sudah membusuk, dan "orang-orang" itu terlihat makan dengan lahap.

Aku begitu ketakutan hingga tidak bisa berpikir jernih, dan justru disaat seperti itu aku malah tidak sengaja menabrak kursi yang ada disampingku. Kursi itu terjatuh dengan suara yang keras.

"Klontang!" Suaranya menggema ke seluruh ruangan. 

"Orang-orang" yang ada di dalam ruangan itu sontak meletakkan peralatan makanan mereka dan secara serempak memutar kepala mereka dengan sangat tidak wajar, seperti burung hantu, ke arahku. 

Ada pria, wanita, orang tua, dan anak-anak. Mereka semua menatapku tanpa ekspresi. 

Aku mundur beberapa langkah, aku sudah sangat ketakutan sampai kehilangan suaraku. Tanpa sengaja aku menabrak sesuatu yang lembut di belakangku. Aku segera memutar badan dan melihat dua anak perempuan kepala desa sudah berdiri di belakangku. Sejak kapan mereka berdiri di sana? 

"Ini bukan tempatmu untuk makan." Kedua anak itu berbicara dengan sangat pelan. Aku tidak dapat mendengar suara mereka dengan jelas. Suara mereka terdengar aneh, sama anehnya seperti cara "orang-orang" itu makan. 

Untungnya mereka masih tersenyum dan kulit mereka tidak terlihat pucat seperti mayat hidup, jadi aku tahu bahwa mereka bukanlah hantu. 

Aku bergegas mengikuti mereka berdua keluar dari ruangan aneh itu. Aku sangat penasaran dan ingin bertanya mengapa aku bisa sampai di tempat itu dan bagaimana bisa ada begitu banyak hantu berkumpul di satu tempat. Tapi mereka terus berjalan tanpa berbicara sepatah katapun padaku. Apa ada orang yang dengan sukarela memberikan makanan kepada hantu-hantu yang ada di sini? Aneh sekali. 

Aku berjalan sambil memandang kedua gadis itu. Wajah mereka yang begitu dingin dan acuh, membuatku mengurungkan niat untuk bertanya. 

Setelah beberapa saat aku mengikuti kedua gadis itu menuju aula berkabung yang sesungguhnya, aku langsung mendengar suara orang berbincang-bincang dengan keras dan dentingan gelas yang saling beradu. 

Aku benar-benar lega, di sinilah kehidupan makhluk hidup yang sesungguhnya. 

Begitu aku memasuki ruang makan, kedua gadis itu sudah menghilang. Aku tidak mau repot-repot mencari mereka. Aku memperhatikan sekeliling dan aku bisa melihat Xia Qianyang di antara kerumunan orang-orang itu. 

Saat itu, ia sedang duduk di meja bersama seorang gadis berambut panjang yang beparas menarik. Gadis itu menunjukkan senyum malu-malu setiap kali ia berbincang dengan Xia Qianyang. 

Ketika aku melihatnya, aku sedikit kesal. Aku hampir saja memasuki sarang hantu, tetapi ia justru berbincang santai dengan seorang gadis dan tidak mempedulikanku, entah aku hidup atau mati. 

Aku menghampirinya dan menepuk bagian belakang kepalanya. Xia Qianyang menatapku dengan tatapan marah. Ia jelas merasa sangat malu mendapat perlakuan seperti itu di depan seorang gadis. 

"Kemana kamu pergi?" Aku bertanya dengan kesal. 

Xia Qianyang tidak mau kalah, ia juga membentakku, "Aku juga ingin bertanya kemana kamu pergi. Dalam sekejap kamu sudah menghilang tak tahu entah kemana."

Setelah dipikir kembali, memang sepertinya akulah yang berjalan lebih dulu di depannya, sehingga ia tertinggal di belakang, "Saat di perjalanan tadi, apakah kamu melihat ada restoran lain yang lampunya juga menyala terang?" 

Xia Qianyang mengerutkan alisnya, "Tempat ini sangat jauh dari kota dan hanya ada satu restoran di daerah sini. Apa yang terjadi padamu hari ini? Tingkahmu sangat aneh." 

Jantungku rasanya seperti merosot, tentu saja Xia Qianyang tidak bisa melihat restoran hantu itu. 

Sepanjang malam, aku hanya duduk di meja dan tidak menyentuh makanan sama sekali. Aku memikirkan tentang hal-hal aneh yang menimpaku hari ini. Perasaanku tak karuan ketika mengingatnya. 

Xia Qianyang yang duduk di seberangku masih terus berbincang asik dengan gadis itu. Aku tersenyum dan merasa sangat iri melihatnya. Tidak sepertiku, hidupnya tidak pernah mendapat kesialan secara terus menerus. 

Benarkah selama sisa hidupku ini, aku akan terus terlibat dengan roh-roh jahat? Kata-kata guruku kembali menggema di kepalaku.

Setelah acara makan malam selesai, semua orang berpamitan pulang ke rumah masing-masing. Aku meminjam sepeda dan berencana untuk segera pulang ke rumah kepala desa. Sebenarnya perjalanan menuju rumah kepala desa itu tidaklah panjang, tetapi aku tidak berani berada dalam kegelapan terlalu lama. Aku takut kejadian seperti tadi terulang kembali meskipun aku berjalan bersama keluargaku. Aku hanya ingin segera kembali.

Baru saja aku menaiki sepeda, tiba-tiba aku merasakan kursi belakang sedikit bergoyang seperti ada seseorang yang menumpang.