webnovel

Kejadian Aneh Di Pelatihan Militer 3

Editor: Wave Literature

Jantungku berdetak kencang dan kakiku rasanya seberat timah. Seketika itu juga aku lupa bagaimana caranya melarikan diri. 

Tentu saja, aku tidak bisa berlari. Enam hantu kesepian yang terbakar itu saat ini sedang berdiri di depan ruang air dan mengawasiku dengan tenang. 

Aku tidak tahu apa artinya. Mau tak mau aku melangkah mundur dan memperhatikan mereka dengan waspada, "Kalian seharusnya tidak berada di sini. Pergilah ke tempat yang seharusnya."

Mereka masih berdiri diam, seolah tidak mengerti apa yang sedang aku bicarakan. 

Dalam sekejap, keenam prajurit tentara itu menghilang. 

Tiba-tiba, ruang air kembali pulih dengan suara berisik dan menjadi penuh sesak lagi. Aku berdiri di sana dengan bodoh, masih menatap pintu yang mereka lewati.

Aku mendengar suara yang diucapkan dengan takut-takut di sampingku, "Apa yang baru saja kamu bicarakan dengan dirimu sendiri?" 

Aku kembali tersadar dan menoleh ke sampingku. Rupanya Anyi yang sedang berbicara kepadaku. 

"Tidak ada." Aku tersenyum canggung dan menyadari bahwa beberapa orang telah melihat keanehanku dan menatapku dengan bingung.

Baru saja hantu-hantu itu mengambil alih kesadaranku dan tidak ada orang lain bisa melihatnya. Orang-orang jadi berpikir bahwa aku berbicara sendiri dengan gugup. 

Apa yang sebenarnya dilakukan oleh hantu-hantu itu? Sudah beberapa kali mereka muncul di hadapanku. Tidak mungkin hanya ingin menakut-nakutiku saja. 

Berbaring di tempat tidur malam itu, aku tidak bisa tidur dan pikiranku terus melayang entah kemana.

Hanya dua hari setelah aku datang ke pangkalan militer, aku sudah bertemu banyak hal aneh. Tiba-tiba, aku mulai merindukan Bei Mingyan dan pelukannya yang dingin dan menenangkan.

Jika ia ada di sini, aku pasti bisa menjauh dari hal-hal aneh ini. 

Aku tidak tahu kapan aku tertidur, tetapi aku merasa seperti memimpikan orang asing yang sedang berbisik di telingaku. 

Awalnya, kesadaranku benar-benar kabur. Aku pikir suara itu semacam lalat atau nyamuk yang berdengung. Kemudian, secara bertahap aku semakin jelas mendengarnya dan suara itu seperti sedang memanggil namaku. 

"Nona, cepat bangun." 

Sebuah tangan dingin mengguncang pundakku, perlahan-lahan aku membuka mata dan menemukan wajah galak yang berada tepat di depanku.

Aku berteriak dan memperhatikan sekeliling. Aku tidak lagi berada di asrama. 

Setelah mengamati sekitarku, aku menyadari bahwa ini ruang penyimpanan. Aku bersandar di lemari di ruang penyimpanan. 

Aku bersandar! 

Bagaimana bisa aku kesini lagi? Bukankah aku tertidur di ranjangku? Apakah aku tertidur sambil berjalan? 

Saat mendongak, aku melihat ada enam sosok aneh berseragam militer berdiri di depanku.

Aku segera menyadari bahwa itu adalah prajurit yang telah terbakar sampai meninggal.

Sebelum aku bisa membuka mulut, aku melihat salah satu wajah para prajurit mulai berputar. Aku sangat takut sehingga aku berdiri dengan cepat dan mundur beberapa langkah.

Segera, aku menyadari bahwa ia tampaknya berusaha untuk mengeluarkan senyum untukku, namun karena wajahnya terbakar sepenuhnya, daging merahnya menjadi kencang dan matanya tertekan ke celah kecil membuatnya tampak mengerikan.

"Aku benar-benar minta maaf telah membuat Anda takut sebelumnya."

Aku mengerutkan kening. Prajurit-prajurit hantu ini adalah prajurit terlatih sebelum mereka meninggal, tetapi mereka sangat sopan kepada orang-orang.

Namun, meskipun aku tahu bahwa mereka adalah prajurit tentara, aku masih tetap merasa ngeri dengan keenam wajah yang telah rusak oleh api ini. 

Tentara itu melanjutkan, "Kami berenam adalah prajurit dari kompi ketiga, peleton kedua dan pasukan pertama dari wilayah militer kelima. Untuk memadamkan api di ruang penyimpanan ini, tanpa disangka kami justru ikut terbakar. Aku tidak berharap Anda melihat kami. Itu benar-benar luar biasa!"

Luar biasa apanya? Aku hampir saja mati ketakutan karena mereka. Jantungku saja rasanya sudah mau lepas. 

Setelah beberapa saat, ia tampak ragu-ragu untuk bertanya, "Bisakah saya menanyakan sesuatu kepada Anda?" 

"Tentang apa?" 

Aku menjawab dengan enggan.

Ia menghela nafas dan memandangi beberapa rekan seperjuangannya. Tampaknya mereka memiliki beberapa kesulitan yang tak terkatakan. Aku menduga mereka pasti telah kehilangan keinginan terakhir atau memiliki keluhan di hati mereka. Kalau tidak, mereka tidak akan mungkin berada di sini selama beberapa tahun.

Ia berkata dengan suara yang dalam, "Api tiga tahun lalu bukan kecelakaan, tapi pembakaran yang disengaja."

Pembakaran yang disengaja? Penghancuran properti militer bisa dihukum. Siapa yang berani melakukannya?

Ia tertegun sejenak, tetapi menolak untuk mengatakan apa-apa lagi. Rekan-rekannya mendorongnya dan berkata dengan suara keras, "Apa yang kamu takutkan! Kita semua sudah mati. Bahkan jika kita mengatakannya, apa yang bisa dia lakukan pada kita!"

Para prajurit tentara yang lain menoleh ke arahku dan berkata, "Bukan orang lain yang membakar, melainkan instruktur yang saat ini melatih di kelas Anda."

"Hah?" Aku sangat terpana dengan penjelasannya, aku memberanikan diri untuk bertanya, "Mengapa dia membakarnya?" 

"Dia hanya kaki tangan yang diperintahkan oleh kepala."

"Ya, kepala adalah komandan kompi pasukan kita."

Seorang prajurit lain yang dipenuhi oleh amarah berkata, "Beberapa dari kita secara tidak sengaja mengetahui rahasia dari komandan kompi. Jadi dia dengan sengaja mengirim kami ke ruang penyimpanan untuk memadamkan api. Atas nama memadamkan api, ia membunuh kami dan memberi kami sebuah peringatan palsu!"

Beberapa tentara berkata kepadaku dengan sangat bersemangat. Ketika aku mendengarnya, aku menyela mereka dan bertanya, "Jadi, apakah kalian di sini untuk membalas dendam?"

"Tidak," salah satu prajurit itu menatapku dan dengan ringan menjelaskan, "Kami ingin meminta Anda untuk pergi ke gudang senjata dan membantu kami mendapatkan senjata kami kembali."

Benar-benar lelucon! Membobol gudang senjata militer dan mencuri?

Itu sangat mudah dilakukan oleh hantu macam kalian! Kenapa kalian tidak pergi sendiri saja! 

"Tidak!" Aku menolak dengan tegas. 

Ketika aku bangkit untuk pergi, seketika aku merasakan sekelilingku berubah menjadi gelap. Tanpa diduga semua pria itu jatuh ke tanah dan detik setelahnya kesadaranku hilang seketika. 

Entah sudah berapa lama akhirnya kesadaranku pulih. Saat aku membuka mata, tampaknya ada sepotong logam di depanku yang sangat menyilaukan. 

Aku melihatnya dengan seksama dan tertegun untuk beberapa saat. Di depanku ada deretan senapan mesin lima atau enam yang tertata rapi dan semua itu terkunci dalam kabinet kaca yang transparan. 

Bahkan jika aku menebak-nebak saja, aku dapat menyimpulkan bahwa ini adalah senjata yang ingin dibawa oleh enam hantu tentara ini.

Ada lampu gantung di atasnya yang menyinari keenam hantu dari salah satu sisi. 

Ketika pemimpin hantu tentara itu melihatku bangkit, ia kehilangan kesabarannya lalu berkata, "Aku ingin kamu membuka brankas ini dan menemukan enam senjata kami." 

Dari kata-katanya yang dingin terdengar nada memerintah dan sudah tidak ada lagi kesopanan seperti sebelumnya. 

Maksudku, kalian sekarang memiliki kuncinya, tidak bisakah kalian membukanya sendiri? 

Ketika aku melihat brankas itu lagi, aku memperhatikan setiap pistol dan gagangnya digantung dengan kunci emas kecil. Aku berpikir hantu-hantu ini pasti takut pada benda-benda logam, jadi mereka tidak berani mengambilnya sendiri. 

"Kalian ingin senjata ini untuk apa?"Aku bertanya. 

"Tidak ada hubungannya denganmu!" Prajurit hantu itu berbicara dengan tidak sabar.

Aku merasa sedikit janggal. Apakah mereka menginginkan senjata ini untuk membalas dendam? Tetapi sebagai hantu, setidaknya mereka setingkat dengan hantu bayangan. Mereka juga memiliki kekuatan. Apakah mereka masih butuh senjata untuk balas dendam? 

Salah satu prajurit hantu itu menjadi sangat marah. Ia mendorongku dan berteriak, "Jangan bicara omong kosong, cari saja!"

"Berapa nomor identitas kalian?" Aku bertanya dengan nada dingin, lalu bangkit dan berjalan menuju brankas. 

Tetapi mereka justru saling memandang dan tidak berbicara untuk waktu yang lama. Padahal pertanyaan yang aku ajukan adalah pertanyaan yang biasa. 

Dalam ketentaraan, satu orang dan satu senjata semuanya memiliki angka yang tetap sesuai identitas masing-masing. 

Setelah beberapa sesaat, salah satu hantu tentara itu akhirnya membuka suara dengan tergagap, "Kami lupa. Kamu bisa menemukannya dengan melihat namanya."

Aku terkejut. 

Tidak butuh waktu lama menyadari bahwa enam hantu yang menyebut diri mereka prajurit tentara bukanlah tentara di sini!