webnovel

Bersedia Menjadi Istriku

Editor: Wave Literature

Seluruh tubuhku menjadi tegang, tapi aku berpura-pura tertawa, "Masalah apa yang harus kita bicarakan." 

Pelukannya semakin erat dan ia terus menatapku tanpa henti. "Kau sudah memanggilku suami. Apakah kamu masih belum mau mengakui hubungan kita?"

Aku pun menjawab, "Aku tahu kamu sudah menyelamatkanku dan aku sungguh berterima kasih padamu dari lubuk hatiku yang terdalam. Tapi bagaimana aku bisa menikahimu? Kamu adalah hantu, dan aku seorang manusia. Kita hidup di dua dunia yang berbeda."

Pria itu tidak merespon apapun. Aku menghela nafas dan melanjutkan perkataanku, "Lagi pula, aku tidak mengetahui namamu. Bagaimana aku bisa menikah dengan laki-laki yang namanya pun aku tidak tahu." 

Ia tampak tertegun, lalu dengan perlahan berkata, "Bei Mingyan."

Bei Mingyan? Belum pernah aku mendengar nama seseorang seperti itu. Namanya sungguh langka. 

Aku cukup yakin aku tidak mengenalnya. Lalu aku memberanikan diri untuk menanyakan hal yang selama ini menjadi pertanyaan terbesarku. "Mengapa kamu selalu mengikutiku?"

Bei Mingyan menyeringai dan berkata, "Kamu terlahir dengan kekuatan Yin yang memberimu keabadian. Bukan hanya aku, tapi semua roh-roh jahat lain yang ada di dunia ini sedang mengincarmu. Kamu baru saja beranjak dewasa bukan? Itu lah sebabnya mereka memperebutkanmu."

Aku sangat terkejut. Benarkah perkataanya? Aku sedang diincar oleh roh-roh jahat?

"Namun semua masalah itu akan teratasi." Bei Mingyan berbisik di telingaku dengan suaranya yang merdu. "Jika kamu menikah denganku, maka tidak akan ada roh jahat yang berani mengganggumu." 

Aku menggelengkan kepala. Aku tidak mungkin menikahinya, dia adalah seorang hantu! Aku juga tidak tahu asal usul pria tersebut.

Karena membicarakan tentang hantu, aku kembali teringat dengan kejadian mengerikan yang baru saja aku alami. Aku menatap Bei Mingyan dengan seksama.

Semakin lama aku memandangnya, semakin tampan dirinya di mataku. Bagaimana bisa ada hantu yang begitu tampan? Bukankah seharusnya hantu itu berwujud seperti mayat hidup yang ada di restoran itu? 

Tetapi Bei Mingyan sangatlah tampan seperti malaikat yang datang dari surga. Ia begitu tampan sampai aku hampir lupa bahwa ia adalah seorang hantu. 

Tidak, aku menggeleng-gelengkan kepalaku untuk mengusir pikiranku yang tak karuan. Bagaimana bisa aku terpesona oleh ketampanannya? Bukankah itu hanya iming-iming semata? Ia memang tampan tapi dia itu adalah roh jahat. 

Perlahan-lahan aku melepaskan diri dari pelukannya dan sekali lagi mengungkapkan rasa terima kasihku. "Kamu sudah menyelamatkanku dan saudaraku, dan aku sangat berterima kasih untuk itu. Jika suatu saat nanti kamu membutuhkanku, datang saja. Aku akan membantumu sebisa mungkin." 

Aku memalingkan wajahku dan menghampiri Xia Qianyang. Aku merangkul dan mencoba mengangkat tubuhnya, namun tubuhnya yang besar dan berat membuatku kewalahan.

"Aku akan mengantarmu."

Bei Mingyan menghampiriku dan mengambil alih tubuh Xia Qiangyan dariku.

Aku melihatnya tanpa berkata apapun dan membiarkannya membawa tubuh Xia Qianyang karena ternyata aku tidak cukup kuat untuk mengangkat tubuhnya.

Sepanjang perjalanan, aku mengira Bei Mingyan akan kembali membujukku untuk menikahinya. Tapi ia justru diam di sepanjang jalan. Benar-benar di luar dugaanku.

Bei Mingyan memanggul tubuh Xia Qiayang di bahunya dan memegangnya dengan erat agar tak terjatuh. Sedangkan tangannya yang satu lagi menggenggam tanganku. Beberapa kali aku mencoba melepaskan diri namun gagal. Tenaganya terlalu kuat untuk bisa kulawan.

Aku tidak mau mengakuinya, tapi saat jarinya yang dingin menyentuh telapak tanganku, aku tidak merasa kedinginan sama sekali. Kehangatannya membuatku merasa tenang dan aman. 

Benar seperti yang dikatakan Bei Mingyan. Selama ia berada disebelahku, nampaknya tidak ada hantu lain yang berani mendekatiku. Tidak terjadi apapun selama perjalanan kembali ke rumah kepala desa. 

Sesampainya di rumah kepala desa, Bei Mingyan langsung membawa Xia Qiayang ke kamarnya dan merebahkannya di atas kasur. Dia juga tak lupa untuk menyelimuti adikku.

Aku tak tahu harus bagaimana tanpanya.

Malam itu, langit tertutup oleh lapisan awan tipis. Dari jendela kamarku, aku menyaksikan Bei Mingyan pergi meninggalkanku. 

Setelah berjalan beberapa langkah, ia berhenti dan berbalik menghadapku. Dengan senyumnya yang mempesona ia berkata, "Suatu saat nanti, kamu pasti akan bersedia menjadi istriku."