Ada yang berbeda dengan tampilan sebuah restoran Italia malam ini. Tidak seperti malam biasanya, terdapat banyak sekali dekorasi dari bunga menghiasi interior restoran itu. Memang malam ini sangat spesial. Seorang yang memiliki banyak uang sudah menyewa restoran itu untuk acara pribadinya. Restoran itu tidak melayani pelanggan lainnya. Khusus malam ini, akan ada sebuah perayaan yang akan diselenggarakan di sana.
Jeff Egan Bastian, seorang milyuner muda tampak gagah dengan tuksedo warna biru tuanya. Wajahnya yang tampan dengan tubuhnya yang tinggi serta bugar itu terlihat gagah berjalan masuk ke restoran. Dia menganggukkan kepalanya berulang kali pertanda puas kalau staf dan manajer restoran itu sudah melakukan apa yang diinginkannya.
Segaris senyuman tersungging di bibirnya. Berulang kali ia melirik jam tangan mewahnya untuk memastikan kalau waktunya akan sebentar lagi. Sambil berdehem gugup dia merapikan jasnya. Lalu dia merogoh saku jasnya memastikan benda itu ada dan aman berada di sana.
Malam ini akan menjadi malam yang bersejarah sepanjang hidupnya. Dia akan melamar gadis pujaannya. Jeff merasa yakin kalau malam ini adalah malam yang tepat untuk meminang kekasihnya yang sudah dia pacari selama tiga tahun terakhir ini.
"Elisa, maukah kau menjadi Nyonya Jeff Egan Bastian!" Jeff ke sekian kalinya mengucapkan kalimat itu sebagai latihan.
"Ah tidak! tidak! Itu bukan kalimat yang tepat sepertinya," ralat Jeff yang merasa tidak puas dengan kalimat lamarannya itu. Lalu dia pun berpikir sejenak untuk mencari kata-kata yang pas sebagai lamaran untuk Elisa.
"Bertemu denganmu bukan sebuah keberuntungan tetapi adalah anugerah Tuhan untukku. Izinkan aku untuk membahagiakanmu juga hingga akhir waktumu. Apakah kau bersedia?" Kali ini kalimatnya lebih panjang dari sebelumnya. Tapi sejenak, Jeff menggelengkan kepalanya lagi.
"Kamu adalah alasanku tersenyum. Kamu adalah semangatku mencapai kesuksesan. Segala yang kulakukan adalah tentang kamu. Jangan buat aku hancur dengan menolakku malam ini. Jadilah istriku. Jadilah matahari di dalam rumahku selamanya."
"Ahhhh, bagaimana aku bisa melamarnya. Aku benar-benar tidak bisa mengatakannya secara langsung. Haruskah aku mencari kalimat romantis untuk lamaran di internet?" batin Jeff segera meraih ponselnya di atas meja. Lalu dia berselancar mencari-cari kalimat romantis untuk melamar seorang gadis.
Hampir dua puluh menit dia memainkan ponselnya. Sampai akhirnya Jeff sadar kalau Elisa belum datang. Kenapa dia sangat terlambat?
Jeff kemudian mencoba menghubungi nomor ponselnya untuk mengetahui keberadaannya. Lima detik kemudian dia menarik napas berat. Nomor ponsel Elisa ternyata tidak aktif.
Jeff menatap ke arah pintu masuk restoran. Siapa tahu Elisa sudah datang. Tapi, Jeff tidak menemukan Elisa di sana. Ia mulai resah karena ini sudah hampir satu jam dari janji waktu mereka sepakati. Sekali lagi Jeff mencoba menghubungi nomor Elisa.
"Apa ia terjebak macet?" batin Jeff menyimpulkan keterlambatan Elisa.
"Tapi, kenapa ponselnya tidak aktif!" gerutu Jeff. Dia sangat kesal jika nomor ponsel Elisa tidak aktif. Bukan karena dia posesif. Tetapi, kalau ada janji bertemu seperti ini, seharusnya nomor ponselnya harus tetap menyala.
Jeff menghela napas panjang. Dia gelisah karena tidak tahu apa Elisa akan datang atau tidak. Apakah dia tidak tahu kalau malam ini adalah malam yang sangat dia tunggu-tunggu. Malam ini adalah malam yang tepat untuk melamarnya setelah tiga tahun menjalin hubungan asmara.
"Mana mungkin dia lupa janji untuk makan malam denganku malam ini," sungut Jeff berusaha untuk tetap tenang meski pikirannya sudah berpikiran buruk.
Seorang pelayan restoran datang mendekat. Jeff mengangkat wajahnya dari layar ponsel dan menoleh.
"Tuan, untuk memastikan kembali. Para pemain musik sudah standby dan menunggu perintah Tuan untuk bermain. Apakah sudah ada kepastian pasangan Tuan kapan tiba?" tanya pelayan itu dengan ramah.
Jeff hanya bisa tersenyum kaku pada pelayan restoran. Meskipun dia tidak merasa sayang dengan uang yang dia keluarkan untuk acara malam ini, tetapi dia merasa malu jika sampai acara itu gagal karena wanitanya tidak datang. Mau ditaruh dimana wajah Jeff Egan Bastian. Secara tidak langsung lamarannya ditolak karena wanitanya tidak datang.
"Tunggu sepuluh menit lagi. Aku juga tidak bisa menghubunginya. Mungkin ponselnya habis baterei. Kalau sepuluh menit dia tidak datang. Hmm – sayangnya acara ini kita batalkan."
"Tapi Tuan, kalau acara lamarannya batal. Uang pembayarannya tidak bisa dikembalikan," ucap manajer restoran yang segera datang juga menghampiri.
"Tidak apa-apa. Itu tidak jadi masalah," sahut Jeff santai. Kegelisahannya bukan uangnya yang sudah keluar banyak. Tetapi gengsi dan harga dirinya sebagai seorang pria yang dia taruhkan saat ini.
"Kalau begitu, kita akan menunggu selama sepuluh menit lagi!"
Jeff menganggukan kepalanya. Dia kembali lagi menatap jam yang melingkar di lengan kirinya yang kekar. Setelah melihat waktu yang sudah ia habiskan menunggu kedatangan Elisa, rasanya Jeff kali ini harus benar-benar menyimpulkan alasan kenapa Elisa belum datang.
Jeff kemudian baru ingat kalau Elisa memiliki seorang teman dekat,namanya Nadia. Jeff segera menelepon nomor kontak orang itu. Nada sambung langsung terdengar ketika Jeff menelepon. Setelah nada sambung ketiga, Nadia mengangkatnya.
"Halo Nadia."
"Halo Jeff, ada apa kau meneleponku?" tanya Nadia.
"Aku tidak bisa menghubungi nomor Elisa. Apa kau tahu sekarang dia dimana?" tanya Jeff.
"Elisa – Jeff apa Elisa tidak memberitahumu?" Pertanyaan Nadia langsung membuat Jeff mulai membuat hati Jeff seperti menyusut.
"Memberitahu tentang apa?" tanya Jeff mulai merasa tidak enak.
"Tadi sore dia terbang ke Jepang. Salah satu produser film Hollywood memintanya datang untuk ikut casting."
"Apa?? Ke Jepang. Kapan?" tanya Jeff merasa dipermainkan.
"Penerbangan sore tadi jam empat, aku pikir dia sudah memberitahumu."
Rasanya Jeff ingin berteriak kesal. Kenapa informasi sepenting itu Elisa tidak memberitahunya dari awal. Mungkin kalau dia tahu, dia tidak akan membuat reservasi restoran malam ini.
"Jeff, dia baru saja mendapat kabarnya jam dua siang. Jadi, dia mungkin tidak sempat memberitahumu," sahut Nadia. Dia mungkin merasa tidak enak hati pad Jeff karena Elisa tidak memberitahu keberangkatannya ke Jepang.
"Hmm, baiklah. Terima kasih. Mungkin dia terburu-buru sampai lupa tidak memberitahu pacarnya sendiri," timpal Jeff dengan nada sarkas.
"Kau tahu kan Jeff, dia sangat berambisi untuk bermain film di luar?" tanya Nadia.
Jeff menghela napas dalam-dalam. Berusaha menahan sesak sekaligus berusaha menahan sabar karena Elisa tidak bisa menyempatkan sedikit waktu untuk memberinya pesan SMS atau meneleponnya sebelum dia berangkat ke Jepang.
"Ok Nadia. Terimakasih!" Jeff langsung menutup sambungan teleponnya.
Wajah Jeff yang tadinya semringah dan bersemangat menyambut Elisa, kini wajahnya menjadi muram dan mendung. Hatinya merasa sakit karena Elisa mementingkan dirinya sendiri. Dia lupa kalau malam ini adalah malam anniversary mereka yang ketiga. Meski Jeff akui, kalau Elisa tidak tahu kalau malam ini dia akan melamarnya.
Setelah cukup dia menormalkan syaraf yang tegang serta pikiran yang kacau, Jeff beringsut dari kursinya dan berjalan gontai menuju pintu keluar. Staf dan manajer restoran yang mengawasi dari jauh segera berlari menyusul.
"Tuan, apa yang terjadi?" tanya manajer restoran itu.
Jeff menepis tangan manajer yang menahan langkahnya. "Acaranya batal. Jadi segera bereskan semuanya ini!" titah Jeff sambil menahan rasa kesalnya.
"Tapi Tuan. Sayang sekali. Kita sudah menyiapkan menu makanan dan minuman terbaik restoran ini. Uang yang Anda–"
Belum selesai manajer restoran itu berbicara, Jeff langsung memotongnya, "Aku tahu, aku tidak akan mengajukan pengembalian uang. Terserah kalian mau apakan makanan dan minuman itu!" jawab Jeff acuh. Dia segera melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti tadi.
Entah kenapa, meski dia gagal melamar malam ini. Rasanya hati Jeff sedikit terluka padahal Elisa belum tentu menolak lamarannya. Tapi, hati Jeff melebihi sakitnya ditolak. Sebagai seorang kekasih, seharusnya Elisa tidak seperti itu padanya. Dia mengabaikan keberadaan dirinya di hari penting seperti ini. Jeff tahu kalau Elisa ke Jepang demi impiannya. Tetapi ia tidak akan sesakit hati ini jika Elisa memberitahunya lebih dulu. Bukan seperti ini, dia tahu dari orang lain. Hubungan macam apa seperti ini.
Meski Jeff tidak meminum alkohol malam ini, tubuhnya terasa limbung. Dadanya terasa sakit karena perlakuan Elisa yang tidak menghargainya. Dengan langkah yang payah karena kesal dan marah beradu di dalam hatinya, Jeff berusaha menjangkau mobilnya di tempat parkir.
Tiba-tiba seseorang muncul dengan terburu-buru membawa kotak kue. Alhasil karena keduanya sama-sama tidak memperhatikan jalan mereka. Mereka pun bertabrakan. Kue yang dibawa orang itu jatuh mengenai celana dan sepatu yang dipakai Jeff.
"Astagaa! Kuenya!" pekik orang itu kaget. Ternyata dia seorang gadis yang bekerja di restoran itu.
"Hei Kau! Apa kau tidak punya mata!" bentak Jeff marah. Dia sudah mengalami hari yang buruk, kenapa dia harus menabrak seseorang yang membawa kue. Jeff melirik orang itu dengan marah. Seorang gadis muda berkepang dua memakai seragam restoran menatapnya dengan wajah ketakutan.
"Aku sedang terburu-buru karena kue ini harus segera dibawa ke dalam. Ini adalah kue perayaan aniversary dan juga lamaran. Aduh bagaimana ini? Pelanggan itu pasti marah. Aku juga pasti akan dimarahi manajer restoran!" Gadis itu tegang dan panik. Dia sama sekali tidak tahu kalau pelanggan yang dimaksud adalah orang yang berada di depannya.
Jeff tidak peduli dengan kecemasan gadis itu. Dia sudah tidak bisa berlama-lama di sini. "Pergi dari hadapanku!" Jeff kemudian menyingkirkan kue yang tersisa di sepatunya dengan kasar.
"Hei Tuan, ini bukan sepenuhnya salahku. Tuan juga salah karena tidak melihatku. Jarak pandangku ke depan terbatas karena tertutup kue. Seharusnya Tuan yang memperhatikan jalan!" Gadis itu rupanya ingin membela diri.
"Kau harus tanggungjawab. Aku tidak mau dipecat karena ini!" sahut gadis itu menuntut.
"Apa kau bilang! Hey … jangan membuat hariku bertambah buruk! Menyingkir dari hadapanku!" gertak Jeff mendorong tubuh gadis itu agar tidak menghalangi jalannya.
Cukup sudah Elisa membuat dirinya kesal, jangan sampai gadis itu juga ikut membuat hatinya menjadi tambah kesal dan jengkel. Jeff kemudian berjalan lagi tak menghiraukan tuntutan gadis itu.
"Luna!!!!"
Sebuah teriakan terdengar. Jeff tahu itu suara manajer restoran. Ia menuju mobilnya dan masuk ke dalam mobil dengan amarah bergejolak. Dia tidak peduli dengan gadis itu. Tidak ada waktu untuk mengurus itu semua. Hatinya, dan pikirannya sekarang terganggu.
Halo para pembaca. Ini buku Van yang baru. Semoga bisa menghibur. Dan jangan lupa untuk memberikan review bintang lima dan tambahkan favorit ke rak buku kalian.
Terima kasih dan selamat membaca!