webnovel

Soulless Heart

Rain Silverheart, seorang pemuda Half-Human, Half-Elf, terpaksa kembali menghadapi masa lalu yang kejam, mengulang semuanya kembali dari awal demi menyelamatkan semua orang, terlebih separuh jiwanya 'Caitlin Charlotte'. Jalan yang dia pilih tidaklah mudah, bagai neraka hidup, terus menyiksa dia dengan berbagai rasa sakit. Namun, demi keselamatan mereka, dia rela melalukan semua itu, bahkan mengulang lagi dan lagi demi meraih impian yang ia cita-citakan. Seorang pemuda yang berniat menukar nyawa sendiri demi keselamatan tiap orang, melawan takdir dan meratakan sebuah benua. Hanya dapat terselamatkan dengan sebuah artefak kuno, Soulless Heart yang memiliki bayaran besar. Apakah artefak tersebut akan menyelamatkannya atau justru membuat hidup bagai ruang hampa tanpa perasaan? Dan mampukah dia menguak misteri kemunculan para Ravagers? Apakah dia akan dapat bertahan dengan seluruh kejadian mengerikan yang terjadi di sekitarnya? Satu-satunya jalan hanyalah terus melangkah maju..

Jayzentz · แฟนตาซี
เรตติ้งไม่พอ
13 Chs

Chapter 4

Yang terjadi berikutnya, sulit untuk diikuti oleh mata telanjang. Kedua remaja itu bergerak dengan kecepatan tinggi, namun raksasa batu pun tak kalah cepatnya. Dentingan pedang dan kapak, serta tinju keras yang saling beradu memenuhi lapangan. Suara-suara tersebut terdengar makin cepat dan keras seiring tiap serangan hingga pertarungan mereka membuat tanah di sekitar hancur, retak juga hangus.

Raksasa batu meraung marah ketika hanya sedikit serangannya yang berhasil masuk, sementara dua remaja itu sudah memberi bekas tak sedikit pada tubuh batunya yang keras. Ia melompat menjauh, mengeluarkan seluruh kekuatan dalam tubuh hingga mata ungu miliknya bercahaya terang dengan aura keunguan keluar dari dalamnya. Kini, tubuh dia tak lagi hanya berupa batu, namun juga dilindungi oleh kristal ungu yang tampak mencuat ke berbagai arah. Kapaknya juga ikut berubah, tak lagi cuma sebuah kapal besi besar biasa, tetapi penuh akan retakan yang mengeluarkan cahaya ungu terang. Bahkan rok sebatas lututnya ditumbuhi kristal. Ia meraung sekali lagi, lalu menatap dua remaja di depan dengan dingin.

Baru saja akan bertindak, raksasa batu sudah memukulkan kapak ke tanah, menciptakan retakan besar dan panjang yang ketika telah dekat dengan mereka, memunculkan bongkahan kristal ungu, menghantam kuat dada Kevin serta Rain yang telah memasang lingkaran sihir, tetapi tetap hancur, mengirim mereka terbang ke belakang dengan bunyi keras ketika terbanting di tanah.

Kevin dapat merasakan kekerasan kristal ungu tersebut, meringis nyeri ketika dadanya berdenyut-denyut. Ia tersentak, lalu menoleh pada Rain yang sedang berusaha bangkit berdiri sambil terbatuk-batuk memuntahkan darah. Kevin yakin, setidaknya tulang Rain ada yang patah dan menusuk paru-paru.

Raksasa batu melangkah mendekat dengan pelan, seakan memberi mereka kesempatan untuk memulihkan diri sekaligus menunjukkan bahwa dirinya superior di banding mereka. Kapaknya diseret di samping, menciptakan jalur panjang di tanah yang kemudian memancarkan cahaya ungu lemah, tampak redup-terang seperti denyut jantung pelan.

Begitu dekat dengan mereka, ia meletakkan kapak di atas pundak, membuat bola ungu bercahaya di atas telapak tangan kiri, kemudian menghantamkannya ke dalam tanah. Saat bongkahan kristal kembali muncul bagai ombak besar, Rain memfokuskan mana pada lingkaran sihir keemasan besar yang ia harapkan kini dapat melindunginya serta Kevin, meski berarti kapasitas mana berkurang banyak.

Lingkaran sihir itu berhasil bertahan, awalnya. Namun, ketika raksasa batu menggeram dan mengerahkan lebih banyak kekuatan hingga tiap kristal pada tubuh juga mata ungu miliknya bercahaya terang, lingkaran sihir Rain pecah dengan bunyi memekakkan telinga, meski Rain telah berusaha mempertahankannya sembari berteriak keras.

Ledakan gelombang energi yang dihasilkan, mementalkan kedua remaja itu ke belakang sekaligus menghapus habis monster yang dihadapi Ryan dan Alex, mengubah mereka menjadi sekumpulan abu bersemu. Tetapi, raksasa batu masih berlutut di tempatnya, tampak tidak terpengaruh sama sekali, menatap Kevin serta Rain yang tak lagi memiliki energi untuk melawan.

Wakil Komandan berlari mendekat, lalu memukul-mukul barrier sambil memerintahkan Rain untuk membukanya. Darah Sang wakil mendidih menyaksikan raksasa batu yang sudah tahu dirinya akan tetap menang, namun masih saja meladeni usaha dua remaja yang bahkan jauh lebih lemah darinya.

Raksasa batu menyadari itu, tahu dua orang di depannya bahkan tak lebih kuat dari bawahannya yang kini berada di tempat lain. Di mata wakil Komandan dan semua orang yang menyaksikan, mungkin dia terlihat seperti seorang pengecut, bermain-main dengan dua remaja yang telah mengerahkan upaya terbaik mereka meski tahu tak ada kesempatan menang. Keteguhan hati itulah yang membuat ia ingin mengetes sampai manakah mereka dapat bertahan. Jika mereka melarikan diri, mereka hanyalah pengecut yang tak pantas dibiarkan hidup. Namun tidak. Mereka tetap bertahan, mempertaruhkan segalanya. Sosok yang mungkin dapat membantu dirinya dan kaumnya.

Kevin terhuyung-huyung ke belakang, lalu menghentakkan kaki sambil menggertakkan gigi untuk meraih keseimbangan. Seluruh tubuhnya terasa nyeri dan sulit digerakkan. Matanya menajam ketika melihat raksasa batu masih tampak baik-baik saja setelah menerima ledakan energi kuat tadi. Tangan Kevin terkepal kuat dengan amarah, lebih ke dirinya sendiri karena belum cukup kuat untuk memberikan luka berarti pada sosok menakutkan sekaligus mengagumkan di depan.

Ia tersentak kaget mendengar Rain yang terbatuk-batuk dengan darah segar mengalir turun dari kedua sisi mulut. Sahabat- Saudaranya itu bangkit berdiri, memuntahkan darah kemudian mengusap mulut dengan punggung tangan.

"Tak perlu memperlihatkan raut wajah itu Vin, kita belum kalah"

Sebelum Kevin dapat membalas, Rain mengangkat tangan kanan sejajar dengan mata, kemudian menjentikkan jari.

Hanya dalam jeda kurang dari sedetik, tiap bekas sayatan pedang pada tubuh raksasa batu mengeluarkan api membara yang telah dikerahkan seluruh sisa mana untuk membuatnya mencapai tingkat First Purple Core, sesuatu yang sangat berbahaya tak hanya bagi lawan namun juga si pemilik tubuh. Kehabisan mana sama saja dengan kehilangan kemampuan sihir.

Dari balik kristal ungu miliknya, dapat terlihat cahaya kemerahan makin membesar, berkobar-kobar seolah melambangkan semangat Rain yang takkan pernah padam.

Raksasa batu tersenyum. Dugaannya memang tidak pernah salah.

Kristal-kristal ungu tersebut mulai retak, tak ada tanda-tanda raksasa batu ingin memulihkan diri atau mengerahkan serangan terakhir. Dia terlihat telah menyerahkan diri pada keadaan padahal seharusnya dia masih dapat bertahan meski terluka parah.

Rain merasa ada yang janggal. Semua ini berlalu terlalu cepat. Seharusnya masih ada perlawanan terakhir atau semacamnya. Mengapa raksasa batu menyerah begitu saja? Apakah dia hanya mengulur waktu? Namun mengapa?

Semua pertanyaan itu membuat Rain ragu. Ia tidak ingin membunuh tanpa alasan. Sebenarnya, dia bahkan tak ingin membunuh jika ada jalan lain. Tetapi, begitu akan menurunkan tangan, raksasa batu tiba-tiba meraung keras dan reflek Rain menutup ibu jari layaknya menekan sebuah tombol.

Ledakan tersebut memenuhi area di dalam barrier dengan api, asal serta kristal yang beterbangan. Tanah bergetar hebat disertai suara menggelegar. Angin kencang tercipta dan berhasil melewati barrier hingga tiap orang terdorong beberapa langkah sembari melindungi mata. Kemudian, gelombang energi kuat menyusul, mementalkan semua orang ke belakang dengan kekuatan dahsyatnya yang cuma dapat terjadi jika kapasitas mana milik raksasa batu masihlah banyak. Gelombang energi tersebut bahkan berhasil memberi bekas dalam seperti disayat pada dinding di sekitar dan menghancurkan kaca-kaca serta tiap peralatan dari kayu.

Begitu barrier menghilang, asap perlahan membumbung tinggi, bersatu dengan udara, memperlihatkan empat remaja terbaring lemas di mulut kawah. Tampak cahaya keemasan di luar tubuh mereka, tanda Rain masih sempat menggunakan Light Element untuk melindungi mereka.

Wakil Komandan memerintah prajurit untuk segera memberi pertolongan serta mengawasi lubang ungu untuk berjaga-jaga jika ada penyerangan selanjutnya. Ia merasa malu sebagai seorang ksatria, membiarkan empat laki-laki ini menghadapi situasi berbahaya sekaligus bangga pada mereka.

Ksatria yang terkenal dingin dan memukau itu, melangkah mendekati Rain yang tampak sedang tidur pulas meski dengan noda darah serta wajah yang kotor. Raut wajahnya sama sekali tidak tampak seperti seseorang yang baru saja melewati pertarungan intens antara hidup dan mati. Charlotte berlutut di samping, menyibakkan rambut pirang kecoklatan dari dahinya kemudian tersenyum. Sesuatu yang sangat jarang terjadi hingga anak buah dia diam di tempat, terpukau akan senyuman lembut tersebut sambil bertanya-tanya, apa yang terjadi.

Semenjak hari itu, gosip mengenai ksatria dingin berhati es mulai tersebar di seluruh daratan kerajaan Indenar. Alasan mengapa orang-orang sangat bersemangat akan hal ini adalah karena Charlotte atau wakil Komandan pasukan khusus kerajaan dikenal akan sifat dinginnya terhadap semua orang, bahkan raja serta ratu sekalipun. Namun, dia tak pernah mendapat masalah akan hal tersebut, sebab sudah menjadi rahasia umum mengapa seorang perempuan dengan kecantikan yang terdengar sampai kerajaan-kerajaan tetangga, memiliki tatapan sedingin es dengan hati yang benar-benar beku. Semua orang tahu berapa banyak ia menolak pinangan bahkan undangan para pangeran, ksatria, orang-orang penting uang menjadi pujian para wanita. Belum termasuk yang ditolak mentah-mentah di depan umum.

Tetapi, untuk pertama kali, senyuman tersebut terlihat. Dan layaknya seorang wanita cantik memukau, tiap anak buah yang melihat kesempatan sekali seumur hidup itu, jatuh cinta padanya, sekaligus sadar bahwa senyuman itu dapat mereka saksikan berkat seorang pemuda asing. Kenyataan memang menyakitkan.

Namun, tak dapat mengalahkan rasa sakit yang dirasakan oleh Rain sejak siuman. Bukannya mendapat rasa terima kasih atau pujian, ia mendapat banyak kebencian serta ancaman. Belum lagi undangan para pangeran dan ksatria yang menantangnya untuk berduel dengan alasan 'Membuktikan siapa yang layak bagi Charlotte'.

"Turut berduka untukmu kawan" Ucap Kevin sembari membaca surat undangan ke-12 "Baru membuka mata, sudah mendapat masalah. Terlebih masalah itu menyangkut hubungan. Sepertinya kau memang dikutuk"

"Pangeran Charles dari kerajaan Austora meminta kedatangan anda dalam duel yang akan diselenggarakan di arena kerajaan pada tanggal 12 Maret 508 hari Jumat siang!" Baca Ryan lalu tertawa keras "Entah kau sudah membuat masalah pada siapa, namun kisah cintamu dikutuk. Tahun kemarin ditinggalkan, tahun ini banyak saingan, tahun depan apa? Kematian?"

Kevin melempar bantal yang ditangkap Ryan dengan mudah "Berhenti mengatakan hal buruk"

Ryan tampak tersinggung kemudian mengambil salah satu undangan resmi milik kerajaan Chellina "Kau tak lihat ini? Kerajaan yang letaknya di ujung benua pun mencarinya! Lihat semua undangan itu" Tudingnya pada tumpukan kartu di atas meja, di samping tempat tidur Rain yang sebagian sudah tercecer di lantai "Pada dasarnya, tiap kerajaan membencinya, apa artinya itu kau tanyakan padaku? Well, Rain tak dapat bepergian dengan mudah, mesti hidup dalam bayang-bayang sembari bertahan hidup dari kejaran pembunuh bayaran"

Kevin mencibir "Tak mungkin sampai segitu-

Sebuah anak panah menembua jendela, tertancap tepat di samping kepala Rain dengan secarik kain merah diikatkan dekat dengan mata panah. Rain mengambilnya, mulai membaca " Kami mengawasimu, S" Lalu menatap ketiga sahabatnya.

"Lihat?" Sahut Ryan penuh kemenangan.

Kevin menghela napas kasar, mencabut anak panah tersebut dan meremukkannya menjadi dua bagian "Sudah cukup omong kosong ini. Kita tunjukkan pada para pangeran serta ksatria keras kepala dan angkuh itu bahwa Rain tak dapat diremehkan. Kita harus memberi pelajaran pada mereka"

Alex mengangguk-angguk setuju lalu mulai membacakan informasi melalui Cryatal mahal miliknya "Menurut survei, rata-rata para pangeran berada pada tingkat Last Red Core dengan beberapa telah berhasil mencapai Second Purple Core. Mereka juga telah melalui latihan keras semenjak berumur 6 tahun dan memiliki pengetahuan sihir yang lebih luas dibanding murid terpintar akademi. Hmm... " Lanjut Alex, menimbang-nimbang kata-katanya "Yup! Akan kucarikan kuburan indah untukmu. Peti terbuka atau tertutup?"

Ryan dan Alex tertawa terbahak-bahak diikuti Kevin yang akhirnya menyerah kemudian memerhatikan tumpukan surat di depan "Tak perlu menyalahkan dirimu sendiri. Charlotte adalah primadona kerajaan. Dia bagaikan bidadari yang tak dapat disentuh, tentu saja keadaan akan heboh. Belum lagi kau yang mendapat senyumannya, kurasa itu sepadan"

"Yang benar saja" Balas Rain ketus "Menukar nyawa demi sebuah senyuman yang bahkan tak pernah kulihat? Aku tak sebodoh itu"

Ryan datang mendekat, duduk dj samping dan menepuk-nepuk pundak Rain sembari tersenyum positif, senyum menyebalkan khas dirinya ketika akan menceramahi seseorang, diakhiri dengan ledekan "Lihat sisi baiknya, kau mendapatkan sosok kuat serta cantik. Bisa dikatakan, semua ini sepadan. Berhentilah bersungut-sungut, meski kau akan kembali ke rumah sakit sebelum dapat berkencan!" Sahutnya penuh semangat dan lanjut tertawa seakan tidak ada capeknya.

Di saat seperti inilah Rain rada membenci ketiga sahabat dia. Mereka tak hanya dapat membuatmu terbang tinggi ke awan, tapi juga menjatuhkanmu ke dasar lautan yang dalam. Ditambah gelak tawa yang dapat disamakan seperti ombak ganas di tengah lautan kesedihan. Yah, setidaknya mereka tak berpura-pura baik, mengatakan 'semua akan baik-baik saja'.

Namun tetap, ini menyakitkan.